Rena pun menununjukkan baju dan celananya kemudian sedikit berputar ala model.
"Heeemmm... Iiii.. Iyaaa.. bagus kok," jawab pak Bambang sambil mengeluarkan gaya andalan bapak-bapak saat ada sesi foto, jempol di tangan.
Pak Bambang yang masih heran pun berlalu duduk dengan mata yang masih tertuju pada Rena.
“Mit… Itu temen kamu kenapaaaa?” bisik pak Bambang pada Mitha.
“Katanya bosen pak, mau ganti suasana,” jawab Mitha yang juga berbisik.
“Bosen? Apa kerjaannya kurang ya?”
Mendengar itu, Mitha menjauh dari pak Bambang. Dia tak ingin ikut terseret tambahan pekerjaan. Kemudian pak Bambang berjalan perlahan menuju ke meja Rena.
“Reeeennn…” panggil pak Bambang hati-hati.
“Hmmm? Ya pak?” tanya Rena yang kini sudah menoleh ke arah pak Bambang.
“Kamu lagi bosen? Kerjaan lagi kurang banyak kah?” tanya pak Bambang yang masih berhati-hati.
Wajah Rena langsung berubah cemberut.
“Bapaaakkk… Kalau bapak tambahin lagi kerjaan saya, enggak akan ada yang selesai tepat waktu nanti. Saya aja sekarang udah pegang 5 proyek pak,” jawab Rena.
“Syukurlah masih Rena ternyata,” ucap pak Bambang lega.
Rena yang ia kenal memang seperti ini. Selalu berani beropini dan menolak pekerjaan di luar kapasitasnya.
“Kan udah dibilang kalau ini Rena pak, Renaaaaa.”
“Bapak takut kamu kesambet Ren. Mana tahu kan tiba-tiba kamu berubah jadi penurut yang enggak berani tolak kerjaan. Kalau berubah jadi begitu juga enggak apa sih, Ren. Bapak senang.”
“Diihhh… Itu mah enak di bapaaakkk, saya yang pusing. Enggak ada pokoknya! Enak aja tambahin kerjaan lagi, ini aja udah lembur melulu. Kalau mau tambahin tunggu satu proyek selesai dulu pokoknya,” ucap Rena lembut namun tetap tegas. Terlihat dari wajahnya bahwa tawar-menawar tidak berlaku.
“Iyaaa… Iyaaaa…”
Pak Bambang yang merasa sudah kalah itu hanya mengangguk dan berjalan kembali ke mejanya.
“Tapi Ren…” ujar pak Bambang tiba-tiba.
“Enggak mau pak,” ucap Rena.
“Yeeee kamu mah. Dengerin dulu, Ren. Saya cuma mau bilang jangan lupa satu jam lagi ada rapat.”
“Oohh itu, iya pak. Terima kasih udah diingetin,” ucap Rena malu.
“Gila! Itu kenapa dia? Norak amat!”
“Pppffftttt…”
“Dihhh, sakit kali ya dia hari ini?”
Entah sudah berapa bisik-bisik yang ia dengar hari ini.
“Bagguuusss… Terusinn… Bisik-bisik teruuussss,” batin Rena.
Memang hal ini yang ia incar. Untuk hari ini dan seterusnya, ia akan terus memakai pakaian yang membuat orang lain risih melihatnya.
“Apaan sih mereka, meskipun aneh begitu suka-suka orang kali mau pake baju sama celana mau modelan gimana juga,” gerutu Mitha.
“Udah Mit, biarin aja,” ucap Rena.
Semua ini adalah buah dari hasil kerja otak Rena semalaman suntuk, untuk membuat Ferdian dan Rendy sakit mata. Transfer bonus dan pengumuman kenaikan gaji akan diumumkan beberapa bulan lagi, setelah itu Rena akan pergi dari kantor ini. Rena tidak akan membiarkan hasil kerja kerasanya hangus begitu saja hanya karena orang-orang menyebalkan itu!
“Cantik juga kamu pakai baju yang warnanya tabrakan begitu,” ucap Rendy.
Rendy yang baru saja sampai di kantor itu hanya singgah sebentar ke meja Rena untuk mengomentari penampilannya. Setelah memuji cantik, pria itu langsung berjalan menuju mejanya sendiri.
“H… Hah?” ucap Rena bingung. Otaknya masih memproses apa yang baru saja ia dengar itu.
"Ciiiieeeeeee..."
"Cakep tuh cakeepppp..."
"iiihhiiiyyyyy si cakkeeeppp..."
Rekan-rekan tim Rena menjadi heboh. Hal itu membuat wajah gadis itu semerah tomat.
Sementara Rendy? Dia tersenyum bahagia, tujuannya tercapai!
