Share

Bab 2 Rencana Mempertahankan Rumah Tangga

"Mungkin mereka membutuhkan bantuanku," kelit Arsen masih dengan memegang garpu di tangan kirinya.

Mendengar Arsen masih mencoba memberikan pembelaan pada wanita lain membuat Neisha mendengus tidak suka. Apa benar tidak ada ruang di hati suaminya untuk Neisha? 

Tangan Neisha mengepal semakin erat di sisi tubuhnya. Ketika hatinya kembali berdenyut nyeri, udara dingin yang terasa seolah terhempas ke tubuh menurunkan suhunya.

"Apa aku tidak? Menikah denganku selama dua tahun tapi waktumu selalu untuk mereka. Apa aku tidak bisa meminta waktumu satu bulan saja?" Tidak ada panggilan 'Mas' yang biasanya terdengar manis dan lembut di telinga Arsen. Hanya nada kepedihan yang jelas menyayat hati pria itu. Sungguh, Arsen tidak ingin menyakiti hati wanita sebaik Neisha. 

Sialan Adipati! Harusnya dia membiarkan Arsen yang kecelakaan waktu itu.

"Maafkan aku." Arsen kembali meletakkan benda persegi itu di atas meja. Meski deringnya selalu mengganggu acara makan mereka.

Ya, kali ini Neisha harus lebih tegas pada Arsen. Ia tidak akan membiarkan Arsen menjawab panggilan telepon dari wanita itu selama bersamanya. 

Menatap punggung ringkih istrinya membuat Arsen merasa ia adalah pria paling bodoh. Menyakiti wanita sebaik Neisha dan bahkan mencampakkan begitu saja. 

'Neisha andai kamu tahu ini bukan mauku,' batinnya berkecamuk menumpahkan amarah pada diri sendiri.

Bahkan tidak pernah sekalipun Arsen melihat Neisha mengeluh lelah karena mengurus rumah dan juga dirinya. Ah, soal anak … Arsen bahkan tidak pernah menyentuh Neisha sama sekali. Wanita itu akan segera menyandang status janda dengan segel yang masih rapi. 

Kurang ajar memang Arsen, memikirkan perasaan wanita lain tetapi tidak dengan perasaan istrinya.

Bunyi air kran itu tidak juga dimatikan oleh Neisha. Padahal wanita itu sudah selesai mencuci piring yang ia dan Arsen gunakan untuk makan. Hanya dengan bunyi air mengalir itu Neisha bisa menyamarkan suara tangisnya.

Namun, Arsen tidak bodoh. Pria itu selalu mengamati segala tingkah laku dan perilaku Neisha, hanya saja Arsen seakan buta dengan penglihatannya. Tidak ada lisan maupun perbuatan dari pria itu hanya untuk menenangkan istri cantiknya.

"Hari ini mendung, aku takutnya hujan akan turun lagi. Kita di rumah saja, ya, Mas," saran Neisha yang sudah selesai dengan kegiatannnya.

"Hm." Neisha tidak akan terkejut dengan respon yang diberikan oleh Arsen. Gumaman itu sudah terbiasa ia dengar.

Menikmati pagi dengan desiran angin yang menyapa kulit sepasang suami istri duduk di sofa depan televisi yang menyiarkan sebuah berita bisnis.

Kepala Neisha yang sengaja ia sandarkan pada dada Arsen membuat wanita itu merasakan sebuah kenyamanan. Entah terpaksa atau apa yang jelas usapan ringan di kepala Neisha membuat wanita itu menyunggingkan senyum cerahnya.

Dari jarak sedekat ini, Neisha dapat merasakan debaran jantung sang pemilik hati. Seperti sebuah alunan nada indah yang menjadi penyemangat Neisha pagi ini.

Seandainya bukan sebuah keterpaksaan, Neisha pasti akan bahagia melakukan rutinitas romantis seperti ini setiap pagi bersama sang suami. Tidak, meski ini juga hanya sebuah keterpaksaan Neisha juga sudah sangat bahagia.

"Apa kita hanya akan melakukan ini?" tanya Arsen saat acara televisi yang ditontonnya jeda iklan.

Mendongakkan wajahnya menatap mata bermanik hitam milik Arsen. Neisha sungguh terjerat dalam pesona pria itu terlalu dalam. Wanita yang memiliki senyum manis itu tidak tahu apakah ia bisa keluar dari pesona yang ditawarkan oleh Arsen.

