Rena yang kehabisan kata-kata itu pun dengan cepat membalikkan badan dan berjalan menuju toilet. Ia merasa sakit di perutnya itu jadi upgrade level.
Ferdian terus melihat punggung Rena hingga gadis itu lenyap dari pandangannya.
“Aaaarrrgghhhh! Bisa gila aku!” teriak Rena dalam hati.
Gadis itu pun mengacak-acak rambutnya tanpa sadar. Rambut ikal panjang ala Korea yang menghabiskan waktu catok 15 menit itu hancur dalam sekejap.
Saat masuk ke toilet, ia masuk ke dalam bilik kloset dengan kecepatan yang luar biasa.
“Haaddoohhhh... Ferdian batu begitu enggak mempan ditolak, ditambah lagi ada Rendy. Bikin kepala sakit aja, mana kaki belom sembuh juga,” gumam Rena.
“Viii… Lihat kan tadi? Ada karyawan baru! Siapa deh tadi namanya? Rendy ya kalau enggak salah. Ganteng bangeeetttt!”
Suara Mia, Rena sangat mengenali suara itu.
“Duhh! Apa lagi sih iniiiiiiiiii,” batin Rena.
“Hmmm, lumayan,” sahut Silvi, lawan bicara Mia sembari mencuci tangan.
Usai mencuci tangan, Silvi mengeluarkan pewarna bibir dari dalam saku.
“Hadddooohhh, mana ada Silvi lagi. Hari ini kenapa siiihhh? Mau duduk tenang aja susah!” gerutu Rena yang lagi-lagi dalam hati.
“Gebet aja viii! Ferdian mah jauh lah, move on! Move on!” bujuk Mia sambil mengoleskan pewarna bibir ke bibirnya yang sudah agak menghitam.
“Enggak deh, Mi. Aku enggak minat sama siapa-siapa selain Ferdian,” tolak Silvi halus.
“Tapi viii, noleh aja enggak Ferdian tuh ke kamu. Lupain ajaa, dia bener-bener udah enggak ada rasa ke kamu,” lanjut Mia yang belum menyerah untuk membujuk Silvi.
Semua yang di kantor tahu persis kisah pasangan ini. Ferdian meninggalkan Silvi untuk mengejar Rena, hingga Silvi yang tak kuasa menahan sakit hatinya itu mengamuk sejadi-jadinya pada gadis pujaan sang mantan pacar.
“Enggak, Mi. Ferdian akan balik ke aku. Dia cuma kena rayuan cewek genit itu sementara. Pokoknya Rena yang salah di sini!” ujar Silvi penuh penekanan.
“Tapi vi…”
“Udah ya, Mi! Aku enggak mau bahas ini lagi,” ucap Silvi meninggalkan Mia.
“Viiii… Tunggu…”
Mia pun terburu-buru mengejar Silvi. Untunglah dua sekawan itu tak menyadari ada orang lain di bilik kloset.
“Itu lagi satu, mau sampai mulutku berbusa jelasin juga dia enggak akan percaya kalau aku bilang enggak suka sama pacarnya. Capek! Pengen cepet resign,” gumam Rena.
***
“Ren, kosong kan?” tanya Rendy pada Rena.
Siang ini, Rena tidak ada energi untuk membuka obrolan dengan siapapun. Gadis itu sengaja naik ojek ke Wekdi, restoran cepat saji yang jaraknya agak jauh dari kantor. Dia tak menyangka bahwa Rendy akan ada di sini.
“Ada orang,” jawab Rena asal.
“Bohong, pesenan kamu cuma satu dan aku enggak lihat siapa-siapa juga dari tadi,” kata Rendy yang langsung duduk di kursi depan Rena.
“Terserah deh,” gumam Rena malas. Dia bahkan malas hanya untuk sekadar mengusir Rendy.
“Kamu selalu makan siang sendiri?” tanya Rendy dengan burger dimulutnya.
“Enggak, cuma siang ini aja lagi pengen makan sendiri.”
Meski sudah mendengar kalimat jutek tersebut, Rendy tetap saja makan dengan santai. Dia tak merasa bersalah telah mengganggu Rena yang sedang ingin sendirian.
“Kamu apa kabar?” tanya Rendy mengalihkan pembicaraan.
