Rena yang merasa panas mengingat masa lalu itu meneguk es lemon tehnya dengan kasar.
“Indy bahkan selalu ketakutan dulu pas lewat depan aku. Artinya apa? Artinya dia merasa bersalah ke aku. Dia tahu yang dia lakuin salah. Sementara kamu? Cuma kamu yang enggak merasa itu salah,” tambah Rena.
Rena bahkan menatap Rendy frustasi. Ekspresinya bahkan mengisyaratkan dengan jelas bahwa gadis itu sedang mengumpat, “Hey bro, come on! Kamu pinter loh, masa logika sederhana begini enggak kepikiran!”
Rendy meletakkan burgernya yang masih tersisa sedikit di atas piring dan menatap lurus ke mata Rena.
“Tapi Ren…” ucap Rendy terlihat ingin membantah.
“Apa?” tanya Rena ketus.
Rendy diam dan merenung sesaat. Penjelasan Rena masuk akal juga. Benar juga dulu dia mulai dekat dengan Indy saat masih berpacaran dengan Rena. Meski status mereka bukan pacar, dia lebih sering menghubungi Indy daripada Rena.
“Okee. Aku ngaku salah. Aku bersalah sama kamu, Ren. Maaf, aku belum sempat minta maaf dengan benar sama kamu,” ujar Rendy pelan.
Dia benar-benar baru paham mengapa Rena sangat marah hingga memblokir instakilo pria itu.
“Hmm, iya,” jawab Rena singkat.
Lagi-lagi Rena menghembuskan nafasnya dengan kasar. Rendy sudah meminta maaf, apa lagi yang harus ia lakukan jika Rendy sudah meminta maaf?
Semua sudah lama berlalu.
“Aku maafin, lagian udah lama juga lewat,” lanjut Rena.
Mendadak, raut wajah Rendy berubah cerah saat mendengar maaf dari Rena.
“Tapi jangan bercanda dengan panggil aku istri kamu lagi, enggak lucu. Satu lagi, tolong itu jelasin ke orang tua kita masalah jodoh-jodohin atau apa lah itu. Mamaku enggak akan mau dengerin aku soalnya. Kamu juga pasti enggak mau kan dijodohin sama aku?”
“Siapa bilang? Aku mau-mau aja tuh," jawab Rendy enteng.
“Hah? Rendy kamu gila ya? Mana ada sih orang yang mau nikah sama cewek yang bahkan udah enggak pernah di kontak selama hampir sepuluh tahun? Kita bahkan enggak tahu masing-masing dari kita berubah sejauh mana!!” ucap Rena setengah berteriak.
Gadis itu benar-benar tak mengerti apa yang ada di kepala sang mantan pacar.
"Waaahhh, kayaknya seru nih! Kita boleh gabung kan?" tanya Silvi pada Rena dan Rendy.
"Kenapa lagi sih iblis betina ini pake acara muncul segala?" batin Rena sebal.
Dia yang sedang emosi jadi harus harus merasakan emosi dua kali lipat dikarenakan kedatangan Silvi dan Mia.
"Siapa ya?" tanya Rendy pada Silvi dan Mia.
"Kita sekantor loh, aku Mia dan ini Silvi," ucap Mia memperkenalkan diri.
Dia dan Silvi langsung duduk di kursi kosong sebelah mereka berdua. Rendy dan Rena sendiri belum mengizinkan mereka.
"Halo Mia, halo juga Silvi. Maaf banget ya kita lagii..."
Belum sempat Rendy menyelesaikan kalimatnya, Rena sudah berdiri dari tempat duduk.
“Aku balik ke kantor duluan, permisi.”
Rena dengan cepat berjalan keluar dari Wekdi. Rendy sangat marah, pria itu sudah berniat untuk keluar dari sana juga.
"Kita denger loh tadi obrolan kalian," ucap Mia.
Rendy mengurungkan niatnya.
"Kalian denger? Mulai dari mana?" tanya Rendy mengernyitkan dahi.
"Dari kamu yang bersedia dijodohin sama Rena, orang tua kalian saling kenal? Jangan mau sama Renaaaa, mending sama aku aja," ucap Mia menggoda Rendy tanpa tahu malu.
Rendy terlihat tidak nyaman dengan ucapan Mia.
