Share

Bab 6

Penulis: RIANNA ZELINE
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-22 17:23:50

Mas Evan tersenyum, lalu berbalik dan menutup pintu. Sebelum langkahnya kembali menuju ke arahku, segera kumatikan video dan keluar dari semua folder yang sedang kubuka. Lalu menutup laptop begitu saja tanpa mematikannya. Tak lupa berkas lain pun aku kemas rapi seperti sedia kala.

Aku berdiri saat Mas Evan sudah berada di sampingku. Ada senyum hangat di bibirnya. Membuatku terpaksa membalas senyumnya.

“Kamu habis nangis? Kenapa?” tanyanya, wajahnya berubah panik, sambil tangannya terulur menyentuh pipiku yang sudah memerah. Sorot matanya seolah mencari sesuatu yang membuatku berurai air mata.

Sengaja aku tersenyum lebar hingga deretan gigiku terlihat. “Itu Mas, aku baru saja nonton drakor sedih, makanya aku ikut nangis,” jawabku beralibi.

Mas Evan menghela napas lega. “Astaga, Mas pikir kenapa. Memangnya ceritanya tentang apa sampai berhasil buat kamu nangis? Hm?” tanyanya sembari menarik tubuhku dalam pelukannya.

“Emm, itu soal perselingkuhan, Mas,” jawabku yang sengaja memancing, lalu kudorong pelan tubuh Mas Evan agar pelukannya terlepas. “Aku kasihan sama si istri karena diselingkuhi suaminya. Padahal hubungan mereka tampak baik-baik saja. Menurutku si istri ini juga cantik loh, Mas. Kok tega ya suaminya malah selingkuh,” lanjutku.

Aku memicing, memperhatikan ekspresi di wajah Mas Evan yang tampak biasa. Bahkan masih bisa menunjukkan senyum lembut di bibirnya. Sungguh, melihat itu membuatku tersenyum sinis dalam hati.

“Ya, mungkin karena suaminya merasa tidak mendapatkan sesuatu yang dia inginkan dari istrinya, makanya dia selingkuh. Lagi pula itu hanya drama, ‘kan, Sayang. Ya berarti skenarionya sengaja dibuat sperti itu,” tuturnya yang disertai tawa kecil.

“Tapi walaupun cuma skenario ‘kan sering kali diambil dari realita kehidupan, Mas.”

Mas Evan mengangguk dengan senyum simpul. “Ya bisa jadi juga, sih,” jawabnya sembari melangkah meletakkan tas lalu membuka kancing kemejanya satu per satu dengan membelakangiku.

“Mas mau mandi dulu ya, udah gerah soalnya,” katanya sambil berbalik dan melangkah ke kamar mandi. Seolah sengaja menghindari pembicaraan yang menyangkut tentang perselingkuhan. Dia bahkan tampak menghindari bertatapan mata langsung denganku.

***

Aku begitu fokus menumis masakan di dapur saat tiba-tiba dua tangan melingkar pelan di perutku yang ramping. Memeluk dari belakang lalu mendaratkan sebuah kecupan. Tentu saja itu adalah Mas Evan. Namun, aku tak bereaksi. Membiarkan dagunya bersandar di atas pundak dan memperhatikanku memasak.

“Hmm, wanginya enak. Mas jadi gak sabar untuk memakannya,” ujarnya.

“Coba aku tahu Mas bakal pulang cepet, pasti udah aku siapin dari tadi,” jawabku.

“Nggak apa-apa, kok. Justru Mas seneng bisa nemenin kamu masak dulu kayak gini.”

“Daripada cuma nemenin, mending bantuin biar cepet selesai.” Aku menoleh ke samping sambil nyegir, melirik Mas Evan yang masih betah menyandarkan dagunya di atas pundakku. Hingga tawa kecil kudengar keluar dari mulutnya.

Dengan senang hati, Mas Evan berdiri di sampingku dengan tangannya yang cekatan membantu. Salah satu hal yang sering kita lakukan bersama. Dan sampai sekarang pun hal itu tak pernah berubah. Dan itulah yang membuatku merasa jatuh cinta setiap hari padanya.

