Share

Extra Part

Langit

Berita kematian Dharma dan Panji Adhiyaksa semakin menggegerkan  negeri ini, bahkan sampai ke luar negeri. Pistol yang ditemukan di tangan keduanya, menunjukkan seolah-olah mereka berdua bunuh diri. Spekulasi pun bermunculan. Mungkin karena malu, mereka memilih bunuh diri. Tapi tidak sedikit juga yang berasumsi kalau mereka sengaja di bunuh.

Tentu saja berita bunuh diri itu bohong. Dharma bukan orang yang mudah putus asa sehingga harus membunuh dirinya sendiri dan mengajak putranya melakukan hal bodoh itu. Sudah jelas mereka di bunuh. Pihak kepolisian dikecam. Bagaimana mungkin kedua ayah anak itu lolos membawa senjata ke dalam tahanan. Atau bagaimana mereka mendapatkan senjata itu?

Kalau mereka dibunuh, siapa yang melakukannya?

Namun masyarakat kebanyakan tidak peduli pada kematian para Adhiyaksa itu. Kalau pun mereka hidup, tidak ada yang bisa menjamin mereka akan mendapat hukuman yang setimpal kejahatan mereka melihat bagaimana kondisi keadilan di negeri ini. Tidak ada yang berani berharap kalau kekayaan negara yang mereka curi untuk pundi-pundi mereka akan dikembalikan kepada rakyat.

Setiap orang tetap harus mengais mata pencariannya untuk bisa makan. Berharap keadilan untuk rakyat, itu seperti impian belaka. Rakyat tidak peduli, apakah mereka bunuh diri atau dibunuh. Adhiyaksa-adhiyaksa yang lain juga masih banyak bebas berkeliaran. Salah satunya seperti si pengirim pesan misterius pada Clara.

Pertarungan ini sesungguhnya adalah pertarungan Boots, dan aku terjebak dalam rencananya. Tapi sisi baiknya, aku menemukan siapa keluargaku sebenarnya. Sekarang mereka mengincar Clara Wiraatmadja. Dan Boots selalu pintar memainkan kartunya. Kali ini, permainan sepertinya semakin berat. Karena Goliat yang lain sedang bersembunyi. Atau mungkin ada depan mata, tapi tidak ada yang menyadarinya.

Sore ini, pemberkatan pernikahanku dan Rizka diadakan di taman belakang rumah keluarga Tahitu. Tempat kami bertemu saat pesta ulang tahun ayah kami. Taman sudah di sulap penuh bunga dan hiasan pernak-pernik lainnya. Warna baby pink mendominasi. Ini bagian Rizka. Aku tidak terlalu ambil pusing untuk hal itu.

Tamu yang kami undang hanya keluarga dan sahabat. Aku dan Rizka tidak memiliki banyak teman di sini. Jadi hanya dihadiri orang terdekat. Abraham dan Camelia Soetedja datang ke pernikahan kami. Sepertinya kondisi Camelia semakin membaik. Bima dan Tya  juga datang. Cameron hadir bersama istri dan anaknya. Tentu kakek juga datang. Sahabatku Jack, Boots dan Baron juga datang. Sedangkan Rafael mengirim kartu ucapan selamat, karena dia masih di Ekuador. Clara Wiraatmadja juga hadir. Dia datang bersama Jack. Katanya mereka juga akan menikah yang kalau kata Jack demi keselamatan Clara. Aku dan Boots pura-pura percaya saja. Sedangkan Stephen habis-habisan mengejeknya. Oh ya, Stephen datang bersama Uci. Menurut Stephen dia masih dalam pendekatan. Karena fokusnya sekarang membuka restaurannya.

Acara pemberkatan ini terasa lebih sakral karena hanya keluarga yang hadir dan sahabat dekat. Sekarang aku berdiri menunggu pengantinku di depan Pendeta yang akan memberkati kami. Cameron berdiri di sampingku sebagai wali. Aku berdebar menunggu Rizka muncul yang akan di antar oleh ayah kami dan akan diserahkan padaku. Akhirnya mereka muncul dari dalam rumah.

Rizka tidak memakai gaun putih pengantin seperti biasanya. Dia memilih gaun sederhana berwarna baby pink seperti warna thema yang dia pilih sekarang. Pernikahan kami ini sederhana. Dan memang itu yang kami berdua inginkan. Ayah kami menyerahkan Rizka padaku begitu mereka sudah sampai di depan stage alih-alih altar tempatku menunggu. Jantungku semakin berdebar. Ini sebuah tanggung jawab. Menjaga, dan mencintai putrinya.