“Baik.”
“Masih deket sama Laura dan temen-temen kamu yang dulu?”
“Masih.”
“Gimana kabar mereka?”
“Baik juga.”
“Kalian masih suka main bulu tangkis?”
“Masih.”
“Biasa main di mana?”
“Lapangan bulu tangkis.”
“Renaaaaa…”
“Hmmm.”
“Kamu enggak pengen tahu kabar aku?” tanya Rendy penuh harap.
“Enggak,” jawab Rena acuh.
“Kamu sendiri? Enggak malu sok akrab sama aku?” tanya Rena kesal.
Gadis itu benar-benar tak tahan dengan tingkah Rendy yang seolah tak pernah terjadi sesuatu di antara mereka.
“Kita memang akrab, Ren,” jawab Rendy ringan.
Ringan dan tanpa rasa bersalah sama sekali!
“Kita udah enggak kontak selama hampir 10 tahun. Udah enggak bisa disebut akrab. Obrolan kita terakhir kali juga bukan sesuatu yang bagus untuk diingat,” ucap Rena sembari melahap burgernya dengan kesal.
“Aku bahkan lupa kita terakhir kali obrolin apa.”
“Terakhir kali kamu minta putus sama aku karena kamu bosen sama aku yang datar ini. Terus cuma selisih berapa hari dari situ kamu jadian sama Indy. Singkatnya kamu selingkuh,” jelas Rena.
“Aku enggak selingkuh, saat kita pacaran, pacarku cuma satu yaitu kamu. Aku enggak pacaran sama Indy pas status kita masih pacaran,” bantah Rendy.
"Tunggu... Tunggu... Si kurang ajar ini bilang apa barusan?" amuk Rena dalam hati. Ia benar-benar tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
“Bapak Renddyyy, yang pinternya kebangetan, bahkan sampai pernah juara olimpiade matematika tingkat nasionaaalll. Gini yaaa pak..."
Rena yang tidak benar-benar tidak percaya dengan kata-kata yang barusan ia dengar itu berusaha keras agar amarahnya itu tidak tersalur dari mulut.
"Haiissshhh.."
Rena yang sangat kesal itu pun menghembuskan nafas dengan kasar. Selama apapun waktu berlalu, kejadian itu masih terekam jelas di memorinya. Rendy cinta pertama sekaligus pria yang Rena cintai setengah mati dulu, telah berkhianat.
"Aku memang udah lupa selisih berapa hari dari sejak kita putus. Tapi seingetku memang belum sampai satu minggu putus, kamu udah cium pipi Indy depan aku. CUMA selisih berapa hari aja loh. Kapan kamu deketnya sampe merasa cocok buat pacaran? Pasti deketnya pas masih pacaran sama aku doonnggg,” jelas Rena panjang lebar.
Rena yang merasa panas mengingat masa lalu itu meneguk es lemon tehnya dengan kasar.“Indy bahkan selalu ketakutan dulu pas lewat depan aku. Artinya apa? Artinya dia merasa bersalah ke aku. Dia tahu yang dia lakuin salah. Sementara kamu? Cuma kamu yang enggak merasa itu salah,” tambah Rena.Rena bahkan menatap Rendy frustasi. Ekspresinya bahkan mengisyaratkan dengan jelas bahwa gadis itu sedang mengumpat, “Hey bro, come on! Kamu pinter loh, masa logika sederhana begini enggak kepikiran!”Rendy meletakkan burgernya yang masih tersisa sedikit di atas piring dan menatap lurus ke mata Rena.“Tapi Ren…” ucap Rendy terlihat ingin membantah.“Apa?” tanya Rena ketus.Rendy diam dan merenung sesaat. Penjelasan Rena masuk akal juga. Benar juga dulu dia mulai dekat dengan Indy saat masih berpacaran dengan Rena. Meski status mereka bukan pacar, dia lebih sering menghubungi Indy daripada Rena.“Okee. Aku ngaku salah. Aku bersalah sama kamu, Ren. Maaf, aku belum sempat minta maaf dengan benar sama
