"Mungkin mereka membutuhkan bantuanku," kelit Arsen masih dengan memegang garpu di tangan kirinya.
Mendengar Arsen masih mencoba memberikan pembelaan pada wanita lain membuat Neisha mendengus tidak suka. Apa benar tidak ada ruang di hati suaminya untuk Neisha?
Tangan Neisha mengepal semakin erat di sisi tubuhnya. Ketika hatinya kembali berdenyut nyeri, udara dingin yang terasa seolah terhempas ke tubuh menurunkan suhunya.
"Apa aku tidak? Menikah denganku selama dua tahun tapi waktumu selalu untuk mereka. Apa aku tidak bisa meminta waktumu satu bulan saja?" Tidak ada panggilan 'Mas' yang biasanya terdengar manis dan lembut di telinga Arsen. Hanya nada kepedihan yang jelas menyayat hati pria itu. Sungguh, Arsen tidak ingin menyakiti hati wanita sebaik Neisha.
Sialan Adipati! Harusnya dia membiarkan Arsen yang kecelakaan waktu itu.
"Maafkan aku." Arsen kembali meletakkan benda persegi itu di atas meja. Meski deringnya selalu mengganggu acara makan mereka.
Ya, kali ini Neisha harus lebih tegas pada Arsen. Ia tidak akan membiarkan Arsen menjawab panggilan telepon dari wanita itu selama bersamanya.
Menatap punggung ringkih istrinya membuat Arsen merasa ia adalah pria paling bodoh. Menyakiti wanita sebaik Neisha dan bahkan mencampakkan begitu saja.
'Neisha andai kamu tahu ini bukan mauku,' batinnya berkecamuk menumpahkan amarah pada diri sendiri.
Bahkan tidak pernah sekalipun Arsen melihat Neisha mengeluh lelah karena mengurus rumah dan juga dirinya. Ah, soal anak … Arsen bahkan tidak pernah menyentuh Neisha sama sekali. Wanita itu akan segera menyandang status janda dengan segel yang masih rapi.
Kurang ajar memang Arsen, memikirkan perasaan wanita lain tetapi tidak dengan perasaan istrinya.
Bunyi air kran itu tidak juga dimatikan oleh Neisha. Padahal wanita itu sudah selesai mencuci piring yang ia dan Arsen gunakan untuk makan. Hanya dengan bunyi air mengalir itu Neisha bisa menyamarkan suara tangisnya.
Namun, Arsen tidak bodoh. Pria itu selalu mengamati segala tingkah laku dan perilaku Neisha, hanya saja Arsen seakan buta dengan penglihatannya. Tidak ada lisan maupun perbuatan dari pria itu hanya untuk menenangkan istri cantiknya.
"Hari ini mendung, aku takutnya hujan akan turun lagi. Kita di rumah saja, ya, Mas," saran Neisha yang sudah selesai dengan kegiatannnya.
"Hm." Neisha tidak akan terkejut dengan respon yang diberikan oleh Arsen. Gumaman itu sudah terbiasa ia dengar.
Menikmati pagi dengan desiran angin yang menyapa kulit sepasang suami istri duduk di sofa depan televisi yang menyiarkan sebuah berita bisnis.
Kepala Neisha yang sengaja ia sandarkan pada dada Arsen membuat wanita itu merasakan sebuah kenyamanan. Entah terpaksa atau apa yang jelas usapan ringan di kepala Neisha membuat wanita itu menyunggingkan senyum cerahnya.
Dari jarak sedekat ini, Neisha dapat merasakan debaran jantung sang pemilik hati. Seperti sebuah alunan nada indah yang menjadi penyemangat Neisha pagi ini.
Seandainya bukan sebuah keterpaksaan, Neisha pasti akan bahagia melakukan rutinitas romantis seperti ini setiap pagi bersama sang suami. Tidak, meski ini juga hanya sebuah keterpaksaan Neisha juga sudah sangat bahagia.
"Apa kita hanya akan melakukan ini?" tanya Arsen saat acara televisi yang ditontonnya jeda iklan.
Mendongakkan wajahnya menatap mata bermanik hitam milik Arsen. Neisha sungguh terjerat dalam pesona pria itu terlalu dalam. Wanita yang memiliki senyum manis itu tidak tahu apakah ia bisa keluar dari pesona yang ditawarkan oleh Arsen.
Sungguh beruntung wanita yang mendapatkan hati pria yang tengah menatapnya dengan teduh ini. Ingin rasanya Neisha egois dan menjadikan Arsen miliknya, hanya miliknya.