Sungguh beruntung wanita yang mendapatkan hati pria yang tengah menatapnya dengan teduh ini. Ingin rasanya Neisha egois dan menjadikan Arsen miliknya, hanya miliknya.

"Apa kamu bosan, Mas?" tanya Neisha. 'Apa bersamaku kamu selalu bosan?' lanjut Neisha dalam hati. Sungguh ia tidak mau menanyakan hal yang jawabannya pun akan menyakiti hatinya.

"Tidak."

Neisha tersenyum getir mendengar jawaban dari Arsen. Jelas pria itu tengah gundah karena ponselnya sedari tadi berbunyi. Meski jauh, tetapi Neisha masih bisa melihat dengan jelas nama yang tertera di layar ponsel milik Arsen.

Aurel adalah nama yang terpampang nyata. Jika tidak salah, sudah lebih dari tiga kali wanita itu menelepon. Ada apa?

Kembali pada posisinya, Neisha meletakkan kepalanya pada dada bidang Arsen. Baju depan pria itu Neisha remas dengan kuat, seolah menyalurkan rasa perih di hatinya.

"Mas, nanti malam temani aku jalan-jalan, ya?" pinta Neisha melepaskan genggaman tangannya pada baju Arsen. Tangan itu luruh dan melemah seperti cinta suaminya.

"Kemana?"

Tidak mungkin Neisha menjawab membeli bahan makanan. Mereka kemarin telah bertemu di pusat perbelanjaan yang sialnya malah menangkap basah sang suami yang tengah bersama wanita lain.

"Makan di luar bagaimana? Kita dinner," ajak Neisha dengan mata yang sudah berbinar. 

"Tidak mau makan di rumah saja? Aku yang masak malam ini," cetus Arsen yang kini mengurai kedekatan mereka. Tangan itu sudah berhenti mengusap rambut lembut Neisha. 

Sebuah kalimat dan juga tindakan yang dilakukan Arsen membuat Neisha sedikit melebarkan matanya tidak percaya. Ini adalah kalimat terpanjang yang diucapkan pria itu selama menikah dengannya.

Masak? Bahkan Neisha tidak pernah sekalipun melihat Arsen memegang alat dapur. Jadi bukankah sudah dipastikan jika suaminya itu tidak bisa memasak?

"Aku bisa memasak." Seolah mengerti dengan apa yang dipikirkan oleh Neisha, Arsen berucap mengatakan kebenaran jika ia tidak hanya pandai bekerja saja.

Jadi, siapa yang telah beruntung merasakan masakan dari Arsen? Wanita itukah? Mengapa ia sangat istimewa untuk suaminya?

"Kalau begitu kita jalan-jalan saja malam nanti."

***

Meski hujan telah reda, suasana dingin malam ini tidak dapat terelakkan. Menyapu wajah seorang wanita cantik hingga membuat pipinya kemerahan karena udara yang lebih dingin dari sebelumnya.

Tangan mungilnya bertaut dengan tangan besar suaminya. Menyembunyikan genggaman tangan mereka dalam saku mantel milik Arsen. Hangat dan nyaman.

Makan malam yang terkesan romantis malam ini membuat senyum sumringah hadir di bibir tipis milik Neisha. Suami yang ia cintai memasakkan makanan yang begitu lezat dan dirinya yang hanya diperbolehkan mengamati saja. Layaknya ratu yang tengah dimanjakan rajanya.

"Dingin," celetuk Arsen menolehkan wajahnya mencoba menatap Neisha yang tengah menunduk.

"Jangan menunduk, kamu tidak akan tahu apa yang menghadangmu," imbuh Arsen yang berhasil membuat Neisha mendongakkan kepalanya dan menatap jalanan sekitar.

Ya, kita memang tidak tahu apa yang akan menghadang kita di depan. "Seperti rumah tangga kita yang sedang dihadang oleh sesuatu," sindir Neisha. Pegangan tangan wanita itu kini melemah.

Tepat dan telak mengenai jantung hatinya, Arsen tidak dapat berkutik saat sindiran itu diarahkan padanya. Arsen tidak mau membela diri karena memang kenyataannya seperti yang Neisha ucapkan.

Biarlah Arsen menyimpan sendiri alasan mengapa ia harus tetap bersama Aurel. Pria itu tidak ingin menambah beban pikiran Aurel dengan mengatakan kebenarannya pada Neisha, sang istri. Kepergian Adipati pasti sudah membuat luka Aurel begitu dalam.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status