Saat kegiatan memasak usai, kami pun menyiapkannya bersama-sama di atas meja. Menatanya dengan sempurna dan menciptakan suasana romantis yang sudah lama tidak terlaksana. Namun, bukannya merasa bahagia, aku justru teringat pada pesan Vania yang membahas makan malam romantis bersama Mas Evan. Seketika itu juga nafsu makanku pun menguap bersama udara sekitar.

“Kenapa diam? Apa ada yang kamu pikirkan?” tanya Mas Evan. Tangannya terulur mengambil piringku dan menuangkan makanan di atasnya tanpa kuminta. Salah satu bentuk perhatiannya dalam memanjakanku sejak dulu mulai awal menikah.

Aku menghela napas pelan. Tatapan seriusku mengarah pada Mas Evan. “Aku ingin bertanya tentang suatu hal yang serius, Mas.”

Mas Evan seketika memicing, tampak sekali dia merasa sedikit aneh dengan ucapanku. “Kenapa harus bilang dulu? Kamu ‘kan bebas mau bertanya apapun ke Mas,” jawabnya.

“Sebenarnya aku masih kepikiran soal drama itu, Mas. Aku jadi takut kalau itu terjadi pada kita,” ujarku ragu.

Mas Evan sedikit tersedak, lalu segera mengambil gelas di dekatnya yang sudah berisi air dan langsung meminumnya.

“Maksud kamu terjadi pada kita apa? Kamu mau selingkuh gitu?” tuduhnya. Nada yang terdengar tak hanya sebuah candaan di telinga, tapi seolah benar-benar menuduh bahwa aku akan melakukannya. Walaupun ada kekehan kecil, tapi aku rasa aku tak salah memaknai ucapannya.

Bibirku mengerucut sebal. “Kok aku, sih, Mas. ‘Kan yang aku tonton itu yang selingkuh si suami. Jadi ya aku takut kamu yang selingkuh, gitu.”

“Hahaha…! Kamu ini ada-ada saja, Sayang. Lagi pula kenapa aku harus selingkuh sedangkan aku sudah punya istri yang cantik, baik, pengertian, sayang sama aku, dan juga… pandai nyenengin suami di atas ranjang,” jawabnya santai, bahkan sengaja menggodaku pada kata-kata terakhir itu. Dia sengaja memelankan suaranya sambil menaik-turunkan alisnya.

“Ih, aku serius loh, Mas. Aku tuh khawatir.”

Lagi-lagi Mas Evan tertawa kecil sambil menggelengkan kepala. Tangannya meraih punggung tanganku di atas meja dan mengelusnya lembut sambil berkata, “Makanya kamu jangan terlalu sering nonton drama, kalau ikut kebawa gini ‘kan jadi repot. Kamu sendiri yang akhirnya gak tenang.”

Aku terdiam dengan wajah sebal. Namun, Mas Evan seolah tak menganggap bahwa itu sebuah maslah besar dan justru fokus pada makanan. Ya, nasihatnya memang benar jika aku tak seharusnya terpengaruh akan sebuah drama. Tapi sayangnya drama yang kutonton adalah drama nyata di mana suamiku sendiri yang menjadi pemeran di dalamnya. Bagaimana mungkin aku bisa tetap tenang dan tidak gelisah?

Setelah ucapannya itu, aku semakin sadar bahwa dia sangat pandai menyembunyikan kebohongan. Sehingga dalam hati aku bertekad untuk membuatnya menyesal. Entah bagaimana caranya, tapi aku tidak akan membuang waktu terlalu lama. Lihat saja!

“Walaupun drama, aku rasa ada banyak kasus yang sama di luaran sana. Jadi sepertinya aku harus tetap waspada. Bukan begitu, Mas?” Sengaja aku menyindirnya dan menatapnya penuh keseriusan.

Mas Evan menghentikan makannya, lalu menatapku dengan sedikit bimbang yang coba dia sembunyikan. “Sudah, ya? Jangan membahas hal-hal yang bisa bikin kamu kepikiran kayak gini. Dalam hubungan rumah tangga seharusnya kita bisa saling percaya. Mas pasti akan menjaga hubungan kita, begitu pula sebaliknya,” jawabnya.

