LOGINKeesokan harinya Revan tidak datang ke pengadilan.Jadi Aira dengan pamornya sebagai influencer membagikan kisah kehidupannya selama ini secara live.Alhasil pada sidang selanjutnya, Revan akhirnya hadir.Gedung pengadilan dipenuhi kilatan kamera dan bisik-bisik wartawan. Nama Aira dan Revan menjadi tajuk utama sejak pagi.Aira datang mengenakan setelan hitam mencolok. Rambutnya diikat rapi, wajahnya tenang dengan memakain kacamata hitam.Ezra berdiri tak jauh, ia terus memberikan dukungan pada Aira.Sidang akhirnya dimulai.Pihak Revan langsung menyatakan penolakan. Pengacaranya adalah salah satu nama besar yang sering muncul di layar televisi.“Klien kami menolak gugatan cerai. Tuduhan perselingkuhan dan pernikahan siri tidak berdasar,” ujar sang pengacara lantang.Revan duduk tegak, wajahnya kaku. Ia yakin uang dan nama besar bisa menyelamatkannya.Tapi Aira hanya mengangguk kecil pada kuasa hukumnya.“Silakan majelis melihat bukti-bukti yang kami ajukan,” ujar pengacara Aira tenan
Mobil Revan melaju cepat membelah jalanan kota.Aira memeluk tas kecilnya erat. Dadanya naik turun, bukan karena takut melainkan karena merasa malu.“Berhenti narik aku kayak aku ini barang!” akhirnya ia bersuara, suaranya bergetar tapi tegas.Revan tidak menoleh. Rahangnya mengeras. “Kalau kamu masih merasa istriku, kamu nggak akan biarin cowok lain mepet kamu sejauh itu.”Aira tertawa pendek, pahit. “Masih merasa istrimu?” ulangnya lirih. “Aku kerja, Revan. Kamu tahu dari awal aku model.”“Model, iya,” balas Revan dingin. “Tapi bukan buat dipeluk, dipegang, dan hampir dicium di depan umum.”Mobil berhenti mendadak di pinggir jalan. Revan mematikan mesin dengan kasar, lalu menoleh tajam ke arah Aira.“Kamu tahu rasanya lihat foto-foto itu?” suaranya rendah, penuh tekanan. “Kamu tahu rasanya dadaku kayak diremas?”Aira terdiam beberapa detik. Lalu ia menatap balik, matanya berkaca-kaca bukan karena lemah, tapi karena terlalu lama menahan.“Kamu mau bicara soal rasa sakit?” katanya pel
Beberapa hari kemudian, Aira kembali mendapat tawaran sebagai model iklan.Lokasi syuting hari itu jauh lebih megah.Sebuah ballroom hotel mewah disulap menjadi set untuk pemotretan iklan parfum kelas atas.Hari itu Aira menggunakan gaun satin hitam berpotongan simpel tapi elegan. Rambutnya disanggul rendah, makeup natural menonjolkan aura dewasa yang anggun.Semua kru berbisik-bisik, takjub dengan pesonanya.Tak lama, Ezra muncul di damping Candra. Ia menggunakan kemeja hitam dengan rambut di tata rapi dan kacamata hitam.Kru wanita di lokasi langsung histeris melihat kedatangannya.Ezra hanya melambaikan tangan singat dan langsung mendekati Aira, “Kita ketemu lagi!” suaranya rendah, disertai tatapan nakal.Aira tersenyum canggung. “Hmm iya.”Produser memintanya segera berpose di depan kamera.“Oke, konsepnya romantis, elegan, chemistry pasangan dewasa dengan pria muda. Jadi Ezra, kamu harus bikin Aira terlihat makin cantik. Aira, kamu tetap jadi dirimu yang dewasa, berkelas.”Aira m
Beberapa menit kemudian, Revan berdiri di dapur. Ia menuang air ke dalam gelas, lalu kembali ke ruang tamu dan menyerahkannya pada Tania yang pura-pura lemas di sofa.Tania menerimanya dengan tangan gemetar. “Makasih, Mas,” bisiknya.Tapi Revan tak menjawab. Matanya menatap kosong ke arah tangga, ke arah pintu kamar yang sudah tertutup rapat.Di ujung meja, ada sisa roti isi dari tadi malam. Bungkusnya masih ada tulisan kecil dengan spidol:"Untuk Mas Revan jaga kesehatan."Tulisan tangan Aira.Tania mengikuti arah pandang Revan, lalu menunduk. Ia tahu sebenci-bencinya Aira wanita itu masih lebih punya tempat di hati Revan, daripada dirinya yang kini sah sebagai istri.Di atas sana, Aira berdiri di balik tirai jendela kamar, menatap halaman depan yang mulai disinari mentari. Ia tersenyum kecil.Keesokan paginyaAira turun dari mobil dengan anggun. Blazer putih elegan membalut tubuh rampingnya, rambut dikuncir rapi, dan riasan wajah yang flawless.Di belakangnya, Tania mengekor, membaw
Aira berdiri di depan mobil SUV hitam yang sudah disiapkan untuk kembali ke Jakarta. Ia mengenakan coat panjang berwarna beige dengan syal wol di lehernya.Sembari menunggu Revan dan Tania mengambil barang, ia mengecek ponselnya ada satu pesan video dari Aluna yang dikirim mertuanya: “Mama cepat pulang Aluna pengen peluk!”Senyum tipis muncul di wajah Aira. Namun sebelum ia sempat membalas, langkah cepat menghampirinya dari arah kiri.“Maaf, Kak Aira?” suara itu datang dari seorang pria muda bersetelan rapi, ia manajer Ezra yaitu Candra.Aira menoleh ramah. “Ya?”Pria itu tersenyum profesional. “Ezra titip pesan. Dia ingin sekali mengundang Kak Aira makan malam sebelum pulang ke Jakarta. Hanya berdua. Katanya, untuk merayakan kerja sama luar biasa hari ini.”Aira terdiam sesaat. Di belakangnya, Revan dan Tania baru tiba sambil menarik koper perlengkapan Aira. Revan menatap ke arah pria itu, waspada.Aira tersenyum sopan, lalu menggeleng halus. “Sampaikan terima kasih untuk Ezra. Tapi
Kantor tempat Aira bekerja hari itu sedang sibuk. Ruang meeting dipenuhi tim produksi dan perwakilan brand luar negeri yang hendak bekerja sama.Di sudut ruangan, Tania duduk dengan gugup, keringat dingin membasahi pelipisnya. Ia baru tiba satu jam lalu, dan Aira belum berbicara sepatah kata pun padanya.Aira melangkah masuk dengan anggun, mengenakan setelan blazer putih bersih dan rok pensil. Makeup-nya flawless. Dia tampak seperti pusat gravitasi ruangan.“Pagi semuanya,” sapanya ramah. “Langsung saja ya, kita mulai.”Tania buru-buru bangkit berdiri, membuka presentasi. Tapi suaranya gemetar. Slide salah. Bahasa Inggrisnya terbata. Semua mata mulai berpaling dengan ekspresi tak nyaman.“Sebentar,” potong Aira halus, meski suaranya menohok. “Tan, kamu upload file yang salah. Itu bukan untuk klien hari ini.”Tania membeku. “Maaf, aku pikir—”“Kamu pikir?” Aira menoleh pada tamu, tersenyum sopan. “Sorry for the inconvenience. My team member is still in training.”Semua tertawa kecil.S







