William mengernyitkan dahi bingung.
Kedua kalinya sang istri melepas pelukan dan menatapnya asing. Bahkan, kini dia mengatakan bahwa dirinya buka istri William.
Namun, belum sempat dia berkata apa pun, seorang baby sitter berbaju merah muda datang bersama gadis kecil yang usianya kisaran 3 tahun.Dengan kuncir kuda dan poni di dahinya, anak itu terlihat sangat lucu menggemaskan.
"Mama!" panggil sang gadis pada Luna. Dia pun berlari mendekatinya yang tengah duduk di atas ranjang pasien.'Apa? Anak ini panggil aku dengan sebutan Mama?’ Luna sontak membatu. Dia tidak memberikan senyuman atau usapan kasih sayang di atas kepalanya.
William menyadari itu. Dengan cekatan, dia menyuruh petugas medis untuk keluar dan memberi ruang bagi keluarga kecil mereka.Setelah mereka keluar, barulah ia membantu menaikkan tubuh kecil itu di samping Nilam.
"Sayang, Mama sedang sakit. Putri kecil papa tidak boleh nakal, ya?" ucap William lembut. "Ya Papa, Angel tidak akan ganggu Mama, kok. Angel hanya rinduuu …. Mama karena Mama tidak pulang-pulang. Angel kesepian kalau harus bermain sendirian," jelas gadis kecil dengan suara yang belum terdengar jelas.Tapi, entah mengapa tingkah itu mampu membuat Luna tersenyum.
Tanpa disadari, Gadis kecil itu menghambur ke pelukannya. Tidak mungkin dia menolak pelukan malaikat kecil itu. Dia teramat menggemaskan. "Angel sayang banget sama Mama," ucapnya dengan suara khas yang lucu dan sedikit serak, “jangan sakit lagi, ya!”Luna tidak menjawab apa pun. Wanita itu bingung menanggapi anak bernama Angel ini.
Seketika, gadis mungil itu sedikit manyun membuat hati Luna tidak tega.
Dengan gugup, wanita itu pun menyentuh halus rambut anak di pelukannya, “I–ya, Mama usahakan.”
William dapat mendengar nada ragu di suara “istrinya” itu. Meski demikian, pria itu tak dapat menyembunyikan senyumnya. ‘Setidaknya, kau tidak menolak anak kita, Nilam.’
“Nah, supaya mama cepat sembuh, Angel juga harus biarin mama istirahat dulu. Bagaimana?” Tatap pria itu lembut.
Siapa pun yang melihat ini tidak akan menyangka bahwa pria ini adalah Pewaris Keluarga Bagaskara yang terkaya di Surabaya.
Bahkan meskipun Luna belum tahu identitas pria itu, dia menyadari bahwa pria ini bukanlah ‘orang biasa’.
Luna menatap Angel yang mengangguk meski masih cemberut. Rasanya, perempuan itu ingin menyentuh pipi anak itu.
Puk!
Tanpa sadar, Luna menyentuh pipi gadis kecil itu.
“Mama!” Tawa riang dibuat oleh Angel ketika mengira Luna menggoda dirinya.
Perlahan, Luna pun mulai tersenyum. Situasi gila ini membuatnya sulit bahagia. Namun, kehadiran anak itu, mampu membuatnya sedikit melupakan segalanya.
Namun, seperti permintaan pria yang mengatakan dirinya adalah suami Luna, Angel pun keluar kamar rawatnya–menyisakan Luna dan William di tempat itu.
Menyadari tingkahnya yang sedari tadi terlalu kasar, Luna mulai merasa bersalah.
“Maaf,” lirih perempuan itu.
William menatap “istrinya” bingung. Namun, pria itu mulai tersenyum.
“Tenanglah, Nilam. Jika kau, ingin aku menjauh sebentar, tidak masalah, Aku tidak akan bertanya. Yang penting, kau segera pulih.”