Aku mengangguk samar. Namun tersenyum kecut dalam hati mengetahui ada racun yang dibungkus madu pada setiap kata-katanya.

***

Siang ini aku pergi ke suatu tempat tanpa lebih dulu memberi tahu Mas Evan. Tentu saja, sebab aku sedang menyiapkan rencana besar untuknya. Rencana yang harus disusun dengan sangat matang, sehingga aku perlu meminta bantuan seseorang.

Aku memasuki sebuah perusahaan besar dengan ditemani Selina. Setiap langkah yang kupijak seiring ketukan heel di sepanjang koridor yang terus menggema. Hingga sampailah aku di depan ruangan bertuliskan CEO. Setelah mendapat arahan dari seorang sekretaris, aku dan Selina bergegas masuk ke dalam sana.

Di dalam sana, seorang pria tampan duduk tenang menatap kedatanganku dengan senyum lebar. Posturnya tinggi dengan tubuh atletis yang dibalut jas mahal. Bagaimana aku tahu bahwa dia memilki tubuh atletis? Tentu saja karena pria yang menjabat CEO itu adalah sahabat baik kakakku, namanya Rafael Dominic Elson. Usianya hanya terpaut tiga tahun denganku.

“Selamat datang, Bu Dinara. Silakan duduk!” ucap Rafael dengan senyum ramah namun penuh wibawa.

Aku mengangguk dengan senyum tipis, dan mengambil duduk di hadapannya dengan batasan meja. Begitu pula Selina yang mengambil tempat duduk tepat di sampingku. Namun, sebelum satu kata terucap, aku dan Rafael saling menatap untuk sesaat hingga tawa kecil keluar dari bibir kami berdua.

“Lama tidak bertemu, Pak Rafael. Maaf jika saya datang secara tiba-tiba,” ucapku masih dengan senyum tipis menghiasi wajah..

Rafael tertawa kecil lalu menggeleng pelan. “Bukan masalah, Dinara. Senang bisa bertemu denganmu lagi,” jawabnya yang beralih pada percakapan santai. “Jadi, apa yang membawamu ke sini? Apa ada yang bisa aku bantu?”

Aku menghela napas panjang, mengumpulkan keberanian untuk mengatakan tujuanku datang. Meyakinkan diri sekali lagi bahwa Rafael adalah orang yang tepat untuk membantuku menyelesaikan masalah ini. Sehingga dengan nada pelan aku pun menjawab, “Maaf jika aku harus melibatkanmu dalam masalahku yang satu ini. Tapi aku tidak tahu lagi harus meminta bantuan pada siapa. Sebab aku tidak bisa jika harus meminta bantuan pada kakakku atau keluargaku.”

Rafael langsung mengernyit menatapku. “Memangnya masalah apa sampai kamu tidak bisa meminta bantuan keluargamu, bahkan kepada Ravin pun tidak. Apa ini menyangkut masalah keluarga?” tebaknya.

“Ya, tebakanmu benar Kak Rafael. Ini memang menyangkut masalah keluarga, lebih tepatnya masalah pribadiku dengan Mas Evan. Karena itulah aku tidak bisa meminta bantuan pada keluargaku. Apa kamu bersedia membantuku?” Aku menatap penuh harap pada Rafael yang masih menatapku dengan penuh tanya.

“Memangnya masalah apa sampai kamu berpikir akulah yang bisa membantumu?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 7

