Bug?"Kalau jalan pake mata dong!" Terdengar suara seorang wanita mengumpat kesal. "Saya minta maaf Nyonya, saya tidak sengaja!" Wanita yang masih membawa nampan ditangannya itu menunduk, ketakutan.Nilam dan Willy segera menoleh. Keduanya terbelalak karena ternyata suara itu adalah suara Shireen bersama seorang pria namun bukan Daffa.Seketika darah Nilam mendidih dibuatnya. Kenapa secara kebetulan wanita iblis itu berada di restoran yang sama.Shireen tidak memperhatikan jika disana ada William dan Nilam."Mas!" Panggil Nilam, dan Willy mengerti. Mungkin istrinya tidak ingin melihat Shireen, karena kejadian waktu itu, seakan membuat Luna bad mood.Suaranya yang keras dan lantang kembali terdengar oleh mereka."Aku akan meminta ganti rugi! Jika tidak kau beri, aku akan suruh manager restoran ini memecat-mu! Kamu tahu, ini baju mahal! Belinya pun di Paris! Gajimu sebulan tidak akan cukup untuk membelinya!" bentak Shireen dengan menunjuk-nunjuk pramusaji tersebut."Ampun Nyonya, janga
Banyak yang berseru pada pasangan yang baru melewati mereka. Nilam menenggelamkan wajahnya didada William karena malu."Bisa diam kamu!" teriak Willy tidak suka."Maaf maaf!" Mereka menunduk dan melanjutkan makan mereka.Dalam hati Nilam bergelut tidak menentu. 'Aku suka ketegasannya, tapi kenapa selalu berbeda jika denganku? Dia lebih romantis dan aku,-' Nilam tidak melanjutkan gumamnya, dan lebih memilih memejamkan mata.*****Sementara dikediaman Daffa Ardiansyah...Pria itu duduk di teras rumah dengan menyulut batang rokok. Membuat bentuk bulatan asap yang ditiupkan keatas hingga membumbung tinggi. Ia lakukan berulang kali. Dengan menyeruput kopi panas kegemarannya. Menyilangkan kaki, menunggu Shireen pulang.Beberapa menit kemudian yang ditunggu datang juga, wanita itu terlihat bahagia dengan mengombang ambingkan tasnya berwarna hitam.Ia tidak mengetahui jika Daffa menunggunya di luar rumah. Saat kakinya melangkahkan kaki menaiki tiga tangga kecil di depan rumah, pria itu berkat
"Selamat pagi Pak Willy, selamat pagi Ibu Nilam ..." Seperti biasanya para pekerja kantor memberi sapaan pada kedua direktur yang baru memasuki koridor kantor tersebut.Sudah menjadi kebiasaan perusahaan mereka harus berbaris dulu untuk memberi ucapan selamat pagi pada atasan mereka.Hari ini William mengenakan setelan jas berwarna hitam, dengan kemeja putih, selaras dengan sepatu yang ia kenakan.Sedangkan Nilam seperti biasanya, selalu tampil cantik dengan semua pakaian yang dikenakannya. Memakai jas pendek coklat bergaris, mengenakan kacamata diatas kepala.Bagi pria yang memandangnya pasti akan terlena di buai-nya. Tubuhnya yang penuh, padat dan berisi. Membuatnya seakan ikut bergoyang di saat ia melangkahkan kaki.Setelah kedua direktur itu tidak terlihat lagi dari pandangan mata, barulah para bawahan berani berbisik satu sama lain untuk memuji mereka.William dan Nilam masuk ke ruangan masing-masing dan bersiap melakukan pekerjaannya.Tok tok tok!"Silahkan masuk!" teriak Willia
Nilam tersenyum, menciumi semerbak harumnya bunga mawar dan meletakkan buket itu diatas meja kerjanya, tanpa sadar jarinya tertusuk duri.Ia sedikit menahan sakit, duri itu merobek kulit jarinya. Tetesan darah segar jatuh kelantai. "Aduh! Kamu cantik, tapi kau menyakitiku!"Segera ia mengambil obat dan menutupnya dengan plester. Ia suka bunga mawar, tapi selalu tertusuk oleh durinya.Tok tok tok!"Ya ... Silahkan masuk!"Sekretaris Nilam kembali membawa buket bunga mawar berwarna putih. Ia makin bingung."Maaf, Bu Nilam. Ada buket dari penggemar Ibu. Kurir tidak menyebutkan siapa pengirimnya. Silahkan!" Gabriella menyerahkan bunga kedua pada Nilam. Setelah berbicara beberapa hal tentang pekerjaan, ia segera keluar. "Ada-ada saja, Mas Willy ini. Gak nemuin aku, malah ngirim bunga banyak banget." Nilam tersenyum menggelengkan kepala.Ia letakkan bunga ditempat berbeda, kebetulan disana ada pot bunga berbahan keramik.Beberapa jam kemudian buket bunga ketiga yang ukurannya lebih besar k