"Apa kamu bosan, Mas?" tanya Neisha. 'Apa bersamaku kamu selalu bosan?' lanjut Neisha dalam hati. Sungguh ia tidak mau menanyakan hal yang jawabannya pun akan menyakiti hatinya.
"Tidak."
Neisha tersenyum getir mendengar jawaban dari Arsen. Jelas pria itu tengah gundah karena ponselnya sedari tadi berbunyi. Meski jauh, tetapi Neisha masih bisa melihat dengan jelas nama yang tertera di layar ponsel milik Arsen.
Aurel adalah nama yang terpampang nyata. Jika tidak salah, sudah lebih dari tiga kali wanita itu menelepon. Ada apa?
Kembali pada posisinya, Neisha meletakkan kepalanya pada dada bidang Arsen. Baju depan pria itu Neisha remas dengan kuat, seolah menyalurkan rasa perih di hatinya.
"Mas, nanti malam temani aku jalan-jalan, ya?" pinta Neisha melepaskan genggaman tangannya pada baju Arsen. Tangan itu luruh dan melemah seperti cinta suaminya.
"Kemana?"
Tidak mungkin Neisha menjawab membeli bahan makanan. Mereka kemarin telah bertemu di pusat perbelanjaan yang sialnya malah menangkap basah sang suami yang tengah bersama wanita lain.
"Makan di luar bagaimana? Kita dinner," ajak Neisha dengan mata yang sudah berbinar.
"Tidak mau makan di rumah saja? Aku yang masak malam ini," cetus Arsen yang kini mengurai kedekatan mereka. Tangan itu sudah berhenti mengusap rambut lembut Neisha.
Sebuah kalimat dan juga tindakan yang dilakukan Arsen membuat Neisha sedikit melebarkan matanya tidak percaya. Ini adalah kalimat terpanjang yang diucapkan pria itu selama menikah dengannya.
Masak? Bahkan Neisha tidak pernah sekalipun melihat Arsen memegang alat dapur. Jadi bukankah sudah dipastikan jika suaminya itu tidak bisa memasak?
"Aku bisa memasak." Seolah mengerti dengan apa yang dipikirkan oleh Neisha, Arsen berucap mengatakan kebenaran jika ia tidak hanya pandai bekerja saja.
Jadi, siapa yang telah beruntung merasakan masakan dari Arsen? Wanita itukah? Mengapa ia sangat istimewa untuk suaminya?
"Kalau begitu kita jalan-jalan saja malam nanti."
***
Meski hujan telah reda, suasana dingin malam ini tidak dapat terelakkan. Menyapu wajah seorang wanita cantik hingga membuat pipinya kemerahan karena udara yang lebih dingin dari sebelumnya.
Tangan mungilnya bertaut dengan tangan besar suaminya. Menyembunyikan genggaman tangan mereka dalam saku mantel milik Arsen. Hangat dan nyaman.
Makan malam yang terkesan romantis malam ini membuat senyum sumringah hadir di bibir tipis milik Neisha. Suami yang ia cintai memasakkan makanan yang begitu lezat dan dirinya yang hanya diperbolehkan mengamati saja. Layaknya ratu yang tengah dimanjakan rajanya.
"Dingin," celetuk Arsen menolehkan wajahnya mencoba menatap Neisha yang tengah menunduk.
"Jangan menunduk, kamu tidak akan tahu apa yang menghadangmu," imbuh Arsen yang berhasil membuat Neisha mendongakkan kepalanya dan menatap jalanan sekitar.
Ya, kita memang tidak tahu apa yang akan menghadang kita di depan. "Seperti rumah tangga kita yang sedang dihadang oleh sesuatu," sindir Neisha. Pegangan tangan wanita itu kini melemah.
Tepat dan telak mengenai jantung hatinya, Arsen tidak dapat berkutik saat sindiran itu diarahkan padanya. Arsen tidak mau membela diri karena memang kenyataannya seperti yang Neisha ucapkan.
Biarlah Arsen menyimpan sendiri alasan mengapa ia harus tetap bersama Aurel. Pria itu tidak ingin menambah beban pikiran Aurel dengan mengatakan kebenarannya pada Neisha, sang istri. Kepergian Adipati pasti sudah membuat luka Aurel begitu dalam.