Menjahili Rena dan membuat wajah gadis itu merona merupakan kegiatan yang paling ia sukai. Suasana yang benar-benar mengingatkannya pada masa lalu.
***
“Aku gabung ya?” tanya Rendy.
Mendengar suara yang tidak asing itu, Rena yang sedang makan bakso nyaris tersedak.
“Iya duduk aja, Ren,” jawab Mitha.
Rena yang masih batuk-batuk menatap Rendy dengan sebal.
“Kamu kenapa sih? Tumben banget pakai baju terang begini?” tanya Rendy membuka pembicaraan sambil menyuap nasi ke mulut.
“Katanya sih lagi boseennn, pengen ganti suasana,” celetuk Mitha.
Rendy pun memperhatikan Rena dengan saksama.
“Apa dia mau bikin aku jadi sebel ya biar jauhin dia?” batin Rendy.
Rena tiba-tiba merinding, mendadak ia merasa pikirannya telah terbaca.
“Kenapa Mit?” tanya Rena pada Mitha yang matanya tiba-tiba mengecil seperti sedang memperhatikan sesuatu dengan seksama.
“Ferdian.”
“Dia lagi perhatiin aku ya?” tanya Rena. Mitha mengangguk.
“Haduh, jangan sampe deh dia ke sini. Repot...” ucap Rena.
Gadis itu meletakkan sendok dan garpu ke mangkok. Dia tidak bisa makan dengan ketidakpastian tempat duduk Ferdian.
“Ada apa sih?” tanya Rendy penasaran.
Rena pun menggeleng pada Mitha. Rendy pun melihat mereka berdua secara bergantian.
“Percuma, Renaaa. Rendy kan udah kerja di sini. Cepet atau lambat juga dia pasti tahu, sekalian ajaa,” ucap Mitha.
“Tungguuu…” kata Mitha yang masih mengamati Ferdian. Mitha ingin melihat ke mana pria itu akan duduk.
"Bodoh sih sejujurnya, kan gue udah bilang putusin ajaaa cowok kayak gitu. Cowok yang gak mau coba untuk deep talk tuh buat apa sih dipertahanin? Aaaaarrrggghhhh!! Sebel!!!!!"Rena hanya bisa mengumpat dalam hati. Dia tidak tega harus berkata seperti itu pada Mitha yang sedang sedih dan sakit."Sabar Rena saabbaaarrrrrr," batin Rena."Enggak mit, enggak bodoh kok. Jangan nangis lagi ya, Mit. Lo harus fokus buat sembuh dulu ya..."Rena hanya bisa mengucap hal itu berulang-ulang bak mantra sihir hingga tiba di apartemen Mitha.Mitha hanya menangis sesegukan di sepanjang jalan. Terlihat wanita yang pucat pasi itu menahan diri agar tidak berteriak histeris."Ren, kamu gendong aja ya. Kasihan kalo dibangunin," ucap Rena pada Rendy usai pria itu memarkirkan mobil di parkiran apartemen Mitha."Kamu gak cemburu?" tanya Rendy.Anehnya, Rena merasa senang dengan pertanyaan Rendy barusan. Perutnya serasa dipenuhi kupu-kupu, dadan
"Malam dok," jawab Rena dan Mitha bersamaan."Saya demam," jawab Mitha lemah.Rasa dingin Mitha sudah sedikit berkurang kali ini."Sudah berapa hari demamnya mbak?" tanya dokter Yasmine."Dari kemarin malam mbak. Saya jam empat pagi tadi juga udah sempat ke klinik dan minum obat dari dokternya. Cuma memang demamnya belum turun-turun," jelas Mitha."Kalau saya boleh tahu, mbak nya diberi obat apa saja ya oleh dokter klinik?""Saya dikasih obat demam, obat radang tenggorokan, antibiotik sama vitamin dok. Untuk nama obatnya saya gak inget dan gak bawa juga," kata Mitha.Mitha menyesali mengapa tidak sempat memotret obat yang ia dapat dari klinik."Tadi dia buru-buru saya bawa ke sini karena udah terbaring di lantai pas saya sampai di apartemennya dok, makanya gak kepikiran buat bawa obatnya juga," jelas Rena pada dokter Yasmine."Baik kalau begitu. Maaf sebelumnya, dengan mbak siapa?""Saya Rena, teman saya ini Mitha, dok..."Dokter Yasmine pun tersenyum dan memegang kening Mitha."Cukup
