Share

Bab 5. Keluarga Bahagia

Saat ini, mereka berdua di dalam kamar.

William yang saat ini tengah bersantai di atas ranjang, melihat ke arah pintu. Istrinya yang menggunakan pakaian piyama berjalan ke arahnya lalu naik ke atas ranjang.

Wanita itu menunjukkan wajah khawatirnya seraya mengelus pipi suaminya, dan menanyakan kenapa dia belum tertidur. William hanya menjawab kalau saat ini sedang banyak pikiran. 

Nilam tidak tahu, apa yang sebenarnya dipikirkannya. Meski memendam ketakutan lebih untuk menanyakan, alih-alih ia menanyakan perbedaan dia dengan Nilam istrinya. 

Ia menepis praduga itu, dan mencoba menjadi pribadi Nilam yang peduli terhadap suaminya.

"Apa yang sedang kau pikirkan, Sayang?" tanyanya sambil menatap kedua bola mata William yang penuh kekhawatiran. 

Pria itu pun memandang wajah istrinya. "Tidak ada apapun, Sayang. Hanya ada sedikit pekerjaan kantor yang bermasalah," ucapnya dengan memegang dagu Nilam gemas. "Oh ya, kamu dari mana? Lama sekali aku menunggumu?"

"Angel lagi rewel, Mas. Aku temani dia tidur dulu. Minta dibacakan dongeng. Tau gak, dia minta diceritain apa?" 

Nilam diam menunggu William menjawab. 

Pria itu menggeleng tersenyum. "Minta diceritain pas kamu bilang cinta sama aku," ucap  Nilam sambil tertawa.

Spontan William pun ikut tertawa. Karena di usianya yang masih balita, gadis kecil itu sudah membahas perihal cinta.

Dalam batin William, ia merasa bahagia melihat kedekatan keduanya setelah kecelakaan itu. 

Sempat ia ragu, apakah istrinya itu akan menyayangi putri mereka lagi. Untungnya, cinta Nilam untuk Angel tidak berubah.

Bahkan, perempuan ini terlihat semakin lembut, membuat William semakin mencintai perempuan itu.

Ia berharap kebahagiaan ini akan selamanya bersama keluarga mereka. 

William teringat sesuatu.

Ia lantas bangkit dan menuju ke arah meja yang di atasnya telah ia siapkan beberapa album foto pernikahan mereka. 

William pun mengambilnya dan menunjukkan pada istrinya itu.

"Sayang, coba lihatlah foto-foto pernikahan kita!" serunya sambil membuka lembar pertama.

Luna menunduk. Kedua bola mata Luna melihat beberapa foto yang ditata apik disana, dengan berbagai gaya. Tampak, Nilam asli dan William terlihat sebagai pasangan yang serasi.

Tanpa ia sangka, kedua bola matanya berkaca-kaca. 

Sebelum William menyadarinya, ia buru-buru menyekanya. 

Pikiran “Nilam” mulai kacau kembali.

Ia menilai dirinya sangat berdosa pada perempuan itu dan berniat akan berkata jujur kembali pada William.

Namun, lidahnya kelu!

"Maaf," lirihnya tanpa sadar.

William yang terkejut segera menutup album foto itu, segera ia merangkulnya.

Pria itu tidak menyadari bahwa dia bukan Nilam, istri yang dicintainya.

Bagaimana kalau pria itu tahu bahwa dirinya adalah Luna wanita teraniaya oleh suami yang sudah mengkhianatinya? Dirinya juga seorang wanita yang dikhianati sahabatnya. 

Dia bukan Nilam yang ditunggu William. Dia juga bukan Ibu dari Angel yang kehadirannya selalu dinanti oleh malaikat kecil itu. 

Air matanya sudah tidak dapat lagi dibendung.

Pria berwajah tampan melebihi suaminya itu pun merasa bingung, kenapa Nilam menjadi pribadi yang lain?