"Papi percaya kau akan menjaganya dengan baik dan mencintainya," kata ayahku tersenyum saat dia menyerahkan tangan Rizka kepadaku. Wajahnya penuh haru.

Aku mengangguk.

Acara pun langsung dimulai dengan doa pembuka dan lagu pujian. Sekarang kami berdiri saling bergenggaman tangan. Pendeta membimbing kami untuk mengucapkan janji pernikahan. Ini adalah kata-kata paling keramat. Berjanji dihadapan Tuhan bahwa tidak ada yang bisa memisahkan pernikahan ini kecuali kematian. Hukum Tuhan yang harus dipatuhi. Walau pun pada kenyataannya, sekarang ini banyak yang menganggap remeh janji yang mereka ucapkan. Sehingga melakukan perceraian hanya karena masalah sepele tak berarti. Tapi aku. Saat aku berjanji. Pasti akan aku tepati. Dan kami pun mulai mengucapkan janji pernikahan kami. Aku memegang cincin lalu mengucapkan janjiku.

Saya Langit Diaz Tahitu Syalendra, mengambil engkau, Rizka Joanna Tahitu menjadi istriku, dan berjanji di hadapan Tuhan dan jemaat Tuhan, untuk saling memiliki dan menjaga dari sekarang sampai selama-lamanya, pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum Tuhan yang kudus”

Aku ucapkan janji itu dengan segenap hati dan jiwaku. Janji yang harus ku tepati. Dan aku memasukkan cincin ke jari manis Rizka.

Lalu Rizka memegang cincin dan mengucapkan janji.

“Saya Rizka Joanna Tahitu,  mengambil engkau,  Langit Diaz Tahitu Syalendra menjadi suamiku, dan berjanji di hadapan Tuhan dan jemaat Tuhan, untuk saling memiliki dan menjaga dari sekarang sampai selama-lamanya, pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum Tuhan yang kudus”

Matanya berkaca-kaca. Dia memasukkan cincin ke jari manisku.

Aku juga sangat emosional. Aku yang tidak pernah berpikir akan menikah karena masa lalu yang gelap. Tapi hari ini aku berdiri di sini.

God is good. All the time.

Tapi butuh proses panjang untuk menyadari itu.

Lalu Pendeta kembali melanjutkan prosesi pemberkatan.

"Dengan otoritas yang diberikan Tuhan kepadaku sebagai hambaNya, aku menyatakan Langit Diaz Tahitu Syalendra dan Rizka Joanna Tahitu telah sah sebagai pasangan suami istri di hadapan Tuhan dan jemaatNya"

"Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Tuhan, tidak boleh diceraikan manusia"

Semua yang hadir bertepuk tangan. 

Haleluya!

Aku bersyukur lega.

Thanks God. It's Done.

Lalu kami berciuman. Setelah itu, keluarga dan sahabat-sahabatku mengucapkan selamat sambil memeluk kami. Semua bahagia. Dan tentu saja aku dan istriku yang paling bahagia.

Istriku. Ya, sekarang aku memiliki istri.

"Asoy, Bos, akhirnya tidur ada yang menemani, sedangkan aku?" Stephen melirik Uci yang ditanggapi gadis itu biasa saja.

Aku dan Rizka tertawa.

"Mbak Uci, kode keras itu." Rizka mengerling pada Uci.

"Itu bukan kode, Mbak, itu curhatan hati," kata Stephen sambil menarik nafasnya lelah.

"Aku suka yang di sana, Mbak," kata Uci menunjuk Baron yang tengah berbincang-bincang dengan Boots, Jack dan Clara.

"Baron?" tanya Stephen dan mendengus. "Baron itu gay," kata Stephen ketus.

Aku semakin tertawa.

"Siapa yang gay?" Tiba-tiba Baron muncul di belakang Stephen.

"Setan! Kaget gue!"  Stephen terlonjak terkejut.

"Stephen bilang kalau kau ini gay." Uci mengadu pada Baron.

Baron langsung menatap Uci dengan sekali sapuan. Lalu tersenyum dengan jurus rayuannya yang biasa dia lakukan pada wanita-wanita yang baru di jumpainya.

"Wow, ternyata ada bidadari di sini." Baron mengulurkan tangannya pada Uci yang langsung disambut gadis itu.

