Share

Bab 5. Tiba Di New York

24 jam kemudian, Meyra dan Alan tiba di John F Kennedy airport, New York.

Ini adalah pertama sekalinya Meyra melihat keadaan seramai dan sesibuk itu. Berbagai ras berlalu lalang dengan cepat disekitar mereka.

Saat Meyra sedang celingak-celinguk layaknya gadis kampung yang masuk kota, dan langsung ke kota sebesar New York pula, Alan berdecak kesal begitu menyadari istri dadakannya itu tertinggal cukup jauh di belakangnya. Dengan tergesa lelaki itu berbalik dan berjalan menghampiri Meyrabdan menarik tangannya.

Meyra terkejut saat menyadari tangannya digenggam erat oleh Alan. Lalu sebuah senyum tipis malu-malu terukir di bibirnya karena menyangka Alan adalah tipe suami yang cukup romantis karena sikapnya itu. Namun, senyum manis itu seketika memudar saat mendengar suara bernada dingin dari sang suami.

"Apa kau bisa berjalan lebih cepat sedikit? Aku bisa terlambat ke kantor jika caramu berjalan masih selambat siput!" Alan berkata dengan senyum dipaksa karena menahan frustasi.

"Ah ... Eh, ma-maaf," jawab Meyra kikuk. "Ini semua sangat asing bagiku. Sepertinya aku akan butuh banyak penyesuaian diri," lanjutnya sambil menjilati lidah dan menunduk. Pandangannya kini tertuju pada tangannya yang tenggelam dalam genggaman tangan Alan yang besar dan kokoh.

"Kau bisa menyesuaikan diri nanti. Sekarang ayo cepat. Aku bisa terlambat. Ada banyak urusan yang harus aku selesaikan hari ini," ucap Alan tergesa sambil menarik tangan Meyra dan melanjutkan langkahnya menuju mobil jemputan yang sudah menanti mereka.

Alan memang sudah menghubungi asisten pribadinya untuk menjemput. Dan seperti biasa, Leo selalu tepat waktu. Hal yang membuat Alan dapat dengan lega meninggalkan berbagai tanggung jawab penting di tangan asistennya tu.

Merya harus sedikit berlari kecil agar dapat menyesuaikan langkahnya dengan langkah Alan yang cepat dan lebar. Untung saja hari ini ia mengenakan jins dan kemeja longgar yang membuat gerakannya cukup mudah dan leluasa.

Meyra memang berasal dari pulau kecil dengan signal internet minim. Mereka harus berada di pelabuhan atau balai kota untuk bisa mengangses internet. Namun, menjelang hari H pelelangan, gadis itu cukup rajin mencari tahu tentang fashion terkini di dunia.

Pilihan Meyra jatuh pada gaya casual. Kalau di pulau, ia biasanya hanya mengenakan celana training dan kaos kebesaran peninggalan mendiang ayahnya untuk kegiatan sehari-hari, juga beberapa gaun dan dress sang ibu yang ia kenakan untuk acara-acara tertentu. Meyra jarang membeli baju untuk dirinya sendiri. Menurutnya itu buang-buang uang. Mereka bukan keluarga yang berkecukupan.

Dulu saat Meyra remaja, sesekali neneknya membeli baju di pasar loak untuknya, dan Meyra selalu berkata bahwa neneknya terlalu boros untuk hal-hal tidak penting. Lalu neneknya akan mengomel panjang lebar tentang ketidakpeduliannya pada penampilan.

Bagi Meyra, ia akan lebih suka membeli makanan dari pada pakaian. Lagi pula, masih banyak baju lama ibu dan ayahnya yang menurutnya masih layak pakai. Walaupun menurut neneknya itu semua sudah ketinggalan zaman.

Tidak lama kemudian, mereka tiba di depan sebuah mobil sedan hitam panjang yang mengkilap dan mewah, Meyra cukup terkejut saat menemukan seorang lelaki langsung menghampiri Alan dan mengambil koper di tangan lelaki itu.

Lelaki berambut pirang itu juga terlihat sama terkejut dengan Meyra saat menemukan gadis itu di samping Alan. Terutama saat melihat tangan mereka yang saling terpaut.