    Kuambil napas panjang dan kuhembus perlahan. Semakin serius menatap Rafael yang menunggu jawaban. Setiap kata yang kususun sejak awal dalam angan, kini telah siap kulontarkan. “Sebenarnya ini adalah aib dalam rumah tanggaku,” kataku yang langsung tertunduk. Meremat jemari tangan di atas pangkuan dengan perasaan yang sulit kujelaskan. Yang pasti, hatiku kembali sakit dan terasa sesak untuk bernapas. “Aku mengetahui jika Mas Evan telah berselingkuh. Awalnya aku tak ingin percaya, sehingga diam-diam aku meminta Selina menyelidikinya. Hingga beberapa bukti yang terkumpul membenarkan perselingkuhan itu,” lanjutku dengan nada bergetar. Hening sejenak sebelum akhirnya kuangkat wajah untuk melihat reaksi Rafael yang tak sedikit pun bersuara. Entah apa yang ada di pikirannya. Tapi tatapannya tajam dengan dua alis yang hampir menyatu. Tergambar sebuah kemarahan yang coba ia redam di hadapanku. "Apa keluargamu sudah tahu tentang masalah ini?" tanyanya dengan tatapan menahan amarah. "Bel

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-11
  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 8

    Di dalam sana, kulihat Mas Evan dan Vania saling tertawa lepas sebelum akhirnya tatapan mereka beralih pada kehadiranku. Namun, yang membuatku sedikit tertegun adalah betapa dekat posisi mereka saat ini. Vania berdiri di samping kursi yang dipakai Mas Evan duduk. Posisinya sedikit menunduk membaca berkas yang sedang ia tunjuk. Entah Vania sadar atau tidak jika aku sudah mengetahui bahwa dialah pemilik nomor asing yang mengirimiku pesan. Tapi dari posisinya sekarang, seolah pose itu sengaja diperlihatkan. “Bu Dinara, silakan masuk!” ujar Vania lembut dengan senyum misterius tanpa diketahui Mas Evan. Aku mengangguk dengan senyum tipis. Melangkah mendekat dengan tatapan datar. Berusaha tenang meski hatiku kini rasanya sudah panas terbakar. Cemburu dan amarah bagai pusaran api yang berputar-putar mencari tempat pelampiasan. “Dinara, masuklah!” ujar Mas Evan yang ikut menyambutku datang dengan senyum mengembang. Dinara? Jujur aku merasa asing dengan panggilan itu. Selama ini Mas Evan

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-14
  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 9

    Vania dengan semangat memberikan pendapatnya mengenai private party yang cocok untuk merayakan ulang tahun bersama pasangan. Mulai dari dinner romantis, potong kue, hingga berdansa. Menurutku ide-ide itu sudah terlalu biasa dan tidak begitu istimewa. Namun, Vania menambahkan dengan adanya hadiah kejutan dari pasangan. Seketika aku tertarik dengan hadiah kejutan yang sedang Vania persiapkan dengan Mas Evan. Membuatku semakin tak sabar untuk melihat siapa yang sebenarnya akan mendapat kejutan. Aku? Atau mereka?Beberapa menit berlalu dan kegiatan kami memesan restoran untuk private party sudah selesai. Karena sudah berada di restoran, Mas Evan mengajakku sekalian makan siang. Vania yang awalnya berpura-pura ingin kembali ke kantor saja, aku bujuk untuk ikut makan siang dengan kami berdua. Alhasil dia pun mau dengan memasang senyumnya yang penuh kepalsuan.“Kamu pesan apa, Sayang,” tanya Mas Evan sambil membaca buku menu.“Aku mau Wagyu Steak dengan mashed potato dan jus reduction,” jawa

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-15
  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 10

    Aku berbalik dan menatap Selina yang terlihat mulai berpikir keras. Tak mudah memang mencari seseorang yang dia maksud. Sebab meski banyak memiliki rekan kerja, tapi tak ada satu pun yang menjadi teman dekatnya. Mas Evan sudah terbiasa berbagi masalah dan terbuka denganku saja.“Bagaimana dengan orang tua Pak Evan, Bu?”“Kamu tahu sendiri ibunya sudah sering sakit-sakitan. Kita tidak mungkin memberinya kabar buruk ini, ‘kan?”“Apa perlu saya minta bantuan Pak Ravin untuk memperingatkan Pak Evan?” Nada Selina terdengar ragu, sebab dia tahu dari awal aku tidak ingin membawa masalah ini pada keluargaku.Aku mendengus pelan. Kuhargai niat baik Selina yang tidak ingin aku mengorbankan hubunganku dengan Mas Evan. Aku juga tahu Selina berharap bukan aku yang mengalah. Karena itulah dia berusaha mencari cara lain untuk menyelamatkan rumah tanggaku.“Begini saja. Buat saja Kak Ravin mengetahui perselingkuhan Mas Evan secara alami dan biarkan dia bertindak sesuai apa yang dikehendaki. Tapi aku