"Setan dong!" Stephen menyeletuk. Baron langsung menatap Stephen dan tiba-tiba mencium pipi pemuda itu.

"Kami dulunya sepasang kekasih" Baron berkata pada Uci sambil tersenyum.

"Gue bunuh lu setan!" Kata Stephen murka sambil mengusap pipinya jijik dan melotot marah pada Baron yang pergi meninggalkan kami. Sedangkan Baron tertawa terbahak-bahak. Begitu juga dengan kami.

"Jadi kalian akan tinggal di New York?" Cameron bertanya padaku saat sekarang aku berdua dengannya.

"Iya, lagi pula bisnisku untuk saat ini masih di sana"

"Aku rasa branch office Syalendra Group yang di New York kau bisa mengawasinya"

Aku terkekeh.

"Kau benar-benar tidak melepaskan aku ya?"

"Aku juga ingin bersantai dengan anak dan istriku." Dia tertawa.

Tiba-tiba kami melihat Lenny Adhiyaksa datang. Aku memang sengaja mengundangnya.Cameron langsung pergi meninggalkan aku. Seolah mengerti aku perlu bicara dengan Lenny. Wanita itu terlihat tegar ditengah prahara yang menimpa keluarganya.

"Selamat Langit." Dia langsung menyalamiku.

Aku mengangguk tersenyum. "Terima kasih," dia membalas dengan senyuman. "saya turut berduka cita atas meninggalnya suami dan anak Ibu." aku perlu basa basi sedikit.

Dia tersenyum lalu menarik nafasnya dalam. "Terima kasih. Saya minta maaf mewakili Dharma yang sudah melakukan banyak kejahatan kepada keluargamu."

"Kenapa Ibu dulu mengantarkanku pada Topan?" tanyaku penasaran.

Lenny menatapku lekat sambil tersenyum. "Karena Dharma tidak akan pernah berpikir tentang tempat itu. Saat itu Dharma marah karena Regina mengaku sudah membuangmu ke sungai tanpa bukti kematianmu. Jadi menitipkanmu ke tempat Topan aku pikir lebih aman. Dan menurutku, tempat itu bisa menempahmu menjadi orang yang kuat kalau rencanaku tidak berjalan"

Ya. Benar yang dikatakannya.

"Rencana?"

Dia mengangguk. "Beberapa kali aku mencoba untuk memberitahu Alfredo dan Caroline tentang keberadaanmu, tapi situasi memang sangat sulit ketika itu. Karena Dharma selalu mengawasiku, terlebih dia tahu aku dulu menyukai ayahmu. Aku khawatir Dharma tahu rencanaku yang telah membawamu pada Topan. Dan aku juga sangat takut saat itu"

Wajahnya berubah sendu. "Aku benar-benar minta maaf."

Aku tersenyum. Sudah saatnya belajar berdamai dengan masa lalu.

"Justru saya berterima kasih pada ibu karena menyelamatkan saya. Walau pun tempatnya memang luar biasa." Aku tertawa agar Lenny tidak terlalu tegang. "Tapi tempat itu juga yang membawaku pada keluarga Tahitu, dan semua seperti sekarang ini"

Lenny menghapus air matanya. "Kau memang sangat mirip dengan ayahmu. Alfredo orang yang sangat baik. Sebelum menikah dengan Dharma aku memang pernah jatuh cinta pada ayahmu. Tapi setelah aku menikah, aku putuskan untuk  mencintai Dharma. Tapi Dharma tidak pernah peduli padaku, aku ini hanya pajangan untuknya." Dia tersenyum miris.

"Seperti dalam wawancara Clara Wiraatmadja, aku sudah ceritakan semua. Aku pikir, ada waktu untuk suami dan anakku bertobat. Tapi ternyata mereka harus meninggal dengan cara seperti itu"

Kami diam sejenak.

"Ibu pasti akan bahagia."

"Terima kasih." Dia tersenyum lega.

Lalu aku mengajaknya menemui Rizka dan keluargaku.

                                                                         *************

"Halo Bram ...." Edward menyapa Boots saat pria itu mengambil minuman.

Bram menoleh ke arah suara yang memanggilnya.

Mereka diam sejenak. Lalu Edward kembali bersuara.

"Kau pasti sudah tahu kalau aku adalah kakekmu. Aku tahu ini bukan waktu yang tepat. Tapi mau kah kau menemuiku saat kau tidak sibuk?" tanya Edward tanpa basa-basi.

