Hari ini, setelah mendapat izin dari Emak dan Bapak, aku dan King mencoba datang kerumah sakit tempat Mala dirawat. Aku memilih memakai mobilku sendiri. Bagaimana bisa mau mencari seseorang, jika mobil yang di pakai begitu bising dan membuatku tak nyaman. Terlebih lagi, akan ada banyak mata memandang dijalan jika mobil King yang dipakai. Aku tak akan nyaman. Mobilku mulai melaju, King yang mengendarai. Gayanya sok sekarang. "Berhenti!" Aku berteriak.King menepikan mobil kami. Setelah kurasa jauh dari rumah dan aman. "Buggg!""Buukkkk!"Aku memukulnya dengan tasku. Sejaj tadi sudah kutahan gatal tangan ini."Kamu kenapa Queen?""Kenapa, kenapa? Beraninya kamu datang kerumah! Menyebalkan" Ucapku tak mau lagi melihatnya.King justru tertawa melihatku marah. Menyebalkan sekali. Dia tertawa semakin keras saat melihatku."Kenapa tertawa?" Tanyaku jengkel."Apa? Aku tak tertawa" Tak tertawa apanya. Dia berusaha menahan tawanya sekarang. Dia fikir aku ini buta apa!"Dengar ya, aku mau j
Pagi ini, setelah berlari memutari kampung tempatku tinggal, aku melihat Bapak duduk di gazebo belakang. Sambil memberi makan ikan-ikan besarnya yang melompat didalam air, seolah minta digoreng.Aku ikut duduk di gazebo melihat juga bapak memberi makan ikannya."Berangkat jam berapa nanti?"Bapak bertanya. Ya, hari ini aku akan kembali ke Purwakarta. Mendatangi membali sidang yang tinggal tahap-tahap akhir."Sore pak. Insyaallah"Bapak menganggukkan kepala."Pak"Ragu aku memanggil Bapak.Bapak menoleh dan seperti mendapat isyarat, Bapak duduk disebelahku."Kenapa ndok?""Em.. Dina akan tinggal di Purwakarta sementara. Boleh pak?""Kalau Bapak tidak memberi izin, bagaimana?""Ya Dina tidak lakukan pak. Dina ingin tenang sambil menunggu sidang terakhir. Kalau boleh, beberapa waktu saja Dina di Purwakartaì"Aku takut meminta izin Bapak. Bapak sangat disiplin, jika sudah bilang tidak, maka tak ada yang bisa dilakukan lagi."Kalau kamu lebih nyaman di sana, ya ngak apa-apa nduk. Koe wes
[Aku di cafe depan][Okey]Hanya itu jawabanku. Saat perjalanan tadi aku ingat untuk meminta King menunggu di Cafe depan, aku bisa beralasan kesana dulu nanti sebelum pulang.Aku beralih mengambil HP tempat aku dan team berkomunikasi. Satu pesan kubaca dari Black.Black[Hay semua, hari ini aku akan ikut bergabung dengan kalian di markas]Mataku membelalak. Setelah hampir dua bulan dia memghilang, sekarang dia mau datang ke markasRock[Surprize Black. Aku sudah di markas] Rose[Wauu. I'm excited Black. We are waiting for you]King[ Welcome back, Black]Rock[ Segera datang Black. Aku akan memasak spesial hari ini]Aku[Hay Black, terimakasih sudab menepati janji]Black[Terimakasih semua. Aku pasti datang. Semoga sidangmu sukses Queen]Aku tersenyum membaca pesan mereka. Kami berbincang lama dan aku masuk ruang sidang. Pada akhirnya ibu mas Haris nampak didalam ruangan. Bersama pengacara dan membawa surat dari Mas Haris.Isinya adalah keberatan atas apa yang aku gugatkan. Bahwa dia
Jubah hitam menjuntai, dan topeng masih terpakai. Dia berjalan masuk mendekati kami.King yang baru masukpun ikut terkejut dan berdiri disamping kami. Perlahan dia membuka topengnya."Mas Ramdan!"Aku hampir saja kehilangan keseimbangan, untungnya King menahan tanganku agar tak jatuh."Astagfirullah!"Segera kulepas tangan itu. Menyadari kami bukan muhkrim. Mataku tertuju pada mas Ramdan. Aku fikir dia harus menjelaskan semuanya padaku.Mas Ramdan duduk diantara kami. Dia masih terdiam menatap kami satu persatu. Tak pernah terbersit dalam fikiranku, Black adalah seseorang yang sangat dekat di sekitarku."Hay semua" Mas Ramdan mencoba menyapa kami. Canggung.Jelas saja kami canggung. Hampir delapan tahun kami bersama, tanpa tau siapa Black itu. Dan sekarang saat dia ada didepan kami, mungkin teramat jauh dari bayangan.Terlebih aku, yang sangat terkejut mas Ramdan adalah Black."Hay Black. Akhirnya ya. Setelah sekian lama"Rose mencoba akrab. Meski terdenegar canggung. Namun kami mema
