/ Romansa / Kutukan Mantan Terindah / Ungkapan Hati Zura

공유

Ungkapan Hati Zura

작가: Syamwiek
last update 최신 업데이트: 2025-06-04 20:00:02

Zura menunduk, jemarinya memainkan pita dari buket mawar putih yang tadi Zain berikan. Mereka duduk berdua di balkon kamar, langit sore yang mulai menggelap perlahan memberikan cahaya hangat oranye keemasan, seolah ikut mendengar percakapan hati mereka.

Zain menatap Zura dengan sabar. Tak mengatakan apa-apa sejak gadis itu mulai terlihat gelisah.

“Aku pernah bilang—” bisik Zura akhirnya, masih tidak berani menatap mata pria di hadapannya. “Saat aku kehilangan ingatan, semua terasa kosong—aneh.”

Zain hanya mengangguk pelan.

“Tapi, bahkan dalam kekosongan itu perasaanku ke kamu tetap ada, Zain. Aku nggak ngerti, tapi aku selalu merasa tenang kalau kamu di dekatku. Selalu ngerasa hangat. Kayak ada yang ingin aku jaga, walaupun aku nggak tahu apa.”

Zain menahan napasnya. Hatinya seolah diremas lembut oleh kata-kata Zura.

“Aku mencintaimu, Zain,” lanjut Zura, kali ini berani mengangkat wajah, meski air matanya mulai menetes perlahan. “Bahkan saat aku belum tahu siapa kamu.”

Zain terdiam, m
이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요
잠긴 챕터
댓글 (20)
goodnovel comment avatar
Neng Saroh
siapa sebenarnya yg ngirim pesan ke Zura mana tau banget baru dapat cincin
goodnovel comment avatar
Neng Saroh
semangat terus Zura biar bisa lari ngejar Zain kemana pun dia pergi
goodnovel comment avatar
tjah penggunx
wah pantas Zain kasih hadiah ternyata Zura bisa berdiri sedikit lebih lama. apresiasi kecil yg jadi moodbooster, semakin semangat dong ya setelah dapat dukungan dan pujian
댓글 모두 보기

최신 챕터

  • Kutukan Mantan Terindah   Serangan Keduq

    Senja mulai merambat perlahan ke langit Jakarta, mewarnai jendela rumah sakit dengan semburat jingga keemasan. Lorong-lorong sepi bergema oleh langkah kaki para perawat dan suara lirih mesin medis yang tak pernah berhenti. Di depan ruang ICU, dua pria muda berdiri sejenak menatap ke dalam, memastikan tak ada yang janggal.Beberapa menit lalu, tiga pria berbadan tegap—anak buah kepercayaan Zain—telah berdiri di titik-titik tak mencolok. Satu menyamar sebagai petugas kebersihan, satu lagi duduk tenang di ruang tunggu dengan surat kabar terbuka, dan satu sisanya menyamar sebagai pengunjung biasa yang mondar-mandir dengan ransel kamera. Mereka tidak mencolok, tapi siaga sepenuhnya.Zain mengangguk pelan setelah memastikan semuanya sesuai rencana, lalu menepuk bahu Bagas pelan. “Ayo ke bawah sebentar. Aku butuh kopi.”Bagas mengangguk. “Kita juga butuh waktu untuk menyusun strategi selanjutnya.”Keduanya berjalan menuruni tangga darurat menuju kantin rumah sakit yang sederhana namun bersih

  • Kutukan Mantan Terindah   Serangan Pertama

    Langit siang di Jakarta tak terlalu terik, namun udara di ruang kerja Papi Barra terasa lebih menekan dari biasanya. Di balik meja besar berlapis kayu mahoni tua, pria paruh baya itu duduk dengan wajah penuh pertimbangan. Tangannya yang biasa tenang kini mengepal pelan di atas meja, setelah mendengar laporan dari Zain yang berdiri di hadapannya.Zain meletakkan secarik kertas di atas meja. Surat tanpa nama, tulisan tangan yang rapi namun berisi ancaman yang tajam, dingin, dan memuakkan.“Ini ditemukan pagi tadi, terselip di pagar rumah. Kalimatnya sederhana, tapi cukup untuk membuat Zura gelisah sepanjang pagi. Ditambah, semalam juga masuk pesan serupa ke ponselnya,” jelas Zain, suaranya rendah namun tegas.Papi Barra menatap tulisan itu lama, matanya menyipit seolah ingin mengurai siapa pemilik jemari yang berani mengganggu ketenangan calon menantunya. Wajahnya berubah keras, tapi juga mengandung luka. Luka seorang ayah yang tak mampu sepenuhnya melindungi anaknya.“Sepertinya Andria

