Aku tiba di rumah Rizka pukul sembilan malam, setelah tadi sore aku menjemputnya dari kantor dan mengantarkannya pulang, dan setelah itu aku pergi sebentar ke markas karena ada urusan yang harus aku selesaikan.
Aku membuka pintu dan langsung menguncinya. Ruang tengah terlihat gelap, hanya berkas cahaya dari lampu luar yang masuk.Aku mendapati Rizka di ruang tengah sedang menonton televisi dan berbagai makanan, minuman soda serta semangkuk besar es krim di atas meja.
Rizka hanya mengenakan celana pendek dan tank top.Dia melirikku sekilas, lalu kembali menonton film yang sedang di putar.
Aku duduk di sampingnya, lalu aku membuka sepatuku dan bersandar duduk di kursi.Dia menyodorkan makanan yang sedang di pegangannya, aku pun mengambilnya dan memasukkan ke mulutku.
"Kenapa lampunya dimatikan?" Aku bertanya sambil memperhatikannya.
"Aku suka mematikan lampu kalau sedang menonton," jawabn
RizkaMenikah? Langit tiba-tiba mengajakku menikah!,yang benar saja? Aku akui sebenarnya ini hanya balas dendam kecil karena sakit hatiku padanya, dan aku tadi hampir kehilangan keperawananku karena aku terjebak dalam permainanku sendiri, dan untungnya Langit masih bisa mengendalikan dirinya.Ini benar-benar kebodohanku, tapi menikah dengan Langit tidak masuk dalam rencana pembalasan ini, harusnya ini pembalasan sempurna, tapi karena kedua kakakku sudah memergoki kami, semuanya jadi berantakan.Tentu saja aku akan sangat bahagia kalau aku menikah dengan Langit, tapi bukan dengan cara seperti ini.Langit mengambil pakaiannya dari koper yang dia bawa tadi sore saat mengantarkan aku, dia juga mengambil pakaiannya untukku, dan dia memakaikan kemejanya padaku dan juga celana boxer miliknya saat kami harus keluar dari kamar ini.Sialan!Baju kami berdua ternyata masih tergeletak di pinggir kolam renang."Bajingan kau!" Kaka
LangitDulu kau berlutut dikakiku, untuk mengharap cintakuhingga terbuka pintu hatiku tuk menerima cintamutapi setelah aku jatuh cinta padamuengkau begitu mudah melupakan dirikuSurga yang engkau janjikanneraka yang kau berikanmanis yang aku harapkanpahit yang aku rasakan"Asikkk ... Geboyyyy ...!"Lagu sialan! Pasti Stephen yang memutar lagu dangdut."Stephen!" Aku berteriak memanggil salah seorang anak buahku dari ruang kerjaku di dalam gudang markas kami tapi tidak ada sahutan dari dia.Lagu dangdut itu terus mengalun."Stephen!" Aku kembali berteriak manggilnya.Tiba-tiba Stephen si bocah biang rusuh di timku muncul di depan pintu. "Iya Boss?" dia menyengir lebar."Matikan speaker itu! Sekarang juga!" perintahku marah,"Kenapa Bos? Itu kan
Rizka"Mbak Rizka, perkenalkan ini Suci Faranda, dia yang akan mendampingi, Mbak Rizka, selama mempelajari semua administrasi perusahaan ini dan Suci juga akan menjadi asisten Mbak Rizka ke depannya." Salah satu manager departemen di perusahaan kami dimana aku akan di tempatkan, memperkenalkanku pada seorang gadis cantik yang tersenyum ramah padaku."Terima kasih, Ibu Angel," jawabku sambil tersenyum sopan. Lalu manager itu permisi dan meninggalkan kami berdua di ruanganku yang baru."Hai, namaku Rizka, tolong bimbingannya ya, aku baru bergabung di perusahaan ini." Aku menyapa asisten baruku tersebut.Tadi pagi Opa meneleponku dan memberitahu kalau aku akan memiliki asisten pribadi, walau pun sebenarnya aku merasa tidak perlu karena aku masih dalam tahap belajar. Dan aku sebenarnya belum mendapatkan posisi yang jelas di perusahaan Opa, karena aku masih mempelajari semua bagian-bagian yang ada di perusahaan."Baik, Ibu Rizka. Saya S