"Saat tersadar, tubuh saya di kerubung semut, saya merayap mencari pertolongan, Bapak Juragan datang saat saya sudah lelah dan menyerah. Dalam hati saya berjanji, siapapun yang menyelamatkam saya hari itu, saya pasrahkan hidup saya padanya"Aku terdiam. Cerita mas Ramdan seperti sebuah film petualangan, benarkah dia seberuntung itu, lolos dari maut dan memiliki hidup kedua?"Dua minggu saya dirawat di rumah sakit Bontang mbak. Dan Bapak juragan datang menanyai saya satu hal saat bertemu.""Tanya apa mas?""Kamu mau hidup berguna atau tidak! Itu kalimat yang saya ingat sampai sekarang""Lalu mas Ramdan jawab apa?""Saya jawab mau. Bapak lalu memasukkan saya ke rehabilitasi. Enam bulan saya di sana. Saya pecandu berat mbak, saya bahkan beberapa kali hampir mati karena barang-barang setan itu. Jangan sesekali ikut menikmati barang haram itu, jika tak ingin hancur seperti hidup saya dulu."Jadi Bapak dulu sering ke Kalimantan karena ada mas Ramdan yang harus dia urus? Sebelum mas Ramdan D
Aku yakin akan hal itu, sebab aku pernah memberi obat tidur pada mas Haris juga."Kamu dapat di mana satpam itu?" King bertanya padaku. "Sebenarnya satpam yang biasa menunggu rumah, namanya pak Rudi. Satpam toko mebel yang kuminta menjaga rumah bersama anaknya."Aku menjelaskan pada King dan Rose yang ikut terbangun dengan percakapan kami."Lalu kenapa bisa beda orang yang jaga?"Rose melihatku penuh tanya." Sebelum aku kemari, anak pak Rudi kecelakaan, kakinya patah. Jadi pak Rudi meminta tetangganya yang dulu jadi satpam di Jakarta menjaga rumahku, karna pak Rudi tidak bisa datang"Mas Ramdan nampak terdiam, memikirkan sesuatu entah apa."Apa ini satu kebetulan, atau memang sudah direncana?" Mas Ramdan berucap, menatap kami satu persatu.Belum sempat aku menjawab, telponku berdering dari rumah."Halo!""Queen, ada polisi kemari, mereka melakukan penggeledahan! Ada yang melapor, katanya di sini ada pengedar narkoba!""Apa?"Bagaimana bisa narkoba ada dalam rumahku, gila! Aku tau be
Aku diam, mengingat kembali ucapan mas Ramdan."Segera kemobil mbak Dina, segera kerumah sakit""Segera kemobil mbak Dina, segera kerumah sakit"Kuulang berkali-kali kalimat itu, sebuah kesimpulan terkumpul di kepalaku."Kemobil? Kerumah sakit?"Apa itu petunjuk untuk rencananya? Tanpa fikir panjang aku berlari kedalam mobilku."Terkunci!" Kunci, dimana mas Ramdan meletakkan kuncinya?Aku mengingat kebiasaan mas Ramdan setelah membawa kunci, dia akan meletakkannya di?"Saku celana!"Aku terkejut. Jika dia memintaku kemobil, namun kunci masih disakunya, artinya aku harus mengambilnya."Rock, keluarkan mobilmu!""Kenapa?""Cepatlah. Kita kejar mereka"Rock segera berlari kemobil. Sky mengunci pintu rumahku dan ikut berlari masuk kedalam mobil Rock yang sudah mundur kejalan.Aku duduk dibelakang. Sky menutup pinti dengan kencang. "Apa yang terjadi Queen?""Entahlah, namun mereka sepertinya bukan polisi! Cari mobil tadi. Cepat!"Rock duduk di belakang kemudi. Kami berusaha mengejar mere
Kami terus memutari Purwakarta, namun tak juga menemukan petunjuk apapun. Dalam kegentingan yang sangat membuat kami tertekan, ponselku berbunyi."Halo" Aku mengangkatnya dengan suara datar."Kau beruntung Dina Arleta, gadis si*lan itu melindungimu" Suara Mala terdengar kesal di seberang sana."Jangan libatkan orang lain Mala, ini urusan antara kau dan aku!" Aku memperingatkan dirinya, dia juga harus tau posisinya di rumah ini."Bagaimana, aku juga bisa bermain sepertimu kan Dina?Suara Mala terdengar meledekku, perempuan tak waras ini masih saja tak sadar diri, dia kira bisa dengan gampangnya mempermainkan hidupku!"Apa maksud ucapanmu, ha!" Aku sedikit terbawa emosi."Apa lagi, aku tau selama ini kau memata-matai hidupku Dina, jadi ini baru awal permainanku padamu. Dengarkan aku Dina Arleta, aku akan membuatmu membayar semua yang kau lakukan padaku!"Suaranya terdengar meyakinkan. Lucu sekali, aku kini berurusan dengan gadis yang dalam pemeriksaan bahkan mengalami gangguan jiwa, jik