"Mia ngomong begitu ada alasannya, Rena itu bukan cewek yang bener. Kan sayang banget kamu ganteng begini dapet cewek yang enggak bener," ucap Silvi santai sembari meminum lemon tea.
"Maksudnya?" tanya Rendy heran.
"Dia suka banget rebut pacar orang. Itu Silvi aja putus sama pacarnya gara-gara digodain sama Rena," ucap Mia.
"Aku tahu kamu pasti enggak percaya, tapi yaa kenyataannya begitu. Mungkin kamu akan berpikir kalau dia yang dulu enggak mungkin begitu, tapi orang kan bisa berubah," kata Silvi.
"Iyaaa betul tuh kata Silvi, kamu sama aku aja. Aku jamin enggak akan selingkuh, kamu pasti bahagia dari aku. Lagian aku juga lebih cantik kan daripada dia?" tanya Mia dengan percaya diri.
Rendy hanya tersenyum kikuk mendengar perkataan Mia. Kepala Rendy penuh dengan pertanyaan atas pernyataan yang mereka berdua sampaikan barusan.
***
“Rennnaaaa!! Kamu kenapa? Kenapa baju kamu kayak gini?” tanya Mitha yang terkejut melihat penampilan Rena pagi ini.
Baju hijau stabilo dan celana pink fuschia. Sungguh perpaduan cerah nan terang secerah matahari yang terbit di pagi hari.
“Enggak kenapa-kenapa sih, pengen ganti suasana aja. Lagian kantor kita kan enggak masalahin dress code selama enggak ketemu klien,” ucap Rena santai.
Mereka bekerja di perusahaan Konsultasi Teknologi Informasi dan jabatan mereka adalah konsultan senior. Memang benar di kantor mereka terbilang cukup bebas dalam berpakaian. Namun, saat bertemu klien, aturan pakaian formal diberlakukan.
“Y… yaaa.. okeee…”
Mitha kehabisan kata-kata untuk berkomentar karena semua yang dikatakan Rena itu BENAR.
“Astaghfirullah… Ya Allah Ya Rabbi… Kamu kenapa Renaaaa?”
“Kamu beneran Rena kan?”
Pak Bambang yang baru saja datang sangat terkejut dengan penampilan Rena pagi ini.
"Anak yang biasanya pakai baju warna kalem kenapa jadi heboh begini sih?" batin pak Bambang.
Pak Bambang benar-benar menatap Rena dengan seksama dari ujung rambut hingga sepatu. Sepatu gadis itu pun sama berwarna hijau stabilo!
“Iya ini Rena pak, 100% orisinil ini Rena. Mama saya enggak berniat untuk ganti nama saya sih,” jawab Rena santai. Seperti biasa, es kopi selalu ada di tangannya.
"Gimana? Bagus kan?" tanya Rena yang mendadak berdiri di depan pak Bambang.
Rena pun menununjukkan baju dan celananya kemudian sedikit berputar ala model."Heeemmm... Iiii.. Iyaaa.. bagus kok," jawab pak Bambang sambil mengeluarkan gaya andalan bapak-bapak saat ada sesi foto, jempol di tangan.Pak Bambang yang masih heran pun berlalu duduk dengan mata yang masih tertuju pada Rena.“Mit… Itu temen kamu kenapaaaa?” bisik pak Bambang pada Mitha.“Katanya bosen pak, mau ganti suasana,” jawab Mitha yang juga berbisik.“Bosen? Apa kerjaannya kurang ya?”Mendengar itu, Mitha menjauh dari pak Bambang. Dia tak ingin ikut terseret tambahan pekerjaan. Kemudian pak Bambang berjalan perlahan menuju ke meja Rena.“Reeeennn…” panggil pak Bambang hati-hati.“Hmmm? Ya pak?” tanya Rena yang kini sudah menoleh ke arah pak Bambang.“Kamu lagi bosen? Kerjaan lagi kurang banyak kah?” tanya pak Bambang yang masih berhati-hati.Wajah Rena langsung berubah cemberut.“Bapaaakkk… Kalau bapak tambahin lagi kerjaan saya, enggak akan ada yang selesai tepat waktu nanti. Saya aja sekarang u