  • Kutukan Mantan Terindah   Bubur Rasa Cinta

    Pagi ini, matahari belum tinggi. Udara masih sejuk, menyisakan embun yang menggantung di ujung dedaunan. Dari balik jendela kamarnya, Zura hanya memandang langit yang perlahan berganti warna. Biasanya, pagi seperti ini dia habiskan dengan duduk termenung, tapi hari ini berbeda.Zain berdiri di ambang pintu kamarnya, membawa sesuatu yang bahkan lebih hangat dari secangkir teh—senyuman dan keyakinan."Yuk, keluar sebentar," ajaknya pelan.Zura menoleh, menatap pria itu dengan keraguan yang tak bisa disembunyikan. “Keluar rumah?”Zain Mengangguk. “Hanya keliling komplek. Kita beli bubur ayam yang biasa mangkat di depan komplek. Nggak jauh, janji.”Zura menggigit bibir bawahnya. Dia menunduk menatap kursi rodanya, seakan benda itu adalah batas tak kasat mata yang memisahkan dirinya dari dunia luar.“Aku belum siap,” gumamnya.Zain menghampiri, jongkok di hadapannya. “Aku tahu. Tapi kamu nggak sendiri. Aku di sini, temenin ka

  • Kutukan Mantan Terindah   Ungkapan Hati Zura

    Zura menunduk, jemarinya memainkan pita dari buket mawar putih yang tadi Zain berikan. Mereka duduk berdua di balkon kamar, langit sore yang mulai menggelap perlahan memberikan cahaya hangat oranye keemasan, seolah ikut mendengar percakapan hati mereka.Zain menatap Zura dengan sabar. Tak mengatakan apa-apa sejak gadis itu mulai terlihat gelisah.“Aku pernah bilang—” bisik Zura akhirnya, masih tidak berani menatap mata pria di hadapannya. “Saat aku kehilangan ingatan, semua terasa kosong—aneh.”Zain hanya mengangguk pelan.“Tapi, bahkan dalam kekosongan itu perasaanku ke kamu tetap ada, Zain. Aku nggak ngerti, tapi aku selalu merasa tenang kalau kamu di dekatku. Selalu ngerasa hangat. Kayak ada yang ingin aku jaga, walaupun aku nggak tahu apa.”Zain menahan napasnya. Hatinya seolah diremas lembut oleh kata-kata Zura.“Aku mencintaimu, Zain,” lanjut Zura, kali ini berani mengangkat wajah, meski air matanya mulai menetes perlahan. “Bahkan saat aku belum tahu siapa kamu.”Zain terdiam, m

  • Kutukan Mantan Terindah   Hadiah Kecil

    Setelah memastikan seluruh dokumen kasus korupsi sudah diserahkan pada tim hukum dan divisi internal audit, Zain akhirnya menghela napas lega. Beban besar yang beberapa minggu terakhir menyesaki kepalanya kini mulai luruh.Siang ini, dia keluar dari kantor lebih awal. Tapi bukan untuk istirahat.Tujuannya jelas.Untuk pulang—menemui Zura.Sebelum menuju kediaman orang tuanya, Zain mampir ke sebuah toko bunga langganan di tengah kota. Di sana, dia memilih buket mawar putih yang mekar sempurna. Bukan tanpa alasan—Zura pernah bilang, mawar putih adalah lambang kesetiaan dan kedamaian. Dua hal yang kini Zain ingin berikan seutuhnya untuk gadis itu.Setelah itu, dia mampir ke toko perhiasan. Di etalase kaca, matanya langsung tertarik pada satu cincin berlian bermata biru muda yang sederhana tapi elegan. Warnanya persis seperti langit sore yang tenang. Tanpa ragu, dia membeli cincin itu dan meminta kotak beludru biru tua sebagai pembungkusnya.Di perjalanan, jantung Zain berdegup lebih kenc

  • Kutukan Mantan Terindah   Tinggal Menunggu Hasil

    Kaca jendela kantor lantai teratas menampilkan panorama malam Jakarta yang mulai diselimuti lampu-lampu kota. Zain berdiri di depan jendela, jas dilepas dan lengan kemeja dilipat hingga siku. Wajahnya serius, sorot matanya penuh kehati-hatian.Di belakangnya, Niko sibuk dengan laptop terbuka, mengetik cepat dan membuka beberapa folder yang baru saja dipulihkan dari flashdisk rusak yang ditemukan di rumah lama Om Andrian.“Kamu yakin ini bakal cukup?” tanya Zain tanpa menoleh, suaranya dalam dan pelan.Niko mendesah. “Bukti dari Zura udah kuat banget. Tapi, seperti kata Pak Bara, kita butuh satu bukti yang nggak bisa dibantah, meski sama pengacara termahal sekalipun.”Zain berbalik, menatap layar di hadapan Niko. “Dan kamu yakin ada di sini?”Niko mengangguk. “Flashdisk ini ditemukan di balik laci kerja Om Andrian. Disembunyikan rapat. Isinya laporan keuangan palsu, rekaman percakapan sama salah satu kontraktor, dan tunggu sebentar—” jemari Niko mengetik lebih cepat. “Nah! Ini dia!”Za

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status