Share

Bab 4

Author: VERARI
last update Last Updated: 2023-02-21 16:20:21

Setelah operasi lima jam, Yuni akhirnya dibawa kembali ke bangsal. Dokter Darius sudah menjelaskan, Yuni belum tentu langsung sadarkan diri. Dan Yuni masih harus menggunakan alat-alat khusus untuk menunjang kesehatan.

Uang dua ratus juta habis dalam sekejap mata. Semua Yuna gunakan untuk biaya pengobatan Yuni. Dan adiknya itu ternyata masih butuh biaya tambahan untuk rawat inap dan obat-obatan mahal.

Pukul lima sore, Yuna berangkat ke Hotel Laisa. Sekarang, ia hanya perlu bekerja sampai pukul sembilan malam. Setelahnya naik ke atas dan menemani para tamu elit.

"Aku sudah tahu dari Ria kemarin. Kamu yakin tetap masih mau ke atas? Semalam kamu beruntung nggak jadi...." Rio menahan kalimatnya.

"Iya, lagian di atas cuma nemenin orang ngobrol. Paling cuma grepe grepe doang."

"Jaga diri baik baik, Yun." Rio menatap Yuna prihatin.

Belum lama Yuna duduk santai, Mami Maria sudah memanggil. Artinya akan ada pekerjaan baru lain.

Yuna berharap hanya akan disuruh menemani pelanggan minum-minum, tidak perlu tidur dengan pelanggan. Dan harapan mengkhianati secepat kilat.

"Mau ke mana, Mi?"

"Ada yang mau menawarmu lagi," kata Mami Maria bersemangat.

Yuna hanya menuruti Mami Maria. Lagi pula, ia telanjur tanda tangan kontrak yang menyatakan akan bekerja di bawah Hotel Laisa selama satu tahun.

"Perkenalkan, dia Yuna. Dan ini Tuan..." Mami Maria lupa bertanya nama pria itu.

"Eric."

"Oke, gimana barang kami, Tuan Eric? Apa Anda suka?"

Yuna mengernyit tidak suka oleh ucapan Mami Maria. Tapi ia tidak berani menyangkal.

"Aku akan membayar perempuan ini satu miliar!" ucap Eric dengan nada dingin.

"S-Satu miliar?! Jangan gila!" Yuna tidak sengaja memaki.

"Diam, Yun," bisik Mami Maria sambil mencubit lengan Yuna.

"Kamu nggak mau? Satu miliar hanya uang muka saja untuk membelimu dari tempat ini. Aku akan mengambil kontrakmu dan membayarmu seminggu sekali."

Jika pria itu dapat mengembalikan kontraknya, Yuna tidak harus bekerja keras lagi. Dan uang satu miliar begitu banyak untuk Yuna. Ia bisa mengobati Yuni sekaligus melanjutkan kuliah seperti cita-citanya.

"Tapi ada syaratnya," sambung pria itu.

"Cukup tidur denganmu, bukan?" tantang Yuna.

"Kamu hanya perlu mematuhiku selama enam bulan. Kalau aku bosan, aku akan membuangmu. Tapi kalau kamu berhasil menyenangkanku, aku akan memberimu hadiah banyak.

"Oke," jawab Yuna mantap.

'Uang satu miliar untuk enam bulan? Siapa yang akan menolak?' pikir Yuna.

"Mau mulai sekarang?" tanya Yuna.

Entah sejak kapan yang ada di pikirannya hanya uang, uang dan uang. Setelah mendapat uang ratusan juta dan habis begitu saja, ia ketagihan memegang uang yang banyak.

Tentu saja, Yuna melakukannya demi bertahan hidup. Tapi tidak bisa dipungkiri jika ia merasa lebih serakah. Apalagi, setelah ditawar dengan nominal yang tidak akan bisa ia dapatkan meski menjual diri seumur hidup!

Eric terkekeh menanggapi tantangan Yuna. Namun dalam hati ia memaki, 'Pelacur kecil ini cuma mukanya saja yang kelihatan alim.'

"Buka bajumu," perintah Eric sambil memerintahkan Mami Maria pergi menggunakan lambaian tangan.

"Nggak mandi dulu?" Yuna meragu.

"Apa bedanya? Nanti juga kotor lagi."

"O-Oke."

Yuna mematuhi Eric. Menanggalkan satu persatu kain yang melekat di tubuhnya dan menyisakan pakaian dalam. Ia melirik sesekali ke arah si pelanggan.

"Cuma itu saja?" Alis Eric bergerak naik.

"Se-sebentar."

Yuna berbalik, menghela napas berulang-ulang untuk menenangkan diri. Rasanya aneh, harus telanjang sementara lawan mainnya hanya duduk menatap tanpa berbuat apa pun.