Sebelumnya Nilam, jarang sekali menangis. Tapi, wanita di hadapannya ini lebih pendiam dan hatinya mudah tersentuh. Apa koma dapat mengubah karakter seseorang?

William segera menggelengkan kepala. Ia lantas memilih untuk membantu menyeka air mata istrinya terus dia lihat berjatuhan.

"Apakah ini air mata kebahagiaan? Atau kau menyesal dengan pernikahan ini, Nilam?" William memberi pertanyaan yang sulit untuk dijawab.

Nilam menggelengkan kepala dan menggenggam tangan William.

Ia memberi senyum kecil pada pria itu. 

Dan mencoba memeluknya. 

Malam itu William telah menceritakan banyak hal tentang kehidupan Nilam sebelumnya yang Luna dengarkan sepenuh hati.

**** 

"Daffa, istrimu sudah tidak ada lagi di dunia ini. Apa kau masih menunggunya?"

Seorang wanita berbalut pakaian sexy dan berdandan seperti model terlihat merayu pria berjas yang tengah duduk di ruang kantor.

Tanpa malu, dia membelai berulang kali anggota tubuh di sekitar telinga dan pipi pria itu.

Saat ini, Shireen bahagia. Dia berhasil menyingkirkan Luna dan merebut Daffa dari perempuan itu.

Namun, direktur muda itu hanya diam dan membiarkan Shireen menyentuh tubuhnya.

Bagi Daffa, pembahasan mengenai Luna sangatlah tidak penting. Dia sudah menikah selama 7 tahun dengan sang istri. Namun, mereka belum juga dikaruniai seorang buah hati. Jadi, perempuan itu tak kayak dipikirkan. Sungguh untung ternyata dia cepat meninggal.

Daffa pun tersenyum dan membalas belaian kekasihnya itu. "Aku sudah tidak lagi menunggunya! Dia sudah menjadi abu. Untuk apa aku menunggunya? Waktuku begitu berharga, Sayang." 

Keduanya pun tersenyum dan mulai berciuman dengan intim. 

Bahkan, semakin lama, semakin panas.

Tok tok tok! 

Pintu ruangan Daffa diketuk–membuat aktivitas keduanya terhenti.

"Maaf, Pak Daffa bila mengganggu!" ucap sekretarisnya yang langsung membuka pintu kantornya tanpa disuruh. Ada sesuatu yang penting harus dikabarkan pada bosnya itu.

Melihat itu, Daffa berdecak tidak senang.

"Kamu bisa tidak, saat saya sedang bersama kekasih saya tidak mengganggu! Sudah saya katakan berulang kali, seperti itu saja kelakuanmu!" teriak Daffa pada wanita yang baru beberapa bulan bekerja di sana.

"Maaf, ada informasi penting, Pak. Klien perusahaan mengundurkan diri untuk menitipkan 50% sahamnya pada Bapak. Beliau memilih menginvestasikan sahamnya di perusahaan lain. Mereka membatalkan secara sepihak!" ujarnya dengan hati-hati.

Brak!

Daffa membanting telapak tangan di atas meja, kesal. 

Amarahnya akan meluap setelah ini. Kekasihnya yang bernama Shireen langsung berusaha meredam dengan menepuk bahu Daffa pelan.

"Sabar Sayang," ucapnya berkali-kali. Namun, sepertinya puncak kemarahan Daffa di atas ubun-ubun.

Pyaar!

Tangan yang sudah gatal mendorong keras vas bunga beserta gelas berisi air putih di atas meja hingga pecah berkeping.

"Perusahaan mana yang telah berani merebut klien pentingku?" Daffa menarik kerah baju sekretarisnya, hingga wanita itu ketakutan.

“Kalau tidak salah, perusahaan Bagaskara.” Chelsea tidak berani menatap wajah Daffa yang mulai merah. "Sa–saya akan mencari informasi selengkapnya, Pak!" 

“Cepat cari! Aku akan hancurkan mereka.”

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Noor Sukabumi
konflik dimulai
goodnovel comment avatar
Goresan Pena Bersyair
masih stay
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status