Share

Bab 4. Hidup Baru

[Setelah kematian Luna Diana Lita, sang suami mengabarkan pertunangannya dengan perempuan yang dijodohkan dengannya. Banyak orang berharap, pria yang telah ditipu istrinya itu dapat berbahagia. Terlebih, Daffa Ardiansyah harus berjuang keras mengembalikan uang yang terlah digelapkan almarhumah istrinya. Namun, banyak orang yang mendukung pria– ]

Tit!

Luna mematikan televisi di ruang rawat inapnya dengan cepat.

Ekspresi wajahnya pun menggelap.

Pria itu telah menyelingkuhi dan menuduhnya. Dan sekarang, dia akan hidup bahagia begitu saja?

Rasa sakit dalam diri Luna sudah tak terkira saat ini.

Jika saja dia sudah benar-benar mati, tidak akan ada orang yang tahu kebenaran ini. Orang-orang akan mengenangnya sebagai penipu yang layak untuk meninggal tragis.

“Apa ini kesempatan yang diberikan oleh Tuhan untuk membalaskan dendamku?” gumam Luna pelan. 

Tanpa sadar, air matanya menetes.

Dia merasa dia tidak yakin akan keputusan yang diambilnya.

Saat ini, dia sudah mencuri wajah orang yang telah meninggal. Dia juga mengambil posisi Nilam tanpa diketahui siapapun. Jadi, dia tidak ada bedanya dengan Daffa ataupun mantan sahabatnya.

“Apa yang harus kulakukan?” lirih Luna pada dirinya sendiri.

Lama, perempuan itu berpikir, hingga dia memutuskan suatu hal besar: dia akan mengaku pada William setelah pria itu pulang dari kantor dan menjenguknya. 

“Mungkin, William akan marah padaku. Tapi, itu lebih baik agar hatiku tenang saat membalas dendamnya pada Daffa.”

*******

Kriet!

Pintu ruangan Luna terbuka, hingga membuatnya menoleh cepat.

Terlebih, kini sudah pukul 18:00. Dia yakin pria itu adalah William.

“William!” teriak Luna bersemangat.

Pria tampan itu sampai mengerutkan dahi. Tidak biasanya, istrinya itu bersemangat melihatnya, terlebih setelah kecelakaan itu. “Ya?”

Sebenarnya, Luna menyadari itu, tapi dia tak peduli. Dia harus cepat mengatakan kebenaran ini pada William. Jadi, ditatapnya dalam pria itu.

“Aku ingin mengatakan sesuatu. Maaf, aku–”

“Sayang … akhirnya, kamu sadar!” Seorang wanita berusia 50 tahunan akhir datang dengan wajah bahagia, hingga ucapan Luna terhenti.

Diperhatikannya wajah wanita itu yang masih terlihat cantik meski sudah cukup berumur.

"Maaf, kami baru bisa kembali. Pesawat kami terjebak badai di Amerika, Nak.” 

Kali ini, pria paruh baya yang sepertinya pasangan wanita itu berbicara.

Luna termenung. Dia tidak mengerti situasi ini. 

Dengan penuh harap, dia menoleh pada William untuk meminta bantuan. 

Menyadari itu, William pun langsung berbicara pada dua orang di hadapannya. “Ma, Pa. Maaf, William lupa kasih tahu. Sepertinya, Nilam mengalami trauma pascakecelakaan. Jadi, dia lupa dengan kita.”

“APA?!” Wajah wanita itu terlihat panik. “Ya Tuhan, bagaimana ini? Kamu benar-benar tidak mengenali mama, Nak?”

Luna pun mengangguk.

Sebenarnya, bisa saja dia mengaku bahwa dirinya bukan Nilam sekarang. Namun, dia tak berani begitu melihat pasangan paruh baya ini.

Mereka pasti akan marah dan sedih bila mengetahui dirinya bukan putri mereka. Dan, putri mereka yang asli telah meninggal….

"Lalu, bagaimana hasil pemeriksaannya, Will?” tanya Papa Nilam mendadak.

“Menurut hasil pemeriksaan, tidak ada luka serius pada kepalanya. Jadi, kita hanya menunggu waktu untuk pemulihan Nilam saja." 

Kedua orang tua itu pun mengangguk meski masih mencerna informasi baru ini. Ada perasaan tak tega di hati Luna melihat itu semua.

“Mama!”

Gadis kecil favorit Luna saat ini masuk ke ruangannya ditemani baby sitternya.

Dipandangnya sang ayah untuk membantunya duduk di samping Luna.

Gegas, William mengangkat gadis kecil yang langsung menghambur ke pelukan Luna. 

Perlahan, Luna pun memeluk anak itu, hingga anak itu tersenyum bahagia bahkan tertawa nyaring. 

Semua orang dalam ruangan pun tertawa. 

“Jangan ketawain Angel!” seru gadis kecil itu sedikit merajuk.

“Iya, Sayang. Opa nih yang ketawa. Nanti, jangan dicium, ya,” ucap Mama Nilam membujuk cucunya.

Angel pun mengangguk. Lalu, dia menatap “ibunya” lagi. “Mama, kapan pulang?”

“Sebentar lagi,”  ucap Luna pelan. 

“Yeay!! Nanti, kita tidur bareng sama papa kaya dulu banget itu, loh!” ucap Angel riang.

Meski bingung, Luna pun tersenyum.

Dalam hati, ada pergulatan batin dalam dirinya. Bagaimana nasib Angel bila tahu mamanya telah meninggal? Apakah gadis itu akan menangis?

Membayangkannya, hati Luna sakit.

Dia tidak ingin malaikat kecil itu bersedih. Keinginan untuk mengaku bahwa dirinya bukan Nilam perlahan mengabur. 

‘Maaf dan terima kasih, Nilam. Izinkan aku meminjam wajah dan posisimu untuk balas dendamku. Tapi, aku berjanji untuk menjaga hal-hal yang penting untukmu.’ 

Luna lantas memeluk Angel erat.

Semua orang tersenyum melihat kedekatannya dan “sang anak”.

Bahkan, William pun tersenyum melihat kedekatan keduanya. Hanya saja, ada rasa bingung dalam diri pria itu karena Nilam begitu berbeda.

Istrinya ini menjadi lebih lembut dan penyabar, bahkan dia tidak menegur Angel untuk tertawa lebih anggun, seperti dahulu. 

Yang lebih membuatnya terkejut adalah Nilam bahkan mengizinkan Angel tidur bersama mereka. Padahal, dulu wanita itu selalu mengatakan bahwa sebagai orang tua, mereka harus disiplin pada Angel.

‘Apa kamu benar-benar Nilamku?’ batin William. 

Namun, ditepisnya rasa curiga itu. Saat ini, yang penting Nilam ada di dekat dirinya.

Mga Comments (5)
goodnovel comment avatar
Iin Romita
Ya Kak ... Uda mau jujur ...
goodnovel comment avatar
Iin Romita
Jawabnya ini ada di bab akhir2..... terimakasih Kaka, maaf ceritanya slow Kak
goodnovel comment avatar
Dara Kirana
Gimana perasaan William kalo tahu itu bukan istrinya. Nyesek bgt pasti ...
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status