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-16
  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 11

    Keringat masih membasahi tubuh kami setelah pertempuran panas yang baru saja terjadi. Tanpa sehelai benang, aku bergelung dalam selimut sambil kusandarkan kepalaku di dada bidang Mas Evan. Tak ada sepatah kata yang keluar dari bibir kami berdua. Hanya usapan lembut jemarinya yang bermain-main di atas kepala.“Mas…” panggilku pelan. Mendongak dan kutatap wajahnya yang tersenyum penuh cinta. Benar-benar sandiwara yang sempurna.“Iya, Sayang. Kenapa?”“Apa kamu kecewa padaku karena kita belum juga dikaruniai keturunan?” tanyaku dengan dada yang terasa sesak. Kutatap bola matanya yang masih penuh keteduhan. Tapi juga menyembunyikan kepalsuan.Senyum lembutnya terpatri seiring lengan kekarnya yang mendekapku semakin erat. Seolah berusaha menunjukkan dukungan yang besar terhadapku.“Jangan risaukan hal itu, Sayang. Berapa kali Mas bilang kalau itu bukan hal yang menjadi alasan utama kita menikah dan bertahan sejauh ini, hm?”“Tapi aku takut, Mas,” jawabku lirih. “Aku takut kamu selingkuh ka

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-19
  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 12

    Suara Mas Evan di seberang telepon terdengar sangat buru-buru, mendesak, tapi juga rasa bersalah. Aku yang sudah terbiasa dengan kebohongannya, seolah itu bukan sesuatu yang harus dikhawatirkan. Tapi, mungkinkah dia akan membongkar perselingkuhannya secara terang-terangan?“Hal penting apa, Mas? Kedengarannya bukan sesuatu yang baik,” tebakku dengan nada yang kubuat sedikit khawatir, tapi raut wajah yang tetap datar.Helaan napas Mas Evan terdengar. Seolah mengurai kegugupan yang melanda. Entah mengapa ia terasa sulit mengatakan permasalahannya.“Begini, Sayang. Hari ini Mas ada rapat ke luar kota. Memang tidak terlalu lama, tapi perjalanannya cukup lumayan. Jadi, Mas minta maaf karena harus pergi langsung saat ini juga,” tuturnya dengan nada yang dipenuhi rasa bersalah.“Kenapa harus minta maaf, Mas? Lagi pula pergi ke luar kota, ‘kan, sudah bukan hal baru lagi dalam hubungan kita. Kenapa kamu seolah merasa bersalah?” jawabku santai. Namun, di balik nada tenangku, sejujurnya aku seda

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-20
  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 13

    Mas Evan, dengan senyumnya yang merekah, segera mengulurkan tangan untuk memintaku berdiri di hadapannya. Begitu pula denganku yang langsung mengulas senyum hangat untuk merespon bagaimana caranya memperlakukanku. Mebuatku merasa bahagia dengan momen hari ini dan melupakan sejenak permasalahan yang ada. Dengan gerakan anggun, jemariku bertumpu di telapak tangannya. Berdiri dan menatap matanya, di mana masih kulihat cinta untukku di dalam tatapannya. Namun, tak ada lagi ketulusan dalam cintanya yang tersisa. Semua terasa hanya formalitas sebuah hubungan semata.“Mas sudah membawa kalung berliannya. Boleh Mas pakaikan sekarang?” tanya Mas Evan sambil mengambil kotak perhiasan dari balik jas yang dipakainya.Aku mengangguk dengan senyum bahagia. Lalu kuputar tubuhku membelakangi Mas Evan. Kurasakan tangannya yang perlahan mulai melingkar di leherku untuk memasang kalung berlian itu. Namun, senyumku pudar saat jemariku menyentuh liontinnya. Dan seketika itu pun aku langsung menunduk untuk