Kali ini perasaan Luna tidak tenang, tapi ia tetap berjaga--agar semua hal buruk yang ia pikirkan tidak terjadi.Sesekali ia melihat wajah wanita disampingnya itu. 'Mungkinkah ia akan seperti Shireen nantinya? Yang tidak tahu balas budi? Ah, aku tidak boleh memiliki pikiran buruk,' tepisnya."Maaf kalau boleh tahu siapa nama, Mbak. Biar saya manggilnya lebih enak?"Dengan sesekali melirik wanita yang menyilangkan kaki itu, sedikit sesak melihat seperti ini.'Tenang Luna ... Harus positif thinking ya,' ucapnya tanpa suara."Saya Sandra. Kalau, Mbak?" Rupanya ia juga ingin mengetahui nama Luna. Dengan mengoper tangan kiri mengendalikan stang mobil, ia menjabat tangannya."Saya Lu- ‘baru ingat salah sebut’ maaf Nilam," ucapnya masih fokus jalan depan.Dia menanyakan berapa lama bekerja di tempat hiburan malam itu, dan Sandra menjawab sudah 3 tahun lamanya Beberapa saat kemudian, mereka sudah sampai di kediamannya. Luna menghentikan mobil di depan pintu utama, lalu menyuruh sopir untuk m
William Menakutkan Sandra mencoba menyapanya ...Willy mengernyitkan kening. Ia tidak terlalu suka pada wanita yang sok kenal seperti ini.Ia mengabaikan sapaannya. Dan berjalan menuju mobil. Luna tidak tahu, Willy akan pergi kemana sepagi ini. Bukankah hari ini libur kerja?Cepat-cepat ia menghadangnya. "Mas, kamu mau pergi kemana?" Dengan melirik Sandra yang memperhatikannya dari jauh. "Aku ingin jalan-jalan. Angel masih tidur, aku tidak bisa mengajaknya."Kali ini William merubah sifatnya, istrinya juga sudah tidak perduli lagi terhadapnya."Kamu tidak mau mengajakku?" Luna mengangkat kedua bahunya."Rawat saja wanita itu, dia lebih membutuhkan kamu! Aku pergi!" ucapnya segera menaiki mobil dan pergi begitu saja.Luna bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi pada William. Pria itu sangat dingin pagi ini. Apa Luna melakukan kesalahan?*****Beberapa pakaian Nilam diberikan untuk Sandra, salah satunya sudah dikenakannya, kini ia terlihat semakin cantik."Mama .... !"Suara ter
"Sayang, aku tidak bisa berpuasa lebih lama lagi, kapan kewajiban kamu sebagai istri kau penuhi?"Deg!Kalimat itu seolah membunuhnya. Nafas Luna makin tercekat. Tubuhnya gemetar, hampir darahnya mengalir lebih deras dari biasanya.Ucapan William menjadi boomerang untuk dirinya sebagai Nilam. Bagaimana ia akan bisa terus menghindar darinya.Ini bukan soal mudah. Menjadi Nilam juga harus bisa memberikan kewajiban itu pada suami Nilam. Tapi? Apa dia bisa melakukannya?Ini sama sekali tidak terlintas dibenak Luna.Sementara ia bukan Nilam sesungguhnya? Ia hanya ingin meminjam wajah itu untuk misinya. Bukan sebagai pemuas nafsu Willy."Beri aku waktu!"Bug!Ia memukul dinding disampingnya berulang kali. Menunjukkan respon kemarahan atas yang diucapkan Luna barusan.Ia lepaskan jeratan Luna di sudut tembok. Ia berjalan meninggalkannya. Pria itu keluar dengan perasaan sakit.Luna membuka mata dan bisa bernapas dengan lega melihat ia pergi. Namun ia sedih melihat William bersikap kasar padan
"Ayo terus bersulang , William ...!""Cheers"Beberapa pria berjas--rekan kerja Willy dalam satu meja, mengadakan pesta.Mereka menyambut William yang sudah lama tidak berkutat pada minuman memabukkan itu.Pernah beberapa kali saat ia sedang pusing datang kemari, bersama mereka. Dan kini keadaannya pun sedang tidak baik. Teman peminum Willy sudah dapat mengetahui kebiasaannya. "Ah ... Aku suka kalau bos muda satu ini kembali berpesta bersama kita. Seberapa banyak botol yang kita inginkan, dia sanggup membayar! Haha!" "Jangankan 10 botol sampai berapa puluh botol, tempat ini aku beli pun, aku mampu!"Salah satu dari mereka yang terlihat lebih tua, berkata sambil menggeleng kepala, matanya yang terlihat sipit dan tubuhnya tidak tampak tegap lagi. Terlihat sempoyongan, akibat jumlah kadar alkohol yang ia minum melebihi."Udah! Aku sedikit pusing!"Brak!Dengan meletakkan gelas itu beserta lengannya, menambah tinggi suara yang di ciptakan."Yah! Payah sekali! Baru juga meneguk beberap