"Lama sekali. Aku harus mengetes seberapa baik kemampuanmu."

Eric menyeret Yuna sampai berlutut di antara kedua kaki. "Jangan bilang kamu nggak tahu apa yang harus kamu lakukan sekarang."

Sementara Yuna berkutat dengan rasa gugup, ia tidak sadar Eric tengah memandangnya dengan tatapan merendahkan.

'Betul, tempatmu seharusnya ada di bawah kakiku.'

Tangannya sedikit bergetar ketika Yuna mulai membuka ritsleting celana Eric. Sambil memejamkan mata, ia memaksa diri untuk lebih berani.

Eric tidak sabar menanti pergerakan lawan mainnya. Dengan kasar ia menyodorkan miliknya ke mulut si kupu-kupu malam.

Selang tiga puluh menit, benda milik Eric memuntahkan cairan ke dalam mulut Yuna. Ia tersedak ketika berusaha menelan cairan yang menyengat indra penciumannya.

"Sudah cukup untuk sekarang. Aku akan menjemput ke rumahmu besok. Kamu akan tinggal bersamaku selama enam bulan."

"Ti-tinggal bersama?" gagap Yuna.

"Kenapa? Apa kamu pikir aku mau repot-repot datang ke sini setiap hari untuk menemuimu?"

"Ba-baik. Tapi... Izinkan aku untuk sesekali keluar untuk mengurus sesuatu."

Eric menarik kepala Yuna jatuh ke pangkuan. "Jangan macam-macam, kamu mau cari pelanggan lain?"

"Nggak!" seru Yuna. "Aku harus bertemu adikku setiap hari."

"Oke," jawab Eric kemudian, "Tapi kamu harus pergi dengan pengawalku. Sekalinya kamu bohong, aku akan menghukummu."

"Baik."

"Sekarang tanda tangani surat kontrak ini."

Eric melambaikan beberapa lembar kertas di tangan. Yuna membacanya dengan seksama. Sebelum ia menyelesaikan bacaan lembar terakhir, Eric mendesaknya.

"Cepat tanda tangani. Aku mau pergi sekarang."

***

Mobil mewah terparkir di jalanan kumuh. Tampak kontras dan menarik perhatian orang-orang.

Cuping hidung Eric kembang kempis menahan bau busuk yang menyengat. Tidak heran, karena ia dibesarkan di tempat yang tidak membiarkan setitik debu melekat di sekitarnya.

"Menjijikkan," keluhnya.

Yuna keluar dari rumah mungil di ujung jalan. Ia melambai senang bertemu si tuan kaya raya penyelamat nyawa.

"Cepat masuk mobil!" perintah Eric.

"Apa aku nggak perlu bawa apa pun?"

"Ya, cukup bawa badanmu saja. Aku akan menyediakan baju dan semua kebutuhanmu nanti."

Pipi Yuna merona. Di siang hari, Eric terlihat jelas ketampanannya. Ia tidak lagi ragu menyerahkan tubuhnya untuk pria itu.

Setelah perjalanan singkat, mereka sampai di sebuah rumah di kompleks mewah. Setiap langkah, mulutnya terbuka kagum.

"Kamu cuma tinggal sendiri dengan pembantu?" tanya Yuna.

"Nggak, ada orang tuaku. Kakakku juga menginap akhir-akhir ini."

"A-Apa?" Mata Yuna terbelalak tidak percaya. "Orang tuamu nggak marah?"

"Kenapa harus marah?" Eric terkekeh.

"Masuk ke kamar, aku akan memberimu tugas pertama."

"Sekarang?"

Eric mengunci pintu kamar. Ia membuka kancing pertama kemejanya. Yuna segera mengikuti, membuka kaos yang dikenakannya.

"Nggak perlu buka baju," katanya dingin.

Yuna hanya bisa menuruti. Ia memakai lagi bajunya. Sementara Eric telah bertelanjang dada. Menimbulkan rona merah di wajah Yuna.

"Kamu sudah melihat barangku, sekarang malu?"

Yuna menggeleng kuat, kemudian membuang muka.

"Lihat ke sini," perintah Eric, "Jangan berpaling dan lihat semuanya.

Yuna tidak mampu berkata-kata ketika pria di depannya terus membuang pakaian sembarangan. Wajahnya semakin memanas ketika Eric menurunkan kain terakhir yang membungkus benda yang semalam berada dalam mulutnya.

"Kenapa ragu? Cepat ke sini."

Setiap kata yang keluar dari mulut Eric penuh dengan tekanan. Yuna seperti robot yang terus menuruti tuannya. Ia berlutut di antara paha sang tuan muda. Lalu mulai melakukan aktivitas yang sama seperti kemarin.

"Lebih baik dari kemarin," gumam Eric di sela erangannya.