Deg!
Luna tertegun saat menatap pria yang jauh lebih tampan dan hangat dari suaminya yang asli itu.
Untungnya, dia dapat mengendalikan diri. Dia menyadari bahwa William adalah milik perempuan bernama Nilam–bukan dirinya.
"Di manakah Nilam asli? Aku tidak bisa menyelamatkannya. Dia terjatuh ke dalam jurang. Bagaimana keadaannya sekarang?" batin Luna tak tenang.
“Sayang, kamu kenapa?” tanya William panik.
“Ponsel. Di mana ponselku?”
William terdiam mendengar pertanyaan Luna.
“Semua barangmu hancur, hanya dompet yang ditemukan dekat tubuhmu yang bersimbah darah. Untung, kau selamat….”
Wajah pria itu seolah menahan marah. “Tenang, Sayang. Aku akan menemukan penyebab kecelakaanmu. Jangan khawatir”
Luna bergidik ngeri melihat tatapan dalam William.
“Seingatku, ada perempuan lain bersamaku di lokasi kejadian. Di mana dia?” Ragu-ragu, Luna menanyakan keberadaan “Nilam” asli.
Namun, William hanya menggeleng. “Memang ada korban lain. Tapi, aku lupa namanya. Kalau tidak salah, dia adalah istri dari Daffa Ardiansah. Katanya, perempuan itu kabur karena ketahuan menggelapkan dana perusahaan.”
Luna mengepal marah. Sudah terkena kecelakaan, dia justru dituduh oleh suaminya dengan kejam.
“Lalu, di mana perempuan itu?”
“Setahuku, perempuan itu meninggal.”
“APA?!”[Setelah kematian Luna Diana Lita, sang suami mengabarkan pertunangannya dengan perempuan yang dijodohkan dengannya. Banyak orang berharap, pria yang telah ditipu istrinya itu dapat berbahagia. Terlebih, Daffa Ardiansyah harus berjuang keras mengembalikan uang yang terlah digelapkan almarhumah istrinya. Namun, banyak orang yang mendukung pria– ]Tit!Luna mematikan televisi di ruang rawat inapnya dengan cepat.Ekspresi wajahnya pun menggelap.Pria itu telah menyelingkuhi dan menuduhnya. Dan sekarang, dia akan hidup bahagia begitu saja?Rasa sakit dalam diri Luna sudah tak terkira saat ini.Jika saja dia sudah benar-benar mati, tidak akan ada orang yang tahu kebenaran ini. Orang-orang akan mengenangnya sebagai penipu yang layak untuk meninggal tragis.“Apa ini kesempatan yang diberikan oleh Tuhan untuk membalaskan dendamku?” gumam Luna pelan. Tanpa sadar, air matanya menetes.Dia merasa dia tidak yakin akan keputusan yang diambilnya. Saat ini, dia sudah mencuri wajah orang yang telah
Saat ini, mereka berdua di dalam kamar.William yang saat ini tengah bersantai di atas ranjang, melihat ke arah pintu. Istrinya yang menggunakan pakaian piyama berjalan ke arahnya lalu naik ke atas ranjang.Wanita itu menunjukkan wajah khawatirnya seraya mengelus pipi suaminya, dan menanyakan kenapa dia belum tertidur. William hanya menjawab kalau saat ini sedang banyak pikiran. Nilam tidak tahu, apa yang sebenarnya dipikirkannya. Meski memendam ketakutan lebih untuk menanyakan, alih-alih ia menanyakan perbedaan dia dengan Nilam istrinya. Ia menepis praduga itu, dan mencoba menjadi pribadi Nilam yang peduli terhadap suaminya."Apa yang sedang kau pikirkan, Sayang?" tanyanya sambil menatap kedua bola mata William yang penuh kekhawatiran. Pria itu pun memandang wajah istrinya. "Tidak ada apapun, Sayang. Hanya ada sedikit pekerjaan kantor yang bermasalah," ucapnya dengan memegang dagu Nilam gemas. "Oh ya, kamu dari mana? Lama sekali aku menunggumu?""Angel lagi rewel, Mas. Aku temani