Pelahan, Ferdian berjalan ke arah tempat mereka.Ferdian terus mendekat. Untungnya, pria itu melewati mereka dengan tenang dan duduk di tempat yang cukup jauh.“Fiiuuuhhhh,” ucap Mitha lega.Meski begitu, nafsu makan Rena yang sudah hilang tetap tidak bisa kembali.“Kenapa sih emangnya?” tanya Rendy.“Itu namanya Ferdian, dia suka sama Rena.”“Mitthhhaaaa…” ucap Rena dengan mata yang sudah membesar.Mendengar itu, raut wajah Rendy berubah menjadi tidak menyenangkan.“Hmmm… Terus kenapa kamu enggak mau dia gabung?” tanya Rendy pada Rena.“Dia adalah sumber penderitaan Rena di kantor,” celetuk Mitha.“Maksudnya?” tanya Rendy heran.“Ferdian itu pacaran sama anak divisi dia juga yang namanya Silvi. Tapi mereka putus karena Ferdian suka sama Rena. Dia bilang terang-terangan sama Silvi kalau dia mau fokus dapetin Rena,” jelas Mitha."Aaaahhhh, yang itu ternyata orangnya," batin Rendy.“Terus gimana? Kamu suka sama dia juga, Ren?” tanya Rendy pada Rena yang sudah memijat kepalanya. Kepala R
Untuk sesaat, Rena tidak mampu merespon perkataan Rendy. Otaknya benar-benar bekerja keras untuk memproses apa yang baru saja ia dengar.“Aku anggap gak denger apa-apa barusan, aku duluan,” ucap Rena pada Rendy.Gadis itu kesal. Rendy sungguh tidak bisa membaca situasi. Di tengah kekesalannya itu, bisa-bisanya Rendy bercanda.“Aku serius Ren,” ucap Rendy memegang tangan Rena.Rendy memegangnya untuk mencegah Rena pergi.“Aku mau balik kerja.”Rena pun melepaskan tangannya dari genggaman Nico.“Reenn…”Lagi-lagi Nico memengang tangan Rena.“Apa siiihhh Ren? Aku bener-benar gak mood untuk bercanda,” ucap Rena kesal.“Aku serius.”Rendy menatap mata Rena lurus. Pria itu tidak sedang bercanda.“Kita bicarain lagi pas pulang kerja nanti, aku beneran harus balik ke meja sekarang. Mesti cek ulang bahan-bahan buat rapat sore ini,” ucap Rena.Mendengar itu, wajah Rendy berubah menjadi lembut. Lebih mirip seperti anak anjing lucu yang dituruti keinginannya oleh sang majikan.“Gemas!” batin Rena
“Maksud kamu?” Rendy bingung dengan pertanyaan Rena. Apa maksud Rena? Bukankah Rena satu paket dengan kenangan mereka? “Aku bukan Rena yang sama dengan sepuluh tahun lalu Ren. Aku banyak berubah. Kamu juga pasti banyak berubah,” ucap Rena. “Hmmm… Iyaaa… Teeee…ruuusss?” Rendy masih tak mengerti apa maksud Rena. Pria itu bahkan sampai mengernyitkan dahinya. “Karena pernah pacaran sama aku, bisa jadi tanpa sadar kamu udah punya ekspektasi. Ekspektasinya yaaa dapet yang lebih baik dari aku. Selama kita pacaran, aku pasti punya sisi bagus dong. Sisi bagus itu tanpa sadar kamu harap untuk dapetin terus meskipun kamu pacarannya gak sama aku. Sampe sini paham dulu gak konsep awalnya?” tanya Rena. Meski Rendy tergolong cerdas, entah mengapa untuk masalah percintaan, Rena merasa Rendy agak-agak bodoh. Jadi, Rena memutuskan untuk menjelaskannya dengan lambat. “Iya, coba lanjutin dulu,” kata Rendy mengangguk. Meski belum menemukan jawaban atas pertanyaannya, Rendy berusaha mendengarkan pe