Di bawah langit gelap dengan dihiaskan ribuan bintang dan sang rembulan. Cahaya lampu dari jalanan kota menemani sepasang suami istri yang sedang berjalan beriringan.Terlihat romantis dan membahagiakan, tetapi siapa yang tahu jika hati mereka kini sedang diporak porandakan oleh sesuatu yang bernama cinta dan penghianatan."Malam semakin dingin, kita pulang saja," ajak Arsen yang kini berjalan mendahului Neisha.Wanita itu masih terdiam di tempatnya, menatap punggung lebar nan kokoh yang berjalan menjauhinya, Neisha meratapi nasibnya.Beberapa menit yang lalu mereka masih berjalan beriringan dengan tangan yang saling menggenggam. Namun, kini punggung kokoh itu pergi meninggalkan Neisha seorang diri.***Baru juga menginjakkan kaki dan masuk ke dalam rumah, ponsel milik Arsen yang ia letakkan di atas meja berdering. Saat menikmati malam bersama dengan Neisha, Arsen sengaja meninggalkan benda pipih itu di rumah.Neisha yang melihat Arsen segera mengambil ponselnya pun menggigit bibir ba
Seketika lidah merasa kelu dan desir darah seolah berhenti mengalir dari tubuhnya. Sungguh, pernyataan yang baru saja Neisha dengar menghujam jantungnya. "Jadi siapa Melodi?" tanya Neisha menatap manik hitam Arsen yang juga menatapnya dengan keputusasaan. Arsen tahu jika dirinya memberikan luka pada wanita yang kini masih berstatus sebagai istrinya itu. Namun, janjinya pada Adipati tidak bisa ia abaikan begitu saja. "Aurel dan Melodi adalah anak dan istri dari temanku. Dia meninggal karena menyelamatkan aku," jelas Arsen. "Lalu kamu menceraikan aku untuk bersama mereka?" cecar Neisha. Kali ini tidak ada getaran dalam suara wanita cantik itu. Ia sudah bertekad semalam untuk menjadi kuat. "Mereka membutuhkan aku …." "Aku juga!" potong Neisha menyela kalimat Arsen. "Mereka tidak mempunyai sandaran hidup." "Orang tuaku meninggal dan suamiku akan menceraikan aku. Apa aku punya sandaran?" cibir Neisha yang membuat Arsen tidak dapat membalas kalimat sang istri. Sebab Neisha hanya hid
Aroma masakan yang begitu menggugah selera telah tersaji rapi di atas meja makan. Neisha memasak dengan rasa bahagia karena hari ini suaminya berjanji untuk pulang sebelum makan malam. Senyum manis terukir dari bibir tipis Neisha. Fokusnya pada makanan yang baru saja ia buat kini teralihkan pada ponsel yang bergetar. Benda pipih itu menampilkan sebuah notifikasi pesan dari nomor yang tidak Neisha ketahui. Neisha menyipitkan matanya kala nomor itu mengirimkan sebuah foto. Rasa penasaran dan rasa ingin tahu menjadi satu, Neisha menekan gambar foto kemudian menampilkan seorang pria yang sangat ia kenali. Hatinya kembali sakit layaknya disayat oleh belati tajam. Bibir tipis Neisha membentuk kata 'mas Arsen' tanpa suara. Menutup mulutnya dengan tangan yang gemetar, Neisha bahkan sudah melambungkan harapan tinggi pada perubahan sifat Arsen padanya. Apakah akan sia-sia? Saat Neisha meratapi cinta yang kian sulit untuk ia raih, sebuah pesan kembali mengusik Neisha dan memaksa wanita itu
Lain kali? Lain kali yang seperti apa yang dimaksud oleh Arsen? Ini bahkan sudah yang kesekian kalinya pria itu tidak menepati janji yang ia buat."Sayang jika harus dibuang, kan, Mas?" gumam Neisha menatap aneka makanan di atas meja.Arsen tidak dapat berkata apapun lagi, ini memang salahnya. Lara hati begitu menyiksa hingga tidak dapat lagi berkata. Menyembunyikan perihal luka tidaklah mudah, tetapi Neisha berusaha menutupnya agar tidak kembali menganga."Mandilah dan tidur, Mas." Neisha melepaskan genggaman tangan mereka yang bertaut kemudian terulur menyentuh rahang tegas milik suaminya, "kamu pasti lelah." Neisha kemudian berbalik dan merapikan makanan yang bahkan belum ia sentuh sedikitpun.***Ruangan dengan penerangan yang minim, tetapi Arsen masih dapat melihat dengan jelas jika bahu Neisha kini bergetar. Sudah berapa kali pria itu membuat istrinya terluka?"Nes," panggil Arsen menyentuh bahu Neisha dengan lembut."Hm." Ah, seperti sebuah Dejavu bagi Arsen. Jika dulu Arsen ya