“Nilam Ayu Bagaskara. Istri dari William Bagaskara. Terkenal tegas dan cuek. Wanita ini pemberani, pintar, dan menyukai tantangan.” “Sedari remaja, kerap mendaki gunung dan mengikuti pecinta alam. Bila belum mengenal, orang akan mengiranya sedikit sombong. Padahal, hatinya sebenarnya baik dan menyayangi keluarganya.” “Hanya saja, putri dari Seno Bhaskara pendendam. Dia membenci orang-orang yang berani menyentuh sesuatu yang disayanginya.”Setelah beberapa hari berlalu, Luna semakin memantapkan dirinya sebagai Nilam seutuhnya. Menggunakan beberapa informasi mengenai kepribadian dan keseharian wanita itu, Luna semakin lama semakin akrab dengan identitas ini.Dia bahkan tidak terkejut bila ada orang yang memanggilnya Nilam.Meski bertolak belakang dengan segala sifat aslinya, demi dendamnya, ia akan melakukannya. Dan semua dimulai dengan kembali memimpin di Perusahaan Bhaskara Group. Meski William melarang, ia akan tetap memaksa. Setidaknya, ini bentuk balas budinya pada Nilam asli
William terkejut saat Luna kembali dengan ekspresi buruk. Ia memperhatikan baju yang ia kenakan basah."Kita pulang saja! Aku tidak bisa lanjutkan makan dalam kondisi pakaian basah seperti ini!" Ia menenteng kembali tas brandednya. "Bagaimana bisa sampai basah begitu, Sayang?" tanya William dengan mengangkat alisnya, ‘bingung’.Segera ia beranjak dari sana tanpa penjelasan Luna. Dengan memanggil pramusaji, pria itu menunjuk beberapa lembar yang ia letakkan di bawah piring untuk mengambilnya.Buru-buru ia melenggang dari tempat itu.*****Masih teringat akan wajah wanita yang menabraknya di restoran tadi.Entah kenapa ada sesuatu yang mengganjal dalam pikirannya. Saat ia kembali dari kamar mandi, wanita itu tidak terlihat di mana pun. Entah mungkin sudah pergi, tanpa sepengetahuannya.Wajahnya yang terlihat menunjukkan aura berbeda, membuatnya tidak tenang. Luna lantas menepis kegelisahan itu. 'Ah, lupakan!' perintahnya, pada dirinya sendiri.'Jika aku Nilam asli, mungkin aku akan b
Mata Luna terbelalak, mendengar ucapan polos-Angel barusan. Ia melirik William yang sudah tidak jelas sikapnya. Pria itu seolah menikmati kebingungannya.'Astaga, rasanya ingin sekali aku menggosok otaknya yang penuh dengan debu itu menggunakan sikat.' Luna menghela nafas kasar dengan menunjukkan wajah manyun."Kenapa, Ma? Kelihatannya Mama tidak senang kalau Angel punya adik? Apa permintaan Angel ini berat ya, Ma?" tanya Angel lugu. Suaranya yang belum bisa mengucapkan kata-kata dengan fasih-membuat Luna tersenyum.Ia pun mencubit pipi Angel gemas. Tak lupa, ia memeluknya penuh kasih sayang."Anak Mama makin lama, makin gemesin deh," puji Luna, makin mempererat pelukannya."Papa peluk juga dong, Ma!" suruh Angel, lugu.Jantung Luna bergetar hebat. Meski ia sadar yang dikatakan Angel karena mengira dirinya adalah Nilam–ibu asli anak itu."Tuh! Dengar, Ma. Angel nyuruh kamu peluk aku. Sini!" titah William dengan merentangkan tangannya.Wajah Luna berubah menjadi kepiting rebus. Namu