Eric mulai memaju mundurkan kepala Yuna seenak hati. Tidak peduli Yuna tersedak berkali-kali.

"Jangan berhenti dan telan ini!"

Eric membungkuk dan menyeka cairan putih miliknya yang menetes dari tepi mulut Yuna menggunakan ibu jari. Bukan untuk membuang, tapi memasukkan ke dalam mulut gadis itu.

"Jangan sampai menetes. Karpet ini mahal sekali, diimport langsung dari luar negeri."

'Lebih mahal dari harga dirimu.'

"I-iya."

"Bagus, bagus." Eric menepuk lembut kepala Yuna layaknya memberi pujian kepada anjing peliharaan.

"Sekarang, pungut semua pakaianku, dan semua kain yang menempel di kasur. Lalu cuci sampai bersih."

"Cuci? Bukankah ada pembantu di rumah ini?"

"Mereka semua dibayar orang tuaku. Sedangkan aku sudah membayarmu mahal-mahal, bukan? Cuci di kamar mandi dalam, jangan keluar kamar tanpa seizinku. Mengerti?"

"I-iya."

"Oke. Aku mau ke kantor dulu. Saat aku kembali nanti, semua harus sudah bersih. Jangan sampai ada setitik debu yang menempel."

"Tapi di sini tidak ada alat untuk bersih-bersih."

Eric menatap tajam Yuna. Entah mengapa, Yuna jadi takut pada pria itu.

"Gunakan tubuhmu atau pakai lidahmu. Bukankah itu keahlianmu?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kupu-Kupu Malang   Bab 137

    "Buat apa kamu ke sini? Mau mengganggu Yuna lagi, hah?" bentak Diana sambil berkacak pinggang menghalangi pintu rumah."Bukan, Ma. Saya bukan mau bertemu Yuna.""Ma? Jangan memanggilku seolah-olah kamu itu anakku!" cerca Diana. Mata Diana melotot tajam kepada Aldo."Maaf, Bu- Nyonya. Saya mau bertemu dengan Pak Herman, sekalian Anda," kata Aldo sopan.Herman yang mendengar suara kencang besannya pun keluar dari dalam kamar. "Ada apa?" Ia memicingkan mata ke arah Aldo."Boleh saya bicara sebentar dengan Anda? Lima menit saja," pinta Aldo.Herman akhirnya mengizinkan Aldo masuk. Meskipun Diana masih menggerutu terus-menerus. Bahkan, ketika Bi Jumi mau menyiapkan minuman, Diana dengan tegas melarangnya.Yudha dan Eric datang setelahnya. Mereka ikut duduk karena ingin tahu apa yang akan Aldo katakan."Bapak mungkin sudah tahu siapa saya," kata Aldo kepada Herman."Ya, saya tahu," jawab Herman datar.Aldo tiba-tiba bersimpuh di depan kaki Herman. Namun, Herman langsung mencegahnya. Aldo te

  • Kupu-Kupu Malang   Bab 136

    "Nggak mau," tolak Eric sambil menggeleng-geleng tidak percaya dengan permintaan aneh sepupunya."Kembalilah ke kota, Kak. Kamu bisa kembali menjadi Presiden Direktur Volker Corp. Aku cuma mau Yuriana, nggak ingin kekuasan yang seharusnya jadi hakmu," lanjutnya.Billy mendesah lelah. "Kamu pulang besok. Sekarang sudah hampir malam. Dan Yuriana pergi pakai jalur laut, jangan naik helikopter, suaranya berisik.""Baik, Kak. Berikan dulu Yuriana. Aku ingin menggendongnya."Billy menyerahkan Yuriana setelah bayi itu puas meminum susunya dan Eric selesai mencuci tangan. Eric langsung memeluk erat Yuriana ke dalam pelukan.Tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata bagaimana lega dan bahagia dirinya sekarang. Sampai air mata haru meleleh di pipinya. Eric juga tidak bisa berhenti menciumi seluruh wajah Yuriana.Billy menghela napas, lalu berdecak-decak masuk ke dalam rumah. Entah sudah berapa kali, sejak kedatangan Eric menjemput Yuriana, Billy selalu menghela napas. Suasana hatinya jadi memburuk