"Aku akan menjelaskan semuanya di jalan pulang." Jelas Alan tanpa ditanya. Hubungannya yang cukup baik dengan sang asisten membuat mereka bisa saling memahami hanya dengan satu pandangan penuh arti.

"Tentu saja, Tuan." Leo mengangguk tenang tanpa banyak berkata-kata. Seperti biasa. Ia juga langsung kembali mengambil koper di tangan Meyra setelah koper milik Alan masuk bagasi.

"Ayo. Sekarang cepatlah, Leo. Aku bisa terlambat untuk beberapa meeting penting hari ini. Apakah kau sudah memastikan jadwal pertemuan siang ini?" tanya Alan saat mereka sudah berada di dalam mobil.

"Tentu saja, Tuan. Semuanya aman. Dan Anda juga bisa sedikit lebih santai siang ini karena FJ Fashion mengundurkan jadwal temu ke Minggu depan. Katanya ada beberapa model pakaian untuk keluaran musim panas nanti perlu direview ulang. Next week, mereka akan sekalian membakukan semua agenda, sekaligus dengan rundown acara," jelas Leo dengan tenang sambil sesekali melirik Meyra yang duduk di samping Alan.

Lelaki itu merasa penasaran dengan wanita asing yang dibawa sang tuan, setelah kegagalan hubungan dengan mantan tunangannya dulu, Alan tampak menghindari hubungan serius dengan wanita manapun. Jika ia butuh seseorang untuk menghangatkan malam, wanita itu akan datang sendiri ke tempat yang dijanjikan.

Ini adalah pertama sekalinya Alan menggandeng seorang wanita di depan publik setelah kegagalan hubungan dengan Sherin.

"Ehm ..." Leo berdehem sekilas sebelum melanjutkan kalimatnya. "Halo Nona, sepertinya Tuan Alan tidak akan memperkenalkan kita, jadi aku pikir aku akan mengambil inisiatif untuk memperkenalkan diri." Leo melirik ke arah sang Tuan melalui spion atas dan langsung memamerkan cengirannya saat melihat mata Alan mendelik.

"Perkenalkan, aku Leo," lanjut lelaki itu tanpa peduli dengan rengut kesal di wajah Alan.

"Hai, aku Meyra," jawab Meyra dengan senyum manis. Ia senang dan lega karena akhirnya seseorang memecahkan kesunyian di dalam mobil itu.

"Meyra? Nama yang cantik, secantik pemiliknya." Leo tidak memuji, ia merasa hanya mengatakan yang sebenarnya.

"Terima kasih, Leo. Tapi tidak perlu berlebihan memujiku."

"Memuji? Apa itu memuji? Aku hanya mengatakan yang sebenarnya," elak Leo tulus. "Ngomong-ngomong kau menemukan tuanku yang kaku ini dimana?" lanjut lelaki itu mulai mengorek.

Meyra tertawa mendengar pilihan kata yang digunakan Leo, "menemukan" itu seakan-akan seperti menemukan anak kucing.

"Sebenarnya Alan-lah yang menemukanku. Dia penyelamatku," sahut Meyra tulus. Ia belum sempat berterima kasih pada suaminya itu karena sudah membawanya hingga kemari.

Leo terkejut mendengar jawaban Meyra. Kedua alisnya terangkat tinggi.

"Benarkah?" tanyanya sambil melirik heran ke arah sang Tuan melalui spion atas kepalanya.

"Iya. Alan rela me--"

"Leo!" potong Alan tajam. Ia harus menghentikan kalimat Meyra sebelum wanita itu mengatakan tentang pernikahan gila mereka. Apalagi jika sampai asisten pribadinya itu salah paham dan menyampaikan semuanya pada orang rumah. Kalau ada yang perlu mereka tahu, Alan lah yang akan menjelaskan sendiri nanti pada Leo dan Eshilde. "Sebaiknya kau menyetir saja dengan baik," lanjutnya lagi sambil berdecak kesal.

"Mmm ... Oke, baiklah. Sepertinya ada sesuatu yang mengejutkan yang akan kalian sampaikan pada kami." Leo berkata sambil tertawa kecil. "Dan Nona Meyra, Anda tidