Saat ini, mereka berdua di dalam kamar.
William yang saat ini tengah bersantai di atas ranjang, melihat ke arah pintu. Istrinya yang menggunakan pakaian piyama berjalan ke arahnya lalu naik ke atas ranjang.
Wanita itu menunjukkan wajah khawatirnya seraya mengelus pipi suaminya, dan menanyakan kenapa dia belum tertidur. William hanya menjawab kalau saat ini sedang banyak pikiran.
Nilam tidak tahu, apa yang sebenarnya dipikirkannya. Meski memendam ketakutan lebih untuk menanyakan, alih-alih ia menanyakan perbedaan dia dengan Nilam istrinya.
Ia menepis praduga itu, dan mencoba menjadi pribadi Nilam yang peduli terhadap suaminya.
"Apa yang sedang kau pikirkan, Sayang?" tanyanya sambil menatap kedua bola mata William yang penuh kekhawatiran.
Pria itu pun memandang wajah istrinya. "Tidak ada apapun, Sayang. Hanya ada sedikit pekerjaan kantor yang bermasalah," ucapnya dengan memegang dagu Nilam gemas. "Oh ya, kamu dari mana? Lama sekali aku menunggumu?"
"Angel lagi rewel, Mas. Aku temani dia tidur dulu. Minta dibacakan dongeng. Tau gak, dia minta diceritain apa?"
Nilam diam menunggu William menjawab.
Pria itu menggeleng tersenyum. "Minta diceritain pas kamu bilang cinta sama aku," ucap Nilam sambil tertawa.
Spontan William pun ikut tertawa. Karena di usianya yang masih balita, gadis kecil itu sudah membahas perihal cinta.
Dalam batin William, ia merasa bahagia melihat kedekatan keduanya setelah kecelakaan itu.
Sempat ia ragu, apakah istrinya itu akan menyayangi putri mereka lagi. Untungnya, cinta Nilam untuk Angel tidak berubah.Bahkan, perempuan ini terlihat semakin lembut, membuat William semakin mencintai perempuan itu. Ia berharap kebahagiaan ini akan selamanya bersama keluarga mereka.William teringat sesuatu.
Ia lantas bangkit dan menuju ke arah meja yang di atasnya telah ia siapkan beberapa album foto pernikahan mereka.
William pun mengambilnya dan menunjukkan pada istrinya itu.
"Sayang, coba lihatlah foto-foto pernikahan kita!" serunya sambil membuka lembar pertama.
Luna menunduk. Kedua bola mata Luna melihat beberapa foto yang ditata apik disana, dengan berbagai gaya. Tampak, Nilam asli dan William terlihat sebagai pasangan yang serasi.
Tanpa ia sangka, kedua bola matanya berkaca-kaca.
Sebelum William menyadarinya, ia buru-buru menyekanya.
Pikiran “Nilam” mulai kacau kembali.
Ia menilai dirinya sangat berdosa pada perempuan itu dan berniat akan berkata jujur kembali pada William.Namun, lidahnya kelu!
"Maaf," lirihnya tanpa sadar.William yang terkejut segera menutup album foto itu, segera ia merangkulnya.
Dia bukan Nilam yang ditunggu William. Dia juga bukan Ibu dari Angel yang kehadirannya selalu dinanti oleh malaikat kecil itu.
Malam itu William telah menceritakan banyak hal tentang kehidupan Nilam sebelumnya yang Luna dengarkan sepenuh hati.
****"Daffa, istrimu sudah tidak ada lagi di dunia ini. Apa kau masih menunggunya?"
Seorang wanita berbalut pakaian sexy dan berdandan seperti model terlihat merayu pria berjas yang tengah duduk di ruang kantor.Tanpa malu, dia membelai berulang kali anggota tubuh di sekitar telinga dan pipi pria itu.
Saat ini, Shireen bahagia. Dia berhasil menyingkirkan Luna dan merebut Daffa dari perempuan itu.