Rena pun menununjukkan baju dan celananya kemudian sedikit berputar ala model."Heeemmm... Iiii.. Iyaaa.. bagus kok," jawab pak Bambang sambil mengeluarkan gaya andalan bapak-bapak saat ada sesi foto, jempol di tangan.Pak Bambang yang masih heran pun berlalu duduk dengan mata yang masih tertuju pada Rena.“Mit… Itu temen kamu kenapaaaa?” bisik pak Bambang pada Mitha.“Katanya bosen pak, mau ganti suasana,” jawab Mitha yang juga berbisik.“Bosen? Apa kerjaannya kurang ya?”Mendengar itu, Mitha menjauh dari pak Bambang. Dia tak ingin ikut terseret tambahan pekerjaan. Kemudian pak Bambang berjalan perlahan menuju ke meja Rena.“Reeeennn…” panggil pak Bambang hati-hati.“Hmmm? Ya pak?” tanya Rena yang kini sudah menoleh ke arah pak Bambang.“Kamu lagi bosen? Kerjaan lagi kurang banyak kah?” tanya pak Bambang yang masih berhati-hati.Wajah Rena langsung berubah cemberut.“Bapaaakkk… Kalau bapak tambahin lagi kerjaan saya, enggak akan ada yang selesai tepat waktu nanti. Saya aja sekarang u
Pelahan, Ferdian berjalan ke arah tempat mereka.Ferdian terus mendekat. Untungnya, pria itu melewati mereka dengan tenang dan duduk di tempat yang cukup jauh.“Fiiuuuhhhh,” ucap Mitha lega.Meski begitu, nafsu makan Rena yang sudah hilang tetap tidak bisa kembali.“Kenapa sih emangnya?” tanya Rendy.“Itu namanya Ferdian, dia suka sama Rena.”“Mitthhhaaaa…” ucap Rena dengan mata yang sudah membesar.Mendengar itu, raut wajah Rendy berubah menjadi tidak menyenangkan.“Hmmm… Terus kenapa kamu enggak mau dia gabung?” tanya Rendy pada Rena.“Dia adalah sumber penderitaan Rena di kantor,” celetuk Mitha.“Maksudnya?” tanya Rendy heran.“Ferdian itu pacaran sama anak divisi dia juga yang namanya Silvi. Tapi mereka putus karena Ferdian suka sama Rena. Dia bilang terang-terangan sama Silvi kalau dia mau fokus dapetin Rena,” jelas Mitha."Aaaahhhh, yang itu ternyata orangnya," batin Rendy.“Terus gimana? Kamu suka sama dia juga, Ren?” tanya Rendy pada Rena yang sudah memijat kepalanya. Kepala R
Untuk sesaat, Rena tidak mampu merespon perkataan Rendy. Otaknya benar-benar bekerja keras untuk memproses apa yang baru saja ia dengar.“Aku anggap gak denger apa-apa barusan, aku duluan,” ucap Rena pada Rendy.Gadis itu kesal. Rendy sungguh tidak bisa membaca situasi. Di tengah kekesalannya itu, bisa-bisanya Rendy bercanda.“Aku serius Ren,” ucap Rendy memegang tangan Rena.Rendy memegangnya untuk mencegah Rena pergi.“Aku mau balik kerja.”Rena pun melepaskan tangannya dari genggaman Nico.“Reenn…”Lagi-lagi Nico memengang tangan Rena.“Apa siiihhh Ren? Aku bener-benar gak mood untuk bercanda,” ucap Rena kesal.“Aku serius.”Rendy menatap mata Rena lurus. Pria itu tidak sedang bercanda.“Kita bicarain lagi pas pulang kerja nanti, aku beneran harus balik ke meja sekarang. Mesti cek ulang bahan-bahan buat rapat sore ini,” ucap Rena.Mendengar itu, wajah Rendy berubah menjadi lembut. Lebih mirip seperti anak anjing lucu yang dituruti keinginannya oleh sang majikan.“Gemas!” batin Rena