"Pfffftttt... ppfffffttt..."Rena benar-benar berusaha menahan tawanya."Tadi katanya gak akan ketawaaaaaa??" tanya Mitha cemberut.Meski begitu, Mitha tidak marah pada Rena."Iya... okee... maaf.. maaf.. aku gak akan ketawa lagi..."Rena berusaha berhenti tertawa secepat mungkin. Jujur saja, perut gadis itu sampai sakit menahan tawa."Ehhmmm... eehhheemmm..."Rena berdehem untuk membantu dirinya sendiri agar tak tersenyum. Gadis itu dengan cepat meraih botolnya agar bisa minum sehingga fokusnya dapat segera teralihkan."Okeee, tanya ke chatGPT," ucap Rena berusaha kembali serius pada topik pembicaraan mereka."Terus apa kata chatGPT?" tanya Rena usai meletakkan botolnya kembali ke meja.Mitha memajukan bibirnya. Meski terlihat tak senang, Mitha tetap ingin bercerita tentang kebodohan yang telah lama ia pendam ini."Menurut chatGPT, hal itu dikarenakan dalam hati aku merasa enggak dianggap sebagai bagian dari hidup pacarku. Umumnya, undangan pernikahan adalah ajang perkenalan pasangan
"Dia adalah contoh nyata dari istilah 'kalau udah cinta, tai ayam pun rasa coklat'. Gak usah terlalu dipikirin," jawab Mitha dengan mimik wajah jutek andalannya."Pfffttttt, bisa-bisanya lo Mit..." sahut Olivia.Olivia sendiri tidak pernah terpikir lagi dengan istilah jadul itu hingga Mitha menyuarakannya."Hahahaa...""Hahaha, tapi bener juga sih ya.""Emang dia segitunya banget..."Seluruh anggota tim jadi menertawakan celotehan Mitha sebelumnya. "Halo???" ucap seseorang memecah gosip sore Rena and friends.Semua orang langsung menoleh ke arah sumber suara."Jamal... Jamal... Bisa-bisanya dateng sekarang, lagi seru nih kittaaaa..." ucap Olivia sedikit merajuk pada Jamal."Bikin kaget aja..." gumam Mitha."Hehe... Maaf ya, maaf banget. Bentar doang kok. Mau kasih undangan nikah buat kalian satu divisi," jawab Jamal malu-malu.Jamal pun meletakkan undangan fisik berbentuk amplop berwarna merah ke meja yang paling dekat dengannya."Waaahhh... Selamat Jamaallll, akhirnyaaaa...""Widihh
"Aku gak janji ya mbak, kan ada beberapa orang yang lewat tadi pas aku lagi ngomong sama debt collector. Apalagi mbak tahu perlakuan Silvi itu parah banget ke aku. Jadi jangan berharap banyak, aku gak sebaik itu mbak," jawab Rena datar."Kenapa harus capek-capek rahasiain, biarin aja dia malu. Kalo emang bukan dia, biarin aja entar dia klarifikasi sendiri. Ngapain aku harus pusing pikirin dampak yang bakal dia dapet," gerutu Rena dalam hati.Rena langsung berdiri bersiap untuk keluar ruangan."Terus uangnya gak apa mbak gak usah dibalikin, anggap aja aku nyumbang. Buang sial. Aku pamit balik ke meja mbak," pamit Rena pada Hanna.Hanna tak bisa berkata apa-apa untuk menahan Rena. Wanita itu coba memposisikan dirinya di kaki Rena."Jika aku Rena, sepertinya aku akan langsung membuat pengumuman ke seluruh kantor agar dia malu," gumam Hanna.***"Si gatel lewat tuh...""Kapan sih dia resign, kesel banget harus lihat dia lewat..."Meski celaan ini sudah menjadi santapan sehari-hari, tetap
"Halo... Pak... Saya bukan Silvi, ini siapa ya? Boleh jelasin dulu kenapa bapak cari Silvi?" tanya Rena berusaha menekan emosinya."MANA SILVI? SURUH DIA BAYAR HUTANG! MAU CUMA DAPET DUIT AJA, BAYAR GAK SANGGUP. KALAU GAK SANGGUP BAYAR JANGAN PINJEM!""Pak... Maaf ya, anda bisa kan bicara santai saja. Silvi siapa yang anda cari?""SILVIA ANDARINA LAH! SIAPA LAGI? BUDEG YA LO?!""Apa-apaan pria ini? Kurang ajar sekali!" maki Rena dalam hati.Rena yang diam sebentar itu menatap Mitha dan Rendy berjalan santai melewati dirinya."Kamu kenapaaa?" tanya Mitha dengan suara pelan."Gak apa, lanjut aja lanjut..." jawab Rena yang tak kalah pelan."Beneran kamu gak apa?" tanya Rendy.Terlihat sekali pria itu mengkhawatirkan Rena."Gak apa, lanjut aja kalian kalau mau pergi," jawab Rena lagi."Pak, Silvia Andarina sedang tidak ada di kantor. Sebaiknya anda langsung menghubungi ponsel Silvi saja, yang anda hubungi sekar