Nilam memberontak setelah sadar melihat tubuh dan kakinya diikat di sebuah kursi kayu dengan erat. ”Lepaskan aku! Siapa kamu sebenarnya?" teriak Nilam kencang begitu melihat pria berpakaian serba hitam lengkap dengan penutup kepala dan hanya menyisakan kedua mata, hidung dan mulut. Pria berperawakan tinggi, kekar bagai mafia itu, sontak menatap tajam ke arah Nilam. Diarahkannya senapan yang siap membidik perempuan itu kapan saja dia inginkan. ”Maaf, Nona. Saya tidak bisa melepaskan, Anda! Seseorang telah membayar saya mahal untuk menghabisi Anda sekarang!" "Siapa orang yang menyuruhmu?" Nilam masih belum diam. Tubuhnya bergerak ke sana ke mari–berusaha melepaskan diri dari ikatan. Sayangnya, nihil! Dia justru kelelahan sendiri setelahnya. Nilam pun menghela nafas berulang kali, berusaha tenang.Dia tidak ingin mati konyol sebelum membalas dendamnya. Dia pun yakin William akan menyelamatkan dirinya. Perlahan, Nilam bersikap biasa saja meski sekarang berada dalam ujung maut. "K
Kini, Nilam sudah terkapar lemas di lantai berdebu.Samar-samar, dia dapat melihat Widya dan mafia yang menyiksanya datang kembali.“Haha …. Direktur Utama Nilam, bagaimana kabar Anda? Rasanya sedang tidak baik-baik saja, ya? Apalah arti kekuasaanmu itu jika sekarang kau sama seperti sampah yang tidak bisa didaur ulang. Sangat menjijikkan!” Wanita itu tiba-tiba menginjak tangan Nilam dan menggoyangkan ke sana kemari, hingga terluka karena high heelsnya. “Arggh!” Nilam menjerit kesakitan. ‘Dasar wanita kurang ajar! Dia belum jelaskan siapa dirinya padaku! Jika aku bertanya, aku tidak akan selamat darinya ataupun dari keluarga Bagaskara!' Nilam hanya bisa memaki dalam hati.Baru beberapa bulan menjadi Nilam, ia sudah mendapatkan kejutan besarnya. Bagaimana setelah ini jika ada yang seperti ini lagi?“Sebenarnya, aku ingin sekali membunuhmu, tapi aku tidak ingin polisi mencariku dan memasukkan aku ke dalam penjara,” ujarnya Widya senyum sinis lalu menendang perut Nilam, hingga meringk
William memeluk Nilam erat. Dia sangat khawatir padanya, bahkan dia nyaris gila saat tak bisa melihat wanita itu beberapa hari ini.Cukup sudah Nilam meninggalkan dia koma beberapa minggu. Melihatnya kini seperti ini, rasanya ia gagal menjadi suami yang bisa menjaga dirinya. Di sisi lain, sebenarnya, Nilam ingin menolak pelukan pria itu, tapi tangannya masih lemas untuk melakukannya. Anehnya, Nilam merasakan William menangis. “Kenapa kamu menangis, Mas?” Mencoba untuk bisa tetap tersenyum, William pun membalasnya, “Maafkan aku, Sayang. Aku tidak bisa menjagamu. Tugasku sebagai suamimu, tidak kulaksanakan dengan baik. Lihatlah dirimu sekarang, tubuhmu penuh luka, mari kita pergi ke rumah sakit untuk memeriksanya.” Nilam menggeleng. “Tidak perlu, cukup dirawat dari rumah saja! Aku bosan dengan bau rumah sakit. Biar nanti Mas William memanggil perawat pribadi ke rumah.” “Baiklah.” *****Kini keduanya di dalam kamar.Sebenarnya, bukan kesalahan Nilam jika William putus dengan wanit