“Maksud kamu?” Rendy bingung dengan pertanyaan Rena. Apa maksud Rena? Bukankah Rena satu paket dengan kenangan mereka? “Aku bukan Rena yang sama dengan sepuluh tahun lalu Ren. Aku banyak berubah. Kamu juga pasti banyak berubah,” ucap Rena. “Hmmm… Iyaaa… Teeee…ruuusss?” Rendy masih tak mengerti apa maksud Rena. Pria itu bahkan sampai mengernyitkan dahinya. “Karena pernah pacaran sama aku, bisa jadi tanpa sadar kamu udah punya ekspektasi. Ekspektasinya yaaa dapet yang lebih baik dari aku. Selama kita pacaran, aku pasti punya sisi bagus dong. Sisi bagus itu tanpa sadar kamu harap untuk dapetin terus meskipun kamu pacarannya gak sama aku. Sampe sini paham dulu gak konsep awalnya?” tanya Rena. Meski Rendy tergolong cerdas, entah mengapa untuk masalah percintaan, Rena merasa Rendy agak-agak bodoh. Jadi, Rena memutuskan untuk menjelaskannya dengan lambat. “Iya, coba lanjutin dulu,” kata Rendy mengangguk. Meski belum menemukan jawaban atas pertanyaannya, Rendy berusaha mendengarkan pe
“Haduuuhhhh! Ini kenapa mama keluar segala sih?! Arrrggghhhhhh!” teriak Rena dalam hati.“Gak kenapa-kenapa ma, ini Rendy udah mau pulang kok. Iya kan Ren?” tanya Rena sambil melotot ke arah Rendy.“Oohhh iya. Niatnya tadi gitu sih tante, cuma saya pikir sapa tante dulu aja sebentar baru pulang,” ucap Rendy sambil merapikan bajunya yang kusut sehabis didorong Rena.“Ya sudah ayo masuk kalau gitu. Duuuhhhh senengnya calon mantu dateng,” ucap Fiona dengan wajah cerah.“Mamaaaaaaaaa….”Rena mendengus sebal. Jelas sekali Fiona mengabaikan anak perempuannya yang panas itu.“Kok kalian bisa barengan? Habis kencan yaaaa?” tanya Fiona usil saat mereka bertiga sudah duduk di kursi ruang tamu.“Enggak maaa, cuma anter pulang biasa,” jawab Rena cepat.Rena tidak ingin Rendy menjawab pertanyaan mamanya itu sembarangan.“Kiiiiii….&
Laura mengernyitkan dahinya.“Apa?” tanya Laura ketus.Rena belum menceritakan apapun pada Laura sehingga gadis itu tak punya informasi apapun. Kedua sahabat itu baru akan bertemu hari minggu besok.“Rena tanya aku mau sama dia atau kenangan kita…”Sebelum Rendy menjelaskan lebih lanjut, Laura langsung mendesah. Tentu saja Rendy langsung heran dengan sikap Laura itu.“Kenapa sih?” tanya Rendy heran.Pria itu kesal. Dia serius ingin bercerita, kenapa pula gadis di depannya ini harus mengacaukan suasana.“Wajar sih dia akan tanya begitu ke kamu,” jawab Laura lembut.Laura yang semula terasa tak bersahabat itu tiba-tiba menjadi lunak. Menyadari perubahan itu, Rendy merasa akan segera mendengar sesuatu yang tidak menyenangkan.“Kamu tahu kan dulu pas SMA aku sama Angga pacaran?” tanya Laura.“Hmmm, tahu sih. Tapi bukannya pas kelulusan kali
“Karena Rena, si high quality jomblo spek bidadari itu dengan bodohnya masih suka sama kamu,” ucap Laura kesal.Laura heran, bukankah sudah jelas sekali ya jawaban atas pertanyaan tadi hanya ada satu? Masih cinta!Rena menolak Rendy sudah pasti karena terlalu takut akan mengalami hal yang sama untuk kedua kalinya. Namun, Rena juga tidak bisa membuka hati untuk orang lain. Dia tak ingin memulai hubungan baru dengan Rendy yang masih bersemayam kokoh di hatinya.“Kamu serius?”Rendy tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Rena yang menolaknya dengan tegas itu masih menyukainya?“Iya, masih. Terus bisa gak jangan kelihatan sejelas itu kalau lagi bahagia?”Melihat senyum Rendy yang mengembang itu membuat Laura sangat kesal.“Masa terberat dia adalah putus dari kamu. Murung, nangis dan teriak tiap hari udah dia laluin. Lewat dari semua itu, sampai detik ini, kemana pun dia pergi dia selal