Aurel menatap frustasi pada wanita yang ada di depannya. Wanita cantik dan anggun itu tidak menyangka jika ia akan menghadapi wanita yang keras kepala dan pandai berdebat.Niat ingin semakin menghancurkan hati dan kepercayaan Neisha pada Arsen, tetapi nyatanya Aurel yang tersentak akan sikap mengintimidasi dari Neisha. Wanita itu sering kali mengeluarkan smirk yang membuat lawan bicara mati kutu."Sudah aku katakan jika aku tidak akan pernah melepaskan suamiku pada orang lain?" Mata Neisha benar-benar mampu membuat Aurel tidak berkutik kala mereka saling bersitatap.Aurel tidak mau kalah, wanita itu akan selalu menyudutkan Neisha hingga ia mau menyerah pada cintanya."Asal kamu tahu, Arsen akan datang begitu Melodi menghubunginya. Suamimu itu sangat menyayangi Melodi," cibir Aurel yang membanggakan cintanya pada Arsen.Jujur saja, Neisha merasa tidak rela dengan apa yang dikatakan oleh Aurel. Wanita itu pasti sedang menertawakannya sekarang. Sebab pernikahan yang hampir dua tahun itu
Mata bulat itu melebar sempurna dengan seseorang yang berdiri tepat di hadapannya. Pria tinggi dengan kulit berwarna tan itu menyapa dengan senyum indahnya."Neisha," sapa pria itu dengan lembut.Sang empunya nama mengernyitkan dahinya seraya mengingat pria yang berada di depannya. Mulutnya terbuka membentuk sebuah huruf O saat ingatannya berjalan dengan baik."Pramudya?" Pria yang bernama Pramudya itu pun mengangguk membenarkan Neisha. Mereka saling menjabat tangan menumpahkan rasa bahagia karena kembali bertemu setelah sekian lama.Neisha yang tadinya sudah beranjak untuk pulang mengurungkan niatnya. Wanita itu kembali duduk di kursi taman dengan desiran angin yang sepoi-sepoi. Menggoyangkan dedaunan yang mengakibatkan beberapa daun itu berguguran."Apa kabar?" tanya Pramudya yang ikut mendudukkan dirinya di samping Neisha dengan jarak beberapa jengkal.Neisha menikahkan wajahnya menatap teman semasa sekolahnya dulu, masih sama dan tetap tampan. Siapa yang tidak kenal Pramudya, pri
Sinar mentari telah menerobos masuk melalui celah jendela sepasang suami istri yang tengah meringkuk di atas ranjang. Selimut yang menutupi keduanya menjadikan mereka enggan untuk bangun.Ya, meski mereka tidur di ranjang yang sama, tetapi Neisha masihlah seorang gadis yang belum dijadikan wanita sepenuhnya oleh sang suami. Ironi memang.Arsen adalah lelaki normal, pria itu menahan mati-matian hasratnya pada sang istri karena tidak ingin semakin menyakiti Neisha. Sebab Arsen yang tidak ingin menyakiti Neisha lebih dari luka yang ia berikan pada wanita cantik itu.Neisha menggeliat karena merasakan sinar mentari yang menyinari sepasang netranya. Mengerjapkan matanya berkali-kali karena cahaya yang begitu terang mengapa di pagi hari.Wanita itu menguap seraya merentangkan kedua tangannya. Badannya terasa lelah karena kemarin ia banyak berjalan setelah bertemu dengan Aurel. Bertemu dengan wanita itu benar-benar membuat Neisha membutuhkan kembali tenaganya yang terkuras habis untuk untuk
Gadis kecil itu berlari menyongsong tubuh tinggi yang berada di depannya. Merentangkan tangannya mungilnya yang kemudian disambut oleh Arsen.Rencana Neisha untuk pergi berdua saja dengan Arsen sepertinya tidak akan berjalan dengan lancar. Kehadiran gadis mungil itu akan merebut seluruh atensi Arsen."Kenapa kamu di sini?" tanya Arsen setelah menggendong tubuh kecil Melodi."Ibu libur hari ini, jadi ibu mengajak Melodi ke sini," jawab Melodi dengan suara lucunya."Begitu?" Tangan besar Arsen menutupi kepala Melodi dari teriknya matahari.Kedekatan Melodi dan Arsen membuat Neisha merasa iri. Pasalnya pria itu selalu mengandeng tangan mungil itu dan sesekali menggendong Melodi.Bahkan terkadang Neisha hanya diam saat Melodi dan Arsen sedang bersenda gurau. Pasti Aurel tengah menertawakan Neisha saat ini.Beberapa wahana bermain telah mereka coba. Tidak menampik rasa bahagia, Aurel benar-benar membuat keputusan yang tepat mengajak anaknya datang ke taman bermain. Siapa yang menyangka jik