Anaya langsung membekab mulut Gendis dengan cepat agar mereka tidak menjadi pusat perhatian orang-orang yang ada dalam butik itu karena ribut. Ia bahkan dengan kuat membawa tubuh besar Gendis untuk berlindung di balik gantungan gaun yang mampu menutupi sebagian tubuh mereka kecuali punggung. "Mbak, jangan keras-keras suaranya! Nanti kita ketahuan dan aku gak mau lagi berurusan dengan perempuan itu!" bisik Anaya penuh permohonan. Gendis mendengkus kesal dengan bibir mengerucut mendengar nada memohon Anaya. Tangan dan mulutnya gatal ingin memaki dan menghajar wanita sialan itu. "Kamu ini terlalu baik sama orang yang sudah menyakitimu! Baiklah, untuk sekarang Mbak bakalan nurutin kata-katamu, tapi tidak untuk masa mendatang!" sungut Gendis dengan muka masih cemberut karena gagal melampiaskan kekesalannya pada selingkuhan si Raka itu. "Terserah Mbak saja, yang penting sekarang kita tidak boleh membuat keributan di tempat ini! Aku gak mau semua orang memandang buruk kita kar
Sudah semingguan Amira pergi keluyuran keluar rumah setelah Raka berangkat ke kantor. Pria itu sudah mengubah penampilan nya seperti dulu, tetapi sikapnya masih dingin dan tidak banyak bicara jika bukan bersama sekretarisnya, Sugandi. Sikap seenaknya Amira membuat nilai baiknya yang selama ini begitu tinggi di mata Bu Yati mulai turun drastis. "Amira, kandungan kamu kapan lagi periksanya? Mama pengen temanin kamu periksa sambil lihat perkembangan cucu Mama," tanya Bu Yati memulai pembicaraan saat keduanya kebetulan sarapan bersama. "Udah dua hari kemarin kok Ma periksanya! Nanti aku kasih lihat cetakan foto USG waktu periksa kemarin," jawab Amira santai dan acuh tak acuh pada mertuanya itu. "Apa? Kenapa kamu gak kasih tahu Mama kemarin? Apa Raka kamu ajak saat periksa dua hari yang lalu?" teriak Bu Yati dengan muka kaget dan kecewa atas sikap menantu pilihannya itu. "Gak! Anak Mama mana pernah ada waktu untuk menemani aku periksa bayi ini! Udah deh Ma, gak usah sok perh
Sudah dua hari Anaya dan Liam menjadi pasangan suami istri yang resmi, dan selama dua hari itu juga Liam berubah menjadi lebih manja dan kekanakan sehingga terkadang membuat roxy muak dan kesal. Pasalnya pria itu mendadak cosplay menjadi lintah, yang selalu menempel pada Anaya kemana pun wanita itu pergi. Roxy yang merasa tidak leluasa lagi saat bersama Anaya mulai menyuarakan keengganannya dengan sifat Liam yang baru. "Daddy, mau sampai kapan Daddy seperti ini sama Mommy? Sudah dua hari ini Uncle Naren yang mengerjakan semua pekerjaan Daddy, apa Daddy gak bosan berdiam diri di rumah saja? Mana Daddy Liam yang dulunya selalu mementingkan pekerjaan? Apa Daddy lupa kalau banyak nyawa yang bergantung kehidupannya dengan perusahaan Daddy?" keluh Roxy panjang lebar dengan sengaja agar Liam tersentuh hatinya. Akan tetapi niatnya itu tidak berjalan dengan mulus karena Liam selalu punya jawaban yang membuat siapapun tidak bisa lagi berdebat dengan nya. "Perusahaan kita tidak akan bangkr
Suasana haru itu mencair tatkala Liam membuka suaranya untuk pertama kali di depan keluarga Darwin. "Saya tidak akan pernah menyakiti dan menyia-nyiakan Anaya, terlebih pada anak-anak kami. Seorang laki-laki itu yang dipegang ucapannya, dan saya tidak akan mengingkarinya sampai nyawa lepas dari badan," ucap Liam membuka suaranya yang berat dan terdengar tegas di telinga yang mendengar nya. "Itu bagus! Laki-laki sejati pasti tidak akan mengingkari semua ucapannya, aku suka itu!" celetuk Samudra yang memberikan dukungannya tanpa ada niat menjilat. Liam mengangguk dan tersenyum tipis yang membuat suasana canggung saat pertama tadi seketika mencair dengan sendirinya. Bu Darwin tampak puas dengan sikap Liam yang begitu jantan dalam mengucapkan kata-kata janji yang didalamnya ada tanggungjawab, cinta, dan kasih sayang. "Duh, manis juga calonmu, Nay kalau dia tersenyum! Gak datar kayak papan dan dingin kayak kutub utara," bisik Gendis pada Anaya karena wanita itu sudah pindah
"Ibu! Anaya! Tunggu aku!" pekik Gendis secepat kilat kabur menyusul Ibunya dan Anaya masuk ke rumah. Liam menatap datar sikap aneh Gendis dimatanya, lalu memasuki rumah menyusul mereka. "Kamu ini kenapa sih, Dis? Kelakuan kayak anak kecil gitu!" tegur Bu Darwin setengah kesal dengan kekanakan putrinya itu. "Nay, teman yang bersamamu itu seram sekali!" sungut Gendis dengan muka bergidik ngeri. "Astaghfirullah, aku kok bisa lupa!" seru Anaya dengan nyengir kuda sambil menoleh ke belakang. Karena posisi sofa ruang tamu yang ia duduki membelakangi pintu utama, ia jadi menoleh ke belakang melihat keberadaan Liam. "Loh, Anaya! Aku kira siapa yang datang, nyatanya kamu! Bagaimana kabar kamu sekarang Nay? Apa kamu baik-baik saja selama ini?" ucap Samudra terkejut melihat Anaya saat pria itu mendatangi ruang tamu. Ia bahkan tidak sungkan menanyakan kabar Anaya dengan suara yang hangat sehingga membuat Liam menatap tajam bapak dua anak itu dengan terang-terangan. Merasa ada tatapan y
Amira berubah menjadi lebih liar dan bebas pergi kemana saja sejak ia heeling ke Mall waktu itu. Ia tidak lagi peduli teguran Ibu mertuanya saat ia pulang kesorean hingga terkadang malam baru pulang. Seperti sekarang ini, ia ingin bermain ke kantor kakaknya guna menghilangkan rasa suntuk dan bosan di rumah. Namun karena Andika ada pertemuan dengan kliennya di hotel, Amira pun ikut menyusul ke sana setelah menghubungi Andika. Amira memutuskan untuk menunggu Andika di restoran hotel sambil memesan beberapa makanan dan minuman sebagai teman menunggu. "Rasanya perasaan ku lega begitu keluar dari rumah, dan aku tidak peduli lagi dengan pandangan orang-orang! Bodo amat dengan larangan Mama mertua!" gumamnya sambil matanya menelisik keadaan di sekitar restoran tersebut. Ia pun memanggil pelayan dan memesan beberapa makanan serta minuman yang ia sukai sebagai teman menunggu kakaknya selesai meeting. Seseorang dari meja yang tidak jauh dari Amira melihat wanita hamil itu dengan