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-22
  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 14

    Suasana restoran yang awalnya hangat dan romantis kini terasa hambar. Cahaya temaram lilin di tengah meja tidak lagi terasa hangat di hatiku. Musik instrumental yang lembut di latar hanya menjadi pengiring bisu dari perasaanku yang mulai tenggelam.Setelah beberapa detik berpikir, Mas Evan menghela napas pelan lalu berkata, “Sayang, maaf. Aku harus angkat telepon sebentar. Penting.”Aku hanya mengangguk pelan tanpa suara. Bibirku tetap tersenyum, tapi tidak dengan tatapan mataku yang mulai diliputi rasa kecewa. Kutatap punggung Mas Evan yang perlahan menjauh dari meja, mengangkat telepon dengan nada suara yang sengaja diturunkan agar aku tak mendengar apa yang dibicarakannya.Dengan tatapan kosong, aku sudah bisa menebak bahwa itu pasti Vania. Aku sudah menduga bahwa dia tidak akan membiarkanku bahagia menikmati acara. Namun meski sudah mengantisipasi, sudah menyiapkan hati—atau setidaknya mencoba. Tapi tetap saja, ketika detiknya tiba, rasa cemburu dan kecewa datang bersamaan seperti

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-24

Bab terbaru

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 25

    Aku mematung. Manatap dengan rasa terkejut luar biasa. Bagai mimpi dalam lelap yang tak pernah terjaga. Aku tak mengira jika hari ini akan menjadi hari pertemuanku dengan keluarga yang kurindukan dalam waktu yang lama. Hari membahagiakan sekaligus mengharukan bagiku dan mereka tentunya. Namun, perasaan gugup juga melanda dalam waktu yang bersamaan atas sebuah kebohongan besar yang sudah kulakukan."Ma," panggilku lirih. Nadaku bergetar menahan rasa haru yang begitu dalam. Bahkan bulir bening yang menggantung di pelupuk mata, seolah ikut andil menjelaskan perasaanku yang sebenarnya."Dinara..." ucap Mama dengan rasa haru yang sama. Lalu menarikku dalam dekapan hangatnya. Tak mampu lagi mencegah air matanya tumpah dalam luapan kebahagiaan yang tak terucapkan. "Mama senang sekali ternyata kamu masih hidup, Dinara."Anggukan kupilih sebagai jawaban atas kata yang tertahan. Lalu pelukan pun semakin kueratkan. Aku menangis tersedu, meluapkan rindu yang menggebu. Bersamaan dengan itu, tangan

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 24

    Ketukan heel Selina dan sepatu pantofel Kak Rafael beserta para staf yang mengikutinya menjadi sebuah musik yang mengalun penuh ketegangan di layar tabletku. Menampakkan lorong panjang perusahaan yang mengarah ke ruangan Mas Evan. Detik-detik menegangkan semakin terasa saat tak terlihat Vania di meja kerjanya. Entah ke mana, mungkin di ruangan suaminya, entah untuk bekerja atau justru hanya bermesraan saja. Tapi yang jelas, aku sudah tak sabar melihat bagaimana reaksi Mas Evan saat Kak Rafael datang untuk memberinya kejutan. Selina mengetuk pintu pelan. Begitu mendengar sahutan dari dalam, dia langsung membuka pintu itu dan melangkah bersama Kak Rafael dengan penuh wibawa. Mas Evan langsung berdiri dan menyambut kedatangan Kak Rafael dengan senyum ramah. Sementara Vania? Ah, aku baru ingat. Dia sudah tidak bekerja sejak seminggu setelah sah menjadi istri Mas Evan. Mungkin karena dia pikir uang Mas Evan sudah cukup memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Jadi, dia lebih memilih menghabiska