Namun, direktur muda itu hanya diam dan membiarkan Shireen menyentuh tubuhnya. Bagi Daffa, pembahasan mengenai Luna sangatlah tidak penting. Dia sudah menikah selama 7 tahun dengan sang istri. Namun, mereka belum juga dikaruniai seorang buah hati. Jadi, perempuan itu tak kayak dipikirkan. Sungguh untung ternyata dia cepat meninggal.Daffa pun tersenyum dan membalas belaian kekasihnya itu. "Aku sudah tidak lagi menunggunya! Dia sudah menjadi abu. Untuk apa aku menunggunya? Waktuku begitu berharga, Sayang."
Keduanya pun tersenyum dan mulai berciuman dengan intim.
Bahkan, semakin lama, semakin panas.
Tok tok tok!
Pintu ruangan Daffa diketuk–membuat aktivitas keduanya terhenti.
"Maaf, Pak Daffa bila mengganggu!" ucap sekretarisnya yang langsung membuka pintu kantornya tanpa disuruh. Ada sesuatu yang penting harus dikabarkan pada bosnya itu.Melihat itu, Daffa berdecak tidak senang.
"Kamu bisa tidak, saat saya sedang bersama kekasih saya tidak mengganggu! Sudah saya katakan berulang kali, seperti itu saja kelakuanmu!" teriak Daffa pada wanita yang baru beberapa bulan bekerja di sana. "Maaf, ada informasi penting, Pak. Klien perusahaan mengundurkan diri untuk menitipkan 50% sahamnya pada Bapak. Beliau memilih menginvestasikan sahamnya di perusahaan lain. Mereka membatalkan secara sepihak!" ujarnya dengan hati-hati. Brak! Daffa membanting telapak tangan di atas meja, kesal.Amarahnya akan meluap setelah ini. Kekasihnya yang bernama Shireen langsung berusaha meredam dengan menepuk bahu Daffa pelan.
"Sabar Sayang," ucapnya berkali-kali. Namun, sepertinya puncak kemarahan Daffa di atas ubun-ubun. Pyaar! Tangan yang sudah gatal mendorong keras vas bunga beserta gelas berisi air putih di atas meja hingga pecah berkeping. "Perusahaan mana yang telah berani merebut klien pentingku?" Daffa menarik kerah baju sekretarisnya, hingga wanita itu ketakutan. “Kalau tidak salah, perusahaan Bagaskara.” Chelsea tidak berani menatap wajah Daffa yang mulai merah. "Sa–saya akan mencari informasi selengkapnya, Pak!"“Cepat cari! Aku akan hancurkan mereka.”
“Nilam Ayu Bagaskara. Istri dari William Bagaskara. Terkenal tegas dan cuek. Wanita ini pemberani, pintar, dan menyukai tantangan.” “Sedari remaja, kerap mendaki gunung dan mengikuti pecinta alam. Bila belum mengenal, orang akan mengiranya sedikit sombong. Padahal, hatinya sebenarnya baik dan menyayangi keluarganya.” “Hanya saja, putri dari Seno Bhaskara pendendam. Dia membenci orang-orang yang berani menyentuh sesuatu yang disayanginya.”Setelah beberapa hari berlalu, Luna semakin memantapkan dirinya sebagai Nilam seutuhnya. Menggunakan beberapa informasi mengenai kepribadian dan keseharian wanita itu, Luna semakin lama semakin akrab dengan identitas ini.Dia bahkan tidak terkejut bila ada orang yang memanggilnya Nilam.Meski bertolak belakang dengan segala sifat aslinya, demi dendamnya, ia akan melakukannya. Dan semua dimulai dengan kembali memimpin di Perusahaan Bhaskara Group. Meski William melarang, ia akan tetap memaksa. Setidaknya, ini bentuk balas budinya pada Nilam asli