Boots menatap pria tua dihadapannya itu. Wajah ibunya mirip seperti pria ini. Wajah blasteran Edward turun kepada Dahlia.

"Akan aku pikirkan," kata Boots tanpa ekspresi.

Wajah Edward terlihat sedikit senang. Lalu dia berdehem. "Apa ibumu pernah bercerita tentang aku?"

"Tidak," jawan Boots datar.

Wajah Edward langsung sedih dan bersalah. "Ya. Aku mengerti"

"Tidak pernah terlewatkan satu malam pun tanpa bercerita tentang dirimu. Ayah yang hanya dikenalnya melalui sebuah foto."  Boots menjelaskan. "Ibuku mengidap depresi, dia sering delusi, dan berkhayal, jadi dia sering berkhayal kalau ibuku dan ayahnya pernah tinggal bersama. Orang-orang dikampung dulu sering mengejeknya orang gila. Kalau sedang kambuh dia sering mengamuk."

"Tapi ibuku tidak gila, dia hanya depresi karena berbagai hal yang dialaminya. saat itu kami belum mengerti tentang penyakit itu. Kupikir aku bisa mengobati ibuku, tapi kenyataan berkata lain. Ibuku meninggal."

Edward terhenyak. Dia tahu apa yang dialami putrinya. Dan itu membuat perasaan pria tua itu semakin merana. Boots juga tidak mengerti kenapa dia harus menjelaskan hal itu.

"Ini bukan hal yang mudah. Tapi aku akan belajar menerimamu. Tapi jangan berharap banyak," kata Boots datar pada Edward.

"Terima kasih."

Pria tua itu tidak berani menuntut lebih. Cucunya ini bersedia berbicara padanya, itu saja sudah membuatnya senang.

                                                                               **********

Pukul sebelas malam Langit dan Rizka tiba di rumah pria itu. Setelah mereka semua bubar dari pesta, Langit langsung membawa istrinya ke rumahnya.

"Kau mau mandi Sayang?" Langit menghampiri Istrinya, saat Rizka memintanya membuka resleting gaunnya.

"Iya, badanku gerah."

Langit mengecup bahu istrinya.

"Mau aku temani?" Langit menggodanya dengan kecupan-kecupan lembut di bahunya.

"Aku ingin mandi sendiri." Rizka berbalik dan mencium ringan bibir suaminya dan langsung meninggalkannya masuk ke kamar mandi.

Langit terkekeh dan menarik nafasnya.

Langit membuka kemejanya. Dan dengan tubuh setengah telanjang, Langit meraih ponsel dan membalas pesan Rafael yang baru masuk.

Langit menatap dirinya di cermin. Dia tersenyum, dan melihat dirinya di sana. "Sekarang aku seorang suami." katanya terkekeh.

Langit melepas ikatan cepol rambutnya. Lalu meminum air putih yang sudah disediakan di meja kamarnya. Pintu kamar mandi terbuka. Rizka keluar dengan gaun tidur satin berwarna merah darah sebatas paha. Bahunya lembab dan lembut. Tali spageti gaun tidur itu menggodanya. Istrinya memakai sabunnya. Dan gejolak gairah langsung menghantam Langit saat melihat istrinya yang menggoda.

"Tolong keringkan rambutku." Rizka menyerahkan hair dryer pada Langit dan duduk di meja rias.

Langit menyalakan alat pengering rambut itu, lalu mulai melakukan tugasnya. Rizka menatap suaminya di cermin yang bekerja dengan serius. Kamar ini, pikirnya. Rizka teringat saat dia dan Langit berciuman di depan wastafel kamar mandi beberapa waktu lalu. Kamar ini masih sama saat terakhir dia masuk. Maskulin. Dengan ranjang besar dan bantal yang banyak.

Tidak terasa rambut Rizka sudah kering. Selesai mandi dan keramas membuat tubuh Rizka semakin segar. Langit memijat bahu istrinya lembut. Mata Rizka terpejam menikmati pijatan dari suaminya di pusat saraf-sarafnya yang kaku.

"Hmmm ...." Rizka mengerang.

"Kau suka?" Langit berbisik menunduk ke telinga istrinya.

"Sangat," jawab Rizka dengan suara serak dan lembut.

Langit menarik istrinya berdiri. Dan membalikkan tubuh Rizka menghadapinya. Mata mereka bertemu. Rizka tersenyum dan menatap suaminya sebagai tanda undangan.Jemari Langit menghujam  rambut Rizka dan menengadahkan kepala istrinya ke atas. Dia membelai bibir istrinya lembut dengan jarinya. Hembusan nafas Rizka terasa di wajahnya.