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 23

    Aku mengambil napas panjang dan memberanikan diri menatap wajah Kak Rafael yang jelas sekali menunggu jawaban. Lalu tanpa membuang waktu aku segera menyerahkan testpack itu ke tangannya tanpa melihat hasilnya."Aku belum melihat hasilnya, jadi Kakak saja yang melihat hasilnya sendiri," pintaku dengan nada lembut tapi cukup tegas.Kak Rafael tak menjawab. Ia hanya menatap ke arah testpack yang ada di telapak tangannya dengan gerakan perlahan. Seolah dia juga sedang mengatur debaran jantungnya agar siap menerima sebuah kejutan. Tapi, aku tak tahu apakah dia berharap aku benar-benar hamil atau tidak. Semua itu tak tergambar di raut wajahnya yang saat ini sedang serius.Setelah beberapa detik terasa hening, aku akhirnya memberanikan diri untuk bertanya, "Bagaimana hasilnya? Apakah aku positif hamil?"Tatapan dalam dan serius dari Kak Rafael tertuju padaku. Tapi lagi-lagi aku sulit menebak apa yang sedang dipikirkan pria itu. Hingga sebuah senyum tipis terukir di bibirnya. Senyum yang seha

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 22

    Bibirku terkatup rapat. Menatap bingung pada permintaan Rafael yang terkesan sangat penasaran dan sedikit memaksa. Aku tidak tahu harus menjawab apa. Meski penasaran juga menyelimuti perasaanku, tapi haruskah aku terbuka soal itu pada sahabat kakakku?"Dinara... kenapa kamu diam? Apa kamu tidak ingin melakukannya?" tanya Rafael dengan nada tak sabar.Aku mengangkat wajah menatap Kak Rafael dengan serius namun tenang. Lalu kuulas senyum tipis dan menjawab, "Aku akan mengeceknya sendiri nanti.""Memangnya kenapa kalau sekarang?"Aku masih berusaha tenang dan tak ingin emosi menanggapinya. "Tidak apa-apa, Kak. Lagi pula ini tidak ada hubungannya dengan Kakak, bukan? Jadi, nanti saja aku memastikannya," tuturku.Hembusan napas kasar keluar dari mulut Kak Rafael dengan raut wajah kesal. Aku tak tahu kenapa hal itu bisa membuatnya tampak tak senang. Dan beberapa saat setelah Kak Rafael merasa cukup tenang, dia kembali menatapku dengan tatapan lembut namun tetap serius."Lalu... apa yang a

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 21

    Tubuhku terasa lemas setelah semua makanan yang ada dalam perut telah kutumpahkan. Aku tidak tahu kenapa, mual itu tiba-tiba terasa nyata dan aku tidak kuat untuk menahannya, sehingga dengan penuh tenaga aku pun memuntahkannya. Kucoba mengingat kembali apa yang kumakan pagi ini, atau mengingat makanan yang kumakan semalam. Rasanya tidak ada yang aneh sama sekali. Bahkan aku merasa tubuhku baik-baik saja dan tidak merasa kelelahan atau semacamnya. Makan teratur dan istirahat cukup pun sudah menjadi rutinitas sehari-hari meski masih dalam tahap memulihkan perasaan.Sesaat setelah memastikan rasa mual itu tak lagi mengganggu, aku mencuci mulut dan wajahku. Lalu keluar dan melangkah perlahan menuju ranjang. Mengatur napas yang sedikit memburu setelah tenagaku terkuras saat memuntahkan isi dalam lambungku. Hingga hanya pahit yang tersisa pada lidahku.Terdiam dengan menatap langit kamar, aku merasakan kesepian saat seperti ini. Sakit dalam keadaan seorang diri, tak ada satu pun seseorang m

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 20

    Aku menganga dan cukup terkejut melihat aksi yang tiba-tiba itu. Teriakan histeris dari Vania, orang tua dan beberapa tamu undangan yang hadir pun sempat melintasi gendang telingaku. Namun, tatapanku masih tertuju pada Mas Evan dan pria yang baru saja memukulnya. Dan setelah kulihat dengan teliti, pria yang memukul Mas Evan itu ternyata adalah kakakku, Ravindra. Seketika hal itu membuatku menghembus napas lega. Kecemasan yang sesaat singgah, kini menguap bersama udara. Aku menyaksikan dengan tenang bagaimana Kak Ravin memberi pelajaran pada Mas Evan. Meski hal itu belum tentu memberikan perubahan yang besar, setidaknya Mas Evan juga merasakan sakit di bagian tubuhnya. Mungkin sakit di tubuh bagian luar memang tak sebanding dengan sakit hati yang kurasakan. Tapi yang jelas, dia pantas mendapatkan balasan."Dasar pria brengsek! Aku tahu kau selingkuh dengan wanita murahan ini sejak masih menjadi suami Dinara," ucap Kak Ravin berapi-api dengan jari telunjuk yang mengarah tepat di wajah