William terkejut saat Luna kembali dengan ekspresi buruk. Ia memperhatikan baju yang ia kenakan basah."Kita pulang saja! Aku tidak bisa lanjutkan makan dalam kondisi pakaian basah seperti ini!" Ia menenteng kembali tas brandednya. "Bagaimana bisa sampai basah begitu, Sayang?" tanya William dengan mengangkat alisnya, ‘bingung’.Segera ia beranjak dari sana tanpa penjelasan Luna. Dengan memanggil pramusaji, pria itu menunjuk beberapa lembar yang ia letakkan di bawah piring untuk mengambilnya.Buru-buru ia melenggang dari tempat itu.*****Masih teringat akan wajah wanita yang menabraknya di restoran tadi.Entah kenapa ada sesuatu yang mengganjal dalam pikirannya. Saat ia kembali dari kamar mandi, wanita itu tidak terlihat di mana pun. Entah mungkin sudah pergi, tanpa sepengetahuannya.Wajahnya yang terlihat menunjukkan aura berbeda, membuatnya tidak tenang. Luna lantas menepis kegelisahan itu. 'Ah, lupakan!' perintahnya, pada dirinya sendiri.'Jika aku Nilam asli, mungkin aku akan b
Mata Luna terbelalak, mendengar ucapan polos-Angel barusan. Ia melirik William yang sudah tidak jelas sikapnya. Pria itu seolah menikmati kebingungannya.'Astaga, rasanya ingin sekali aku menggosok otaknya yang penuh dengan debu itu menggunakan sikat.' Luna menghela nafas kasar dengan menunjukkan wajah manyun."Kenapa, Ma? Kelihatannya Mama tidak senang kalau Angel punya adik? Apa permintaan Angel ini berat ya, Ma?" tanya Angel lugu. Suaranya yang belum bisa mengucapkan kata-kata dengan fasih-membuat Luna tersenyum.Ia pun mencubit pipi Angel gemas. Tak lupa, ia memeluknya penuh kasih sayang."Anak Mama makin lama, makin gemesin deh," puji Luna, makin mempererat pelukannya."Papa peluk juga dong, Ma!" suruh Angel, lugu.Jantung Luna bergetar hebat. Meski ia sadar yang dikatakan Angel karena mengira dirinya adalah Nilam–ibu asli anak itu."Tuh! Dengar, Ma. Angel nyuruh kamu peluk aku. Sini!" titah William dengan merentangkan tangannya.Wajah Luna berubah menjadi kepiting rebus. Namu
Nilam memberontak setelah sadar melihat tubuh dan kakinya diikat di sebuah kursi kayu dengan erat. ”Lepaskan aku! Siapa kamu sebenarnya?" teriak Nilam kencang begitu melihat pria berpakaian serba hitam lengkap dengan penutup kepala dan hanya menyisakan kedua mata, hidung dan mulut. Pria berperawakan tinggi, kekar bagai mafia itu, sontak menatap tajam ke arah Nilam. Diarahkannya senapan yang siap membidik perempuan itu kapan saja dia inginkan. ”Maaf, Nona. Saya tidak bisa melepaskan, Anda! Seseorang telah membayar saya mahal untuk menghabisi Anda sekarang!" "Siapa orang yang menyuruhmu?" Nilam masih belum diam. Tubuhnya bergerak ke sana ke mari–berusaha melepaskan diri dari ikatan. Sayangnya, nihil! Dia justru kelelahan sendiri setelahnya. Nilam pun menghela nafas berulang kali, berusaha tenang.Dia tidak ingin mati konyol sebelum membalas dendamnya. Dia pun yakin William akan menyelamatkan dirinya. Perlahan, Nilam bersikap biasa saja meski sekarang berada dalam ujung maut. "K
Kini, Nilam sudah terkapar lemas di lantai berdebu.Samar-samar, dia dapat melihat Widya dan mafia yang menyiksanya datang kembali.“Haha …. Direktur Utama Nilam, bagaimana kabar Anda? Rasanya sedang tidak baik-baik saja, ya? Apalah arti kekuasaanmu itu jika sekarang kau sama seperti sampah yang tidak bisa didaur ulang. Sangat menjijikkan!” Wanita itu tiba-tiba menginjak tangan Nilam dan menggoyangkan ke sana kemari, hingga terluka karena high heelsnya. “Arggh!” Nilam menjerit kesakitan. ‘Dasar wanita kurang ajar! Dia belum jelaskan siapa dirinya padaku! Jika aku bertanya, aku tidak akan selamat darinya ataupun dari keluarga Bagaskara!' Nilam hanya bisa memaki dalam hati.Baru beberapa bulan menjadi Nilam, ia sudah mendapatkan kejutan besarnya. Bagaimana setelah ini jika ada yang seperti ini lagi?“Sebenarnya, aku ingin sekali membunuhmu, tapi aku tidak ingin polisi mencariku dan memasukkan aku ke dalam penjara,” ujarnya Widya senyum sinis lalu menendang perut Nilam, hingga meringk
William memeluk Nilam erat. Dia sangat khawatir padanya, bahkan dia nyaris gila saat tak bisa melihat wanita itu beberapa hari ini.Cukup sudah Nilam meninggalkan dia koma beberapa minggu. Melihatnya kini seperti ini, rasanya ia gagal menjadi suami yang bisa menjaga dirinya. Di sisi lain, sebenarnya, Nilam ingin menolak pelukan pria itu, tapi tangannya masih lemas untuk melakukannya. Anehnya, Nilam merasakan William menangis. “Kenapa kamu menangis, Mas?” Mencoba untuk bisa tetap tersenyum, William pun membalasnya, “Maafkan aku, Sayang. Aku tidak bisa menjagamu. Tugasku sebagai suamimu, tidak kulaksanakan dengan baik. Lihatlah dirimu sekarang, tubuhmu penuh luka, mari kita pergi ke rumah sakit untuk memeriksanya.” Nilam menggeleng. “Tidak perlu, cukup dirawat dari rumah saja! Aku bosan dengan bau rumah sakit. Biar nanti Mas William memanggil perawat pribadi ke rumah.” “Baiklah.” *****Kini keduanya di dalam kamar.Sebenarnya, bukan kesalahan Nilam jika William putus dengan wanit
Beberapa hari berlalu, kedua pasangan itu masih tampak biasa meski William berkali-kali gagal mendapatkan jatah.Namun, Nilam baru sadar, ia memiliki sopir baru. “Mas, di mana sopir lamaku?” “Sudah kupecat, Sayang,” jawab William ringan. “Kenapa kamu memecatnya tanpa persetujuan dariku, Mas? Apa kamu tidak memikirkan pekerjaan apa yang ia dapatkan sekarang ini, dia akan menjadi pengangguran jika tidak mendapatkan pekerjaan secepatnya?”Dari wajah Nilam, sepertinya ia tidak setuju dengan tindakan William yang egois. Padahal ia merasa pekerjaannya bagus. William yang sudah berada satu mobil bersama Nilam di belakang kursi kemudian menarik dagu istrinya. "Tahu tidak? Gara-gara keteledorannya, kamu sampai disekap oleh Widya. Dia tidak menjagamu dengan baik. Jadi, dia harus mendapatkan hukuman yang seimbang. Ya sudah aku tidak suka kamu membicarakan dia, aku sudah tidak percaya dengan pekerjaannya lagi.” William mengalah karena tidak mau Nilam berlama-lama memasang wajah cemberutnya
Nilam mengeluarkan sungut di kepalanya, dia akan melepaskan kemarahan karena Willy tidak bisa menghargai dia sebagai wanita.“Bisa tidak kamu bilang dulu sebelum menyambar bibirku?” ucap Nilam dengan meletakkan tangannya di pinggang.Tidak pernah wajah manis ditunjukkan pada William. Sampai Willy berpikir jika ia kesal, rasanya ingin ia menggendong dan membanting wanita itu di atas ranjang.Willy merasa bersalah dan mendekati tubuh Nilam yang membelakanginya, wanita itu tidak berani melihat wajah suaminya.Kali ini dia terkejut, pria itu melingkarkan kedua tangannya di perut Luna. Dia tidak tahu bagaimana cara menghindari pria itu lagi. 'Please, jangan apa-apakan lagi, demi apapun.'Karena semakin dia menghindar maka semakin dia ingin mendekatinya lebih dari itu, saat ini tubuhnya gemetaran. Wajahnya pucat, keringat dingin mulai bercucuran kembali.Sambil membaca doa, ia berusaha untuk lepas dari pria itu-meskipun sedikit aneh. Karena memang benar status mereka sudah menikah. Namun dir