  • Kupu-Kupu Malang   Bab 135

    "Kita bicarakan masalah ini nanti, setelah Yuriana pulang."Eric tentunya senang oleh permintaan maaf Yuna, tetapi ia masih ingin mengamati perubahan Yuna. Eric tidak ingin lagi ada masalah di kemudian hari dengan persoalan yang sama. Cukup sekali Eric merasakan kesal, marah, dan sedih karena tidak dipercaya dan tidak dihargai istrinya sendiri. Bagaimanapun juga, semua yang ia lakukan demi masa depan keluarganya. "Baiklah. Lalu, berapa lama Mas Eric pergi?""Belum tahu. Aku berangkat dulu, ya. Jangan lemah, Yuna. Kamu sudah menjadi ibu sekarang. Pikirkan Yuriana nanti kalau pulang. Kamu tidak boleh sakit."Hanya mendengar kata-kata perhatian dari Eric saja, Yuna sudah tahu jika Eric telah memaafkan dirinya. Sebelum Eric berbalik, Yuna meraih pundaknya."Ada apa lagi, Yuna?"Yuna mengecup bibir Eric begitu lembut. Sejuta kerinduan yang tertutupi akibat kesedihan dan pikiran negatifnya, akhirnya dapat ia salurkan.Yuna melepaskan ciuman itu, tetapi tangan Eric sudah lebih dulu mendara

  • Kupu-Kupu Malang   Bab 134

    "Tuan, sebaiknya kita mengembalikan anak ini kepada orang tuanya." Suara Lima begitu lemah karena seharian kecapekan mengurus Yuriana.Di pulau pribadi Billy Volker, tidak ada satu pun pelayan, hanya ada lusinan bodyguard dan semuanya pria. Lima merasa kesulitan karena tidak terbiasa menggendong bayi.Sejak kemarin, Billy sendiri yang mengasuh Yuriana. Tetapi, hari ini, Billy sedang ingin santai-santai dan tidak ingin diganggu oleh siapa pun."Malas. Kamu saja yang mengembalikan kalau mau.""Bagaimana saya pergi dari pulau ini kalau cuma Tuan yang bisa menerbangkan helikopter," gerutu Lima."Jangan berisik di dekatku kalau nggak mau aku hukum," ancam Billy.Billy berbaring santai sambil menikmati jus buah segar yang dipetik Lima beberapa saat lalu. Matanya terlihat hampir terpejam karena angin sepoi-sepoi yang menerpa wajah tampannya.Suara Yuriana menangis membuat Billy melompat dari kursi santai. Dadanya naik turun dengan cepat karena sangat terkejut."Lima!! Kamu ini nggak becus se

  • Kupu-Kupu Malang   Bab 133

    "Lepaskan aku!" Emilia meronta-ronta ketika dua petugas polisi mencekal lengannya. "Brengsek! Aku akan membunuh kalian semua! Siapa yang berani melaporkan aku?!"Eric terdiam. Keputusan memenjarakan Emilia juga sangat berat baginya. Yudha dan Diana awalnya juga menentang, tetapi tidak ada cara lain untuk menghentikan kegilaan Emilia.Untung saja, penangkapan Emilia terjadi di tempat terpencil. Mereka masih bisa menyembunyikan kasus itu dari media.Setelah Emilia pergi, beberapa petugas kesehatan yang berjaga-jaga sebelumnya masuk dan memeriksa semua orang. Aldo yang paling parah lukanya. Hampir semua jahitan di perut Aldo terlepas. Ia cukup beruntung karena organ dalam yang tadinya terluka masih baik-baik saja.Rombongan Yuna dan Eric bersama-sama menuju ke kantor polisi terdekat untuk menginterogasi Emilia. Selama berjam-jam, Emilia hanya mengamuk dan mengucap sumpah serapah.Akhirnya, Emilia lelah dan mulai mengakui perbuatannya. Selama berjam-jam tadi, Emilia sengaja mengulur wakt

  • Kupu-Kupu Malang   Bab 132

    "Jangan bohong! Cepat katakan di mana anakku!" pekik Yuna sambil berurai air mata.Aldo mendekati Emilia. "Sayang, ayolah, kita jemput Yuriana, lalu pulang ke rumah kita. Atau ... kita tinggal di sini saja berdua. Nggak akan ada yang mengganggu kita. Kita bisa punya anak sendiri. Sekarang, kembalikan dulu Yuriana."Iris mata Emilia berpindah ke arah pintu. Dua pria lain menerobos masuk ke dalam rumahnya. Eric dan Rendra akhirnya sampai, setelah berlarian ke tempat itu.Tanpa memedulikan apa yang baru terjadi, Eric langsung menarik kemeja Aldo dan memutar badan Aldo ke arahnya. Ia langsung meninju wajah Aldo sampai Aldo tersungkur jatuh."Brengsek!" umpat Eric."Kenapa kamu memukul Aldo, Mas?!" Yuna menarik lengan Eric yang bersiap memukul Aldo sekali lagi. "Dia membantuku mencari Yuriana, nggak seperti kamu yang nggak peduli sama sekali!""Kamu membelanya?!" bentak Eric. "Aku nggak membelanya. Kamu datang-datang cuma mau cemburu? Yang ada di pikiran kamu itu apa sebenarnya? Kamu ngga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status