"Selamat pagi Mbak? Kopi atau teh?" Ternyata Stephen sudah di dapur saat aku siap-siap akan berangkat ke kantor."Kopi, please, no sugar.""Siap, Mbak."Aku memandang Stephen yang sedang menyiapkan kopi untuk kami, rambutnya masih lembab karena sehabis keramas, memakai T-shirt dan celana jeans, tiba-tiba aku ingat beberapa hari yang lalu Langit disini menyiapkan kopi untuk kami."Mbak Bos! Mbak!"Stephen menyadarkanku dari lamunanku."Eh, iya?""Ini kopinya, jangan melamun, Mbak, masih pagi ini."Aku menunduk memandang kopi hitamku, aromanya benar-benar harum."Kenapa lagi Mbak? Masih kepikiran, si bos, ya?" Stephen memandangku sambil meminum kopinya."Stephen, apa Langit punya pacar?""Setauku sih nggak ada, Mbak , tapi si bos kan jarang di sini, jadi aku nggak tau kalau di luar dia punya pacar."Aku memutar jariku di permukaan gelas kopiku. "Hmm ... bagaimana ya
LangitAku melihat di layar ponselku nama sahabatku Rafael, saat ponselku berdering."Halo, Raf ....""Lang ... Fabrizio De Palma dibunuh tadi malam.""Apa?! Bagaimana bisa?""Dia di bunuh di kamar hotel tempatnya menginap yang berlokasi di kawasan Mekong River, dan aku baru sampai di Phnom Pehn dari Sihanouk.""Astaga ... Apa kalian sempat bertemu?""Ya, dua hari yang lalu aku akhirnya menemukan dia di Sihanouk ville, dan sore harinya dia kembali ke Phnom Pehn. Sebenarnya aku sudah melarang dia hari itu pergi, tapi dia bersikeras untuk pergi.""Dan kenapa menurutmu?""Menurutku itu adalah pengalihan, Lang, dia sengaja menghindariku. Fabrizio memberiku sebuah chip dan dia mau chip ini selamat.""Chip?""Iya, chip ini lah yang membuat Fabrizio menjadi target, itu yang menyebabkan dia di bunuh. Dan di kamar hotelnya aku menemukan Purple Paper.""P
Dorr ...!! Dorr ...!! Dorr ...!! Tembakan itu tidak berhenti. "Stephen!" Aku berteriak melihat tubuh Stephen yang terus di terjang peluru. Di mana senjataku?! Aku harus menyelamatkan Stephen. "Bos ...." Stephen memanggilku lirih dan menatapku sendu, darah keluar dari mulutnya. Tembakan itu masih tidak berhenti. "Langit ...." Aku terkejut mendengar suara lirih yang memanggilku. Aku berbalik ke arah suara dan kulihat Rizka berdiri di lantai ruangan yang gelap dan pengap menatapku sedih. Tidak!Aku berusaha lari menghampirinya tapi kakiku tidak bisa bergerak. "Langit, aku−" Sekarang tembakan bertubi-tubi menerjang tubuhnya. Rizka ...!!Tolong ... siapa pun tolong. Ya Tuhan, aku tidak bisa bergerak!Tubuhnya sekarang jatuh ke lantai, seluruh tubuhnya berlumuran darah, dia menatap
Pria itu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya sambil menatap keluar, malam ini langit di penuhi bintang. Seorang wanita tiba-tiba memeluknya dari belakang, dan mencium punggungnya yang telanjang. "Kau sedang apa?" Dia bertanya lembut, lalu Pria itu membalikkan tubuhnya dan memeluk wanita tadi, yang adalah istrinya. "Apa Maxim sudah tidur?" Suaminya bertanya sambil menciumi pipi istrinya. "Sudah, dia persis seperti Papanya, terlalu banyak energi," jawab istrinya sambil tertawa."Kau pasti lelah Sayang , seharian menjaga jagoanku," kata pria itu sambil memijat bahu istrinya dan mencium bahu itu mesra. "Kau harus melihatku." Pinta Istrinya manja. "Tentu saja Sayang, segalanya hanya untuk tuan putri." Suaminya mengangkatnya dan membawanya ke tempat tidur. &
LangitHanya seks katanya?!Sudah jelas aku mengatakan kalau aku menginginkannya, bukan hanya sekedar seks! Aku memang bodoh langsung bertindak impulsif mendatanginya seperti seorang viking yang siap bertempur. Dengan bodohnya aku termakan kata-kata Stephen yang jelas selalu melebih-lebihkan, dan aku langsung marah dan cemburu.Kenapa aku harus cemburu?! Sedangkan si gadis nakal itu mungkin tidak pernah peduli atau pun memikirkanku. Saat ini dia pasti menertawakan kebodohanku yang memintanya untuk mengakui kalau dia juga menginginkanku. Astaga, yang benar saja! Aku sudah belajar dan melatih diriku sendiri, bahwa tindakan impulsif selalu merugikan dan berakhir berantakan, dan hari ini aku membuktikan bahwa aku belum lulus mengendalikan diriku sendiri. Stephen benar-benar sialan! "Lang, tadi malam anak buah kita ada yang di bunuh, satu orang." Jack yang tiba-tiba masuk dan terlihat sangat marah.