Erangan yang berat dan halus bergetar di tenggorokan wanita itu. Langit menunduk dan mencium bibir istrinya yang langsung disambut gembira oleh Rizka. Ciuman yang awalnya pelan semakin cepat dan menuntut. Langit mendorong bibir Rizka terbuka lebih lebar. Dan Rizka menanggapi dengan membuka mulutnya yang langsung di serang Langit dengan lidahnya.

Nafas keduanya memburu. Serangan seksualitas keduanya mengejutkan Langit dan Rizka sekaligus menyulut semangat mereka. Geraman dan desahan keluar dari mulut keduanya. Hawa panas menguap dari tubuh Langit. Badannya yang keras, kuat dan berotot mendekap Rizka erat. Tubuh Langit bergetar nikmat ketika telapak tangan Rizka menyentuh tubuhnya yang berotot. Setiap sentuhan istrinya mengirim percikan api dan semakin membakar gairahnya.

Rizka tidak bisa berpikir saat Langit menelusupkan tangannya ke dalam gaun tidur istrinya. Seluruh perhatiannya terarah pada jemari suaminya mengelus dan membelainya. Gelombang hasrat menyapu sekujur tubuhnya.

Saat Langit merengkuh pinggang Rizka dan mendekatkan tubuh mereka, kedua kaki Rizka menggelenyar tak mampu menahan tubuhnya. Langit mengangkat tubuh istrinya dan membawanya ke tempat tidurnya yang luas lalu membaringkannya dengan lembut dan hati-hati . Mata mereka saling menatap. Percikan api berkelebat hebat di mata keduanya. Langit menunduk, lalu kembali mengklaim bibir istrinya dengan gairah besar.

Rizka memasukkan jemarinya ke dalam rambut panjang suaminya. Ciuman mereka semakin dahsyat. Malam ini mereka ingin melepaskan semua gejolak yang selama ini di tahan. Langit menciumi wajah Rizka dengan lembut dan lekat. Rizka memejamkan matanya merasakan bibir suaminya di wajahnya.

Langit menarik gaun tidur itu ke atas melewati kepala istrinya. "Kau luar biasa indah," kata Langit parau saat tatapannya menyapu tubuh istrinya yang telanjang. Ternyata Rizka tidak mengenakan apapun di dalam gaun tidur tadi. "dan kau istriku ... kau penggoda yang bukan main," kata Langit saat menyentuh lembut payudara istrinya.

Mata Rizka menatapnya sayu dan menggoda. Tangannya meraih sabuk di pinggang celana suaminya.

“Kau ingin aku telanjang?" tanya Langit dengan suara berat.

"Ya." Rizka menyentuh perut suaminya yang berotot.

Langit berdiri tanpa melepaskan pandangannya dari istrinya. Dan melepas celananya hingga dia sepenuhnya telanjang. Pria itu membelai paha dalam istrinya dan menciumnya lembut. Tanpa sadar Rizka membuka kakinya. Langit menekuk kedua kakinya dan semakin membuka kaki istrinya lebar.

"Sayang, aku ingin merasakan dirimu," kata Langit sambil menatap istrinya.

Lenguhan nikmat keluar dari mulut Rizka saat lidah suaminya mulai mencicipi dirinya. Rizka mengangkat pinggulnya tak sadar. Jarinya mencekram rambut Langit dan menekan kepala suaminya ke dirinya lebih dalam. Desahan kenikmatan dan gerakan pinggulnya menandakan bagaimana Langit membakar gairah istrinya.

Satu kaki Rizka di letakkan di atas bahu suaminya. Membuat pemujaan yang dilakukan Langit di pusat dirinya seperti obat yang membuatnya ketagihan. Langit mengecap dan melahap rakus milik istrinya yang sekarang adalah kepunyaannya. Suara decakan lidah di sana seperti musik indah yang membawa mulut Langit menari. Menelusuri setiap lipatan hangat dan basah itu. Jeritan nikmat keluar dari mulut istrinya saat Langit mengisap kuat ledakan cairan yang keluar dari dirinya. Kakinya bergetar. Kedua tangannya memegang kepala suaminya yang masih menunduk memuja dirinya. Pinggulnya bergerak berlawanan dengan irama gerakan mulut suaminya. Desahan menggaung di ruangan kamar itu.