“Haduuuhhhh! Ini kenapa mama keluar segala sih?! Arrrggghhhhhh!” teriak Rena dalam hati.“Gak kenapa-kenapa ma, ini Rendy udah mau pulang kok. Iya kan Ren?” tanya Rena sambil melotot ke arah Rendy.“Oohhh iya. Niatnya tadi gitu sih tante, cuma saya pikir sapa tante dulu aja sebentar baru pulang,” ucap Rendy sambil merapikan bajunya yang kusut sehabis didorong Rena.“Ya sudah ayo masuk kalau gitu. Duuuhhhh senengnya calon mantu dateng,” ucap Fiona dengan wajah cerah.“Mamaaaaaaaaa….”Rena mendengus sebal. Jelas sekali Fiona mengabaikan anak perempuannya yang panas itu.“Kok kalian bisa barengan? Habis kencan yaaaa?” tanya Fiona usil saat mereka bertiga sudah duduk di kursi ruang tamu.“Enggak maaa, cuma anter pulang biasa,” jawab Rena cepat.Rena tidak ingin Rendy menjawab pertanyaan mamanya itu sembarangan.“Kiiiiii….&
Laura mengernyitkan dahinya.“Apa?” tanya Laura ketus.Rena belum menceritakan apapun pada Laura sehingga gadis itu tak punya informasi apapun. Kedua sahabat itu baru akan bertemu hari minggu besok.“Rena tanya aku mau sama dia atau kenangan kita…”Sebelum Rendy menjelaskan lebih lanjut, Laura langsung mendesah. Tentu saja Rendy langsung heran dengan sikap Laura itu.“Kenapa sih?” tanya Rendy heran.Pria itu kesal. Dia serius ingin bercerita, kenapa pula gadis di depannya ini harus mengacaukan suasana.“Wajar sih dia akan tanya begitu ke kamu,” jawab Laura lembut.Laura yang semula terasa tak bersahabat itu tiba-tiba menjadi lunak. Menyadari perubahan itu, Rendy merasa akan segera mendengar sesuatu yang tidak menyenangkan.“Kamu tahu kan dulu pas SMA aku sama Angga pacaran?” tanya Laura.“Hmmm, tahu sih. Tapi bukannya pas kelulusan kali
“Karena Rena, si high quality jomblo spek bidadari itu dengan bodohnya masih suka sama kamu,” ucap Laura kesal.Laura heran, bukankah sudah jelas sekali ya jawaban atas pertanyaan tadi hanya ada satu? Masih cinta!Rena menolak Rendy sudah pasti karena terlalu takut akan mengalami hal yang sama untuk kedua kalinya. Namun, Rena juga tidak bisa membuka hati untuk orang lain. Dia tak ingin memulai hubungan baru dengan Rendy yang masih bersemayam kokoh di hatinya.“Kamu serius?”Rendy tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Rena yang menolaknya dengan tegas itu masih menyukainya?“Iya, masih. Terus bisa gak jangan kelihatan sejelas itu kalau lagi bahagia?”Melihat senyum Rendy yang mengembang itu membuat Laura sangat kesal.“Masa terberat dia adalah putus dari kamu. Murung, nangis dan teriak tiap hari udah dia laluin. Lewat dari semua itu, sampai detik ini, kemana pun dia pergi dia selal
Rendy mengerjap. Ia tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar."Aaa... Eeee... Eeeehhmmm... Maaf tante, gimana maksudnya?" tanya Rendy salah tingkah."Aadduhhh Reeenn, kan udah ditanya tadi mau nikah sama Rena atau enggak. Masa ulang pertanyaan yang sama sih? Pinteran dikit laaaaahhh," batin Rendy.Pria itu sedang mengutuk dirinya sendiri dalam hati."Iyaaa, tante tanya. Kamu mau gak kalau misalnya nikah sama anak tante?" tanya Fiona.Sejujurnya Rendy bingung. Rena menolaknya, dia sendiri bahkan belum bisa memastikan perasaannya. Namun, jika ia menjawab 'tidak', kesempatannya untuk mendapatkan Rena jelas akan tertutup."Kemarin pas kamu sama mama kamu main ke rumah, kami memang terkesan bercanda. Tapi, kalau kalian mau, kita berdua serius akan jodohin kalian. Kali ini, tante tanya kamu dengan serius. Apakah kamu mau menikah dengan Rena?"Rendy paham situasi mencekam ini bukan situasi yang tepat untuk bercanda. Meski terlihat tid