Share

Bab 3

Rasa segar dan sejuk langsung menyapa raut wajah Arjuna. Tatkala bulir-bulir air telah merayap membasahi tiap permukaan kulitnya yang berwarna sawo matang. Ia tampak sangat menikmati sensasi kesegaran yang dirasakannya itu. Hingga membasuh mukanya berkali-kali dan hal tersebut membuat kontur rahangnya yang oval semakin terlukis jelas oleh air.

Apalagi sinar mentari yang menerebos masuk melalui jendela kecil yang ada di sisi kiri, juga ikut-ikutan membelai raut muka Arjuna. Sehingga membuat bulir-bulir air yang menempel di wajahnya menjadi berkilauan bagai berlian. Sungguh sebuah pemandangan yang indah dan mampu menggetarkan jiwa. Jika ada kau hawa yang melihatnya.

Tidak hanya membasuh wajah, Arjuna juga merapikan tatanan rambutnya yang sedikit berantakan. Dengan menggunakan kedua tangan yang sudah dibasahi oleh air. Lalu mengusapkannya satu kali, semua sudah menjadi rapi seperti sediakala. Hal itu bisa terjadi, karena gaya rambut undercut-nya sangat mudah dirapikan serta masih mengandung pomade dan berambut lurus.

"Hai, Arjuna!"

Tiba-tiba saja ada seorang siswa memanggil dirinya yang baru saja keluar dari toilet. Tampak sekali di raut wajahnya menampilkan guratan yang tidak ramah. Apalagi tatapan kedua matanya sangat tajam mengarah ke Arjuna. Dengan kedua tangan yang dikepal sangat kuat.

"Ada apa?" tanya Arjuna dengan ramah sambil tersenyum lebar.

Bukan jawaban yang diterima Arjuna, tapi bogem mentah yang menghampiri dadanya. Tentu saja ia tidak bisa menghindari serangan tersebut dan harus menerimanya dengan ikhlas. Tak ayal tubuh Arjuna langsung tersungkur ke belakang menghantam tembok.

"Gara-gara kau. Aku ditolak mentah-mentah oleh Shanti. Padahal sudah banyak yang aku korbankan untuknya."

"Maaf—aku tidak mengerti maksud ucapanmu," ucap Arjuna dengan tulus sambil meringis kesakitan lalu terbatuk dan memuntahkan darah ke lantai dalam keadaan setengah bersujud.

"Kau jangan berpura-pura tidak mengerti!" bentak siswa itu sambil mencengkeram kerah baju Arjuna hingga berdiri, "bukankah kalian satu kelas? Dan pasti kalian sudah jadian saar ini. Karena dia pernah bilang, akan menembak dirimu lebih dulu. Dasar kau bajingan, Arjuna!" teriaknya semakin kencang dan langsung melayangkan pukulan ke arah wajah Arjuna.

Nyaris saja bogem mentah itu merusak ketampanan wajah Arjuna, jika saja tidak ada Mahesa yang datang menahannya. "Apa aku datang tepat waktu, Arjuna?" tanyanya sambil menyeringai. Lalu menarik tangan siswa itu hingga terpelanting ke belakang dan menghantam pintu kamar mandi yang berbahan alumunium.

Dan tentu saja hal itu menimbulkan suara benturan yang sangat keras. Sehingga membuat beberapa murid yang kebetulan berada di depan pintu kamar mandi menjadi terkejut serta berteriak histeris. Sehingga keadaan menjadi sedikit gempar. 

"Hai, kau! Bukankah kau anak IPS? Kenapa kau berbuat ulah dengannya?"

"Apa urusanmu? Dan kau juga bukan anak IPA-kan? Kenapa kau datang membantunya?"

"Cih! Asal kau tahu. Siapa saja yang mengganggunya, akan berurusan denganku. Mahesa. Anak bahasa yang paling tampan di sekolah ini," kelakar Mahesa sambil tertawa. 

"Sombong sekali dirimu!" teriak siswa itu sambil bangkit dan langsung menerjang Mahesa dengan melancarkan tendangan kaki kanan yang mengarah ke kepala. 

Mahesa sangat sigap menghadapi serangan tersebut. Buktinya, ia mampu menangkisnya dan langsung melakukan serangan balik dengan melancarkan upper cut yang cukup keras. Tepat pada dagu siswa itu. 

Tak ayal hal tersebut membuat tubuh lawannya terangkat ke atas sebelum kembali terpelanting ke belakang. Namun, kali ini tidak sampai mengenai pintu. Walau demikian, ia tetap harus merasakan rasa sakit yang jauh lebih hebat dari tadi. Karena saat tubuhya terjatuh, bagian kepalalah yang lebih dulu menghantam lantai dengan sangat keras. Sehigga beberapa bagian keramik menjadi retak. 

Dan akibat benturan tersebut, menyebabkan kepala bagian belakang siswa itu mengeluarkan darah. Sehingga menimbulkan rasa pusing yang membuat pandangannya menjadi kabur. Lalu pingsan dalam keadaan lemas di lantai yang dingin serta sedikit terasa lembab. 

"Ah, cuma begitu saja sudah pingsan. Ternyata kau lemah juga. Padahal aku kira cukup kuat, karena badanmu terlihat kekar dan besar. Sungguh menyedihkan," protes Mahesa dengan nada penuh kekecewaan sebelum berbalik ke belakang untuk melihat keadaan Arjuna yang bersimpuh di lantai. 

"Hai, Arjuna! Kau ada masalah apa dengannya?" tanya Mahesa dengan jari jempol tangan kanan menunjuk ke arah belakang, "sampai-sampai dia menghajarmu seperti ini di kamar mandi." Sambil mengulurkan tangan untuk membantu Arjuna berdiri. 

"Andai saja aku tidak datang, bisa-bisa wajahmu sudah tidak berbentuk lagi," ejeknya dengan seutas senyum yang lebih menyerupai seringai.

"Tidak ada," jawab Arjuna dengan tegas sambil menampikkan uluran tangan Mahesa dan segera berdiri.

"Tidak mungkin. Bocah itu tidak mungkin menyerangmu tanpa ada penyebabnya. Kau tidak usah berbohong padaku, Arjuna." 

"Ba .... " 

Tiba-tiba saja terdengar suara pintu yang didobrak hingga momotong ucapan Arjuna serta membuat Mahesa berbalik ke belakang. "Kalian berdua! Ikut Bapak ke ruang BK (Badan Konseling). Sekarang juga!" perintah seorang guru diambang pintu dengan beberapa orang siswa yang berdiri di belakangnya, "dan empat dari kalian, bawa dia segera ke ruang UKS (Unit Kesehatan Sekolah). Sisanya bersihkan darah yang ada di lantai." lanjutnya yang ditujukan kepada murid-murid tersebut.

Dan dengan sigap mereka semua langsung melakukan perintah tersebut. Sedangkan Arjuna dan Mahesa segera menuju ruang BK bersama guru tadi. Setelah terlebih dahulu saling memandang dengan tatapan dingin.

Dalam perjanan menuju ruang BK, kedua remaja itu tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Hanya sesekali saling melirik serta membalas tatapan beberapa siswa yang menatap ke arah mereka, yang sedang berada di sepanjang lorong sekolah. Namun, kebisuan itu berubah menjadi pekik histeris saat keduanya melihat ada dua sosok orang dewasa yang berjalan menghampiri.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status