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 19

    Aku tersenyum, manatap tenang pada Selina tanpa merasa khawatir sedikit pun. "Kamu tenang saja, Sel. Aku sudah mengantisipasi hal itu sejak awal. Jadi aku sudah membawa surat-surat penting itu dan mengamankannya. Aku tidak akan membiarkan hartaku jatuh ke tangan pelakor itu. Sudah cukup dia merebut Mas Evan dariku.""Syukurlah kalau begitu. Saya juga tidak akan terima jika hal itu sampai terjadi. Enak saja mengambil harta yang bukan haknya," jawab Selina kesal. Jelas dia sangat mendukungku. Dia juga merasa geram melihat kelakuan Vania. Bahkan menurutnya, di kantor pun Vania sudah mulai berani mendekati Mas Evan secara terang-terangan.Aku terdiam sambil memainkan gelas di tangan. Menatap kosong pada titik-titik air yang menempel pada permukaan gelas yang kupegang. Miris rasanya jika mengingat nasib rumah tanggaku yang harus berakhir penuh drama. Aku tahu, di luar sana banyak wanita yang mengalami nasib serupa denganku. Bahkan ada banyak yang masih bertahan meski sudah ketahuan suaminy

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 18

    Aku berdiri di balkon apartemen dalam keheningan malam. Langit malam yang indah bertabur bintang seolah belum mampu menghapus kesedihan yang kurasakan. Aku tahu ini sudah menjadi keputusan final saat aku memilih hidup dalam kesendirian. Tapi batu besar seolah masih menghimpit dada, sesak rasanya. Aku belum terbiasa dengan kehampaan hidup tanpa Mas Evan. Tanpa cinta yang selalu hadir memberikan kehangatan.Lagi, air mataku berlinang tanda kesedihan yang belum sembuh total. Rasanya masih membekas di relung hati terdalam. Antara cinta dan pengkhianatan yang dilakukan oleh Mas Evan, masih menjadi rasa yang sulit untuk kupisahkan, menjadi awal sebuah kebencian.Mengingat Mas Evan, aku jadi teringat akan ucapan Selina yang mengatakan bahwa ia sudah menyampaikan pesanku padanya. Sehingga dengan rasa penasaran aku kembali masuk ke dalam kamar. Mengambil tablet dan membuka tampilan CCTV ruang keluarga yang terhubung ke dalamnya. Ya, aku memang sengaja ingin memantau perkembangan Mas Evan setel

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 17

    Dokter menatap sedikit bingung pada Mas Evan. Lalu seorang suster mendekat dan menjelaskan bahwa Mas Evan adalah suami korban dengan menunjukkan bukti-bukti. Dan sesaat berikutnya, dokter itu pun mengangguk dan langsung menatap Mas Evan dan Selina secara bergantian.Posisi Selina yang tidak terlalu dekat dengan sang dokter membuat video yang terpampang di layar tabletku memperlihatkan area yang cukup luas. Bahkan aku bisa melihat wajah dokter tersebut yang masih tertutup masker medis. Hingga helaan napas berat yang dikeluarkan dokter tersebut pun bisa aku tangkap.“Jadi, ciri-ciri yang Anda sebutkan memang sama persis dengan korban yang kami tangani. Namun, harus saya sampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya karena kami tidak berhasil menyelamatkan istri Anda,” ucap dokter tersebut dengan raut wajah yang tampak sedih.“A-apa, Dok? Dokter pasti bercanda, ‘kan? Atau jangan-jangan itu bukan istri saya. Istri saya pasti masih hidup, 'kan,” ucap Mas Evan. Nadanya terdengar syok dan

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status