Share

Bab 4

Rena yang kehabisan kata-kata itu pun dengan cepat membalikkan badan dan berjalan menuju toilet. Ia merasa sakit di perutnya itu jadi upgrade level.

Ferdian terus melihat punggung Rena hingga gadis itu lenyap dari pandangannya.

“Aaaarrrgghhhh! Bisa gila aku!” teriak Rena dalam hati.

Gadis itu pun mengacak-acak rambutnya tanpa sadar. Rambut ikal panjang ala Korea yang menghabiskan waktu catok 15 menit itu hancur dalam sekejap.

Saat masuk ke toilet, ia masuk ke dalam bilik kloset dengan kecepatan yang luar biasa. 

“Haaddoohhhh... Ferdian batu begitu enggak mempan ditolak, ditambah lagi ada Rendy. Bikin kepala sakit aja, mana kaki belom sembuh juga,” gumam Rena.

“Viii… Lihat kan tadi? Ada karyawan baru! Siapa deh tadi namanya? Rendy ya kalau enggak salah. Ganteng bangeeetttt!”

Suara Mia, Rena sangat mengenali suara itu.

“Duhh! Apa lagi sih iniiiiiiiiii,” batin Rena.

“Hmmm, lumayan,” sahut Silvi, lawan bicara Mia sembari mencuci tangan.

Usai mencuci tangan, Silvi mengeluarkan pewarna bibir dari dalam saku.

“Hadddooohhh, mana ada Silvi lagi. Hari ini kenapa siiihhh? Mau duduk tenang aja susah!” gerutu Rena yang lagi-lagi dalam hati.

“Gebet aja viii! Ferdian mah jauh lah, move on! Move on!” bujuk Mia sambil mengoleskan pewarna bibir ke bibirnya yang sudah agak menghitam.

“Enggak deh, Mi. Aku enggak minat sama siapa-siapa selain Ferdian,” tolak Silvi halus.

“Tapi viii, noleh aja enggak Ferdian tuh ke kamu. Lupain ajaa, dia bener-bener udah enggak ada rasa ke kamu,” lanjut Mia yang belum menyerah untuk membujuk Silvi.

Semua yang di kantor tahu persis kisah pasangan ini. Ferdian meninggalkan Silvi untuk mengejar Rena, hingga Silvi yang tak kuasa menahan sakit hatinya itu mengamuk sejadi-jadinya pada gadis pujaan sang mantan pacar.

“Enggak, Mi. Ferdian akan balik ke aku. Dia cuma kena rayuan cewek genit itu sementara. Pokoknya Rena yang salah di sini!” ujar Silvi penuh penekanan.

“Tapi vi…”

“Udah ya, Mi! Aku enggak mau bahas ini lagi,” ucap Silvi meninggalkan Mia.

“Viiii… Tunggu…”

Mia pun terburu-buru mengejar Silvi. Untunglah dua sekawan itu tak menyadari ada orang lain di bilik kloset.

“Itu lagi satu, mau sampai mulutku berbusa jelasin juga dia enggak akan percaya kalau aku bilang enggak suka sama pacarnya. Capek! Pengen cepet resign,” gumam Rena.

***

“Ren, kosong kan?” tanya Rendy pada Rena.

Siang ini, Rena tidak ada energi untuk membuka obrolan dengan siapapun. Gadis itu sengaja naik ojek ke Wekdi, restoran cepat saji yang jaraknya agak jauh dari kantor. Dia tak menyangka bahwa Rendy akan ada di sini.

“Ada orang,” jawab Rena asal.

“Bohong, pesenan kamu cuma satu dan aku enggak lihat siapa-siapa juga dari tadi,” kata Rendy yang langsung duduk di kursi depan Rena.

“Terserah deh,” gumam Rena malas. Dia bahkan malas hanya untuk sekadar mengusir Rendy.

“Kamu selalu makan siang sendiri?” tanya Rendy dengan burger dimulutnya.

“Enggak, cuma siang ini aja lagi pengen makan sendiri.”

Meski sudah mendengar kalimat jutek tersebut, Rendy tetap saja makan dengan santai. Dia tak merasa bersalah telah mengganggu Rena yang sedang ingin sendirian.

“Kamu apa kabar?” tanya Rendy mengalihkan pembicaraan.

“Baik.”

“Masih deket sama Laura dan temen-temen kamu yang dulu?”

“Masih.”

“Gimana kabar mereka?”

“Baik juga.”

“Kalian masih suka main bulu tangkis?”

“Masih.”

“Biasa main di mana?”

“Lapangan bulu tangkis.”

“Renaaaaa…”

“Hmmm.”

“Kamu enggak pengen tahu kabar aku?” tanya Rendy penuh harap.

“Enggak,” jawab Rena acuh.

“Kamu sendiri? Enggak malu sok akrab sama aku?” tanya Rena kesal.

Gadis itu benar-benar tak tahan dengan tingkah Rendy yang seolah tak pernah terjadi sesuatu di antara mereka.

“Kita memang akrab, Ren,” jawab Rendy ringan.

Ringan dan tanpa rasa bersalah sama sekali!

“Kita udah enggak kontak selama hampir 10 tahun. Udah enggak bisa disebut akrab. Obrolan kita terakhir kali juga bukan sesuatu yang bagus untuk diingat,” ucap Rena sembari melahap burgernya dengan kesal.

“Aku bahkan lupa kita terakhir kali obrolin apa.”

“Terakhir kali kamu minta putus sama aku karena kamu bosen sama aku yang datar ini. Terus cuma selisih berapa hari dari situ kamu jadian sama Indy. Singkatnya kamu selingkuh,” jelas Rena.

“Aku enggak selingkuh, saat kita pacaran, pacarku cuma satu yaitu kamu. Aku enggak pacaran sama Indy pas status kita masih pacaran,” bantah Rendy.

"Tunggu... Tunggu... Si kurang ajar ini bilang apa barusan?" amuk Rena dalam hati. Ia benar-benar tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

“Bapak Renddyyy, yang pinternya kebangetan, bahkan sampai pernah juara olimpiade matematika tingkat nasionaaalll. Gini yaaa pak..."

Rena yang tidak benar-benar tidak percaya dengan kata-kata yang barusan ia dengar itu berusaha keras agar amarahnya itu tidak tersalur dari mulut.

"Haiissshhh.."

Rena yang sangat kesal itu pun menghembuskan nafas dengan kasar. Selama apapun waktu berlalu, kejadian itu masih terekam jelas di memorinya. Rendy cinta pertama sekaligus pria yang Rena cintai setengah mati dulu, telah berkhianat.

"Aku memang udah lupa selisih berapa hari dari sejak kita putus. Tapi seingetku memang belum sampai satu minggu putus, kamu udah cium pipi Indy depan aku. CUMA selisih berapa hari aja loh. Kapan kamu deketnya sampe merasa cocok buat pacaran? Pasti deketnya pas masih pacaran sama aku doonnggg,” jelas Rena panjang lebar.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status