Langit memandang ke atas dan menatap wajah istrinya yang merona indah dengan mata terpejam. Gerakan mulutnya mulai perlahan, lidahnya mengecap pelan dan lembut. Rizka membuka matanya perlahan. Mulutnya terbuka mengeluarkan nafas yang memburu. Langit mengecup pusat istrinya, lalu bergerak naik di atas tubuh Rizka. Bibir mereka bertemu. Mengecap kenikmatan yang baru meledak di mulut Langit. Pusat diri Langit yang keras di atas perut istrinya. Ciuman keduanya semakin cepat menggila.

Langit menciumi pipi istrinya dan turun ke leher istrinya.Tangan keduanya saling menyentuh tubuh masing-masing. Langit membelai payudara istrinya, lalu meremasnya pelan. Lalu menunduk mengecup payudara itu dan mengisap kedua payudara itu pelan. Pria itu memuja di dada istrinya. Menggigiti dengan lembut. Rizka adalah pemula. Dan Langit ingin memuaskan istrinya malam ini.

Erangan, desahan dan gerakan tubuh Rizka yang tersulut gelombang gairah yang dinyalakan suaminya membuatnya ingin meledak. Langit turun mencium perut istrinya. Tangannya menyentuh pusat diri Rizka yang basah dan siap.

"Sayang ..." Langit bergerak ke atas menyejajarkan wajahnya dan wajah istrinya. "Apa kau siap?"  Langit menatapnya lembut.

Rizka mengangguk sambil menyentuh pipi suaminya. Langit kembali mencium istrinya. Dan mulai bergerak di atas tubuh Rizka. Memposisikan dirinya dengan tepat. Langit bergerak dengan hati-hati saat menyatukan tubuh mereka.

"Lihat aku ..." Langit berucap lembut pada istrinya.

Tatapan mereka bertemu. Rizkay menatap suaminya dengan penuh kepercayaan. Dengan penuh cinta.Perlahan Langit bergerak menembus pertahanan istrinya yang selama ini di jaga wanita itu untuknya. Emosi kebanggaan memenuhi dada Langit saat dia berhasil menembus penghalang itu. Jeritan pelan kesakitan dari istrinya membuat Langit menangis. Mereka berdua menangis.

Akhirnya mereka melakukan dengan cara yang benar. Dengan waktu yang tepat. Kening mereka menyatu saat Langit berhenti sejenak untuk menyesuaikan tubuhnya dan tubuh istrinya.

Langit memegang wajah istrinya dengan kedua tangannya. Mata mereka berbicara. Mereka akan saling mencintai, mengasihi, menjaga, menghormati, saling menyembuhkan luka batin mereka dengan harapan yang baru, dan masa depan yang penuh harapan.

Sumpah janji setia yang mereka ucapkan di hadapan Tuhan, adalah sebagai tanda mereka memulai hidup yang baru. Lahir baru. Karena sesungguhnya yang lama sudah berlalu dan kehidupan yang baru sudah datang.

"Aku mencintaimu istriku seumur hidupku sampai maut yang akan memisahkan kita," ucap Langit kepada istrinya dengan suara bergetar dan haru.

Rizka terisak bahagia. Cinta pertamanya dan satu-satunya, menjadi cinta abadinya. Selamanya.

"Aku mencintaimu suamiku, kekasihku, cinta abadiku." Rizka menatap suaminya dengan segenap cinta.

Mereka terus saling memandang saat Langit kembali bergerak. Rasa sakit perlahan berubah menjadi nikmat. Malam ini, malam pertama mereka. Dan kali pertama untuk istrinya. Dan Langit tahu bagaimana harus mencintai istrinya saat ini. Langit bergerak lembut. Membimbing istrinya merasakan cinta darinya. Mereka tidak perlu terburu-buru. Masih ada puluhan tahun kedepan yang akan mereka lalui. Malam ini, adalah awal dari segalanya. Dan saat keduanya mencapai puncak. Tubuh keduanya bergetar hebat. Mereka saling merangkul erat. Mereka tertawa di antara tangis bahagia.

"Kau mau bulan madu ke mana?" tanya Langit pada istrinya saat mereka saling berpelukan setelah selesai mandi.

"Barocay," jawab istrinya dengan mata ngantuk dan mulai tertidur.

Langit memeluk istrinya erat dan mencium kepalanya.

Keduanya terlelap dengan kebahagiaan dan harapan yang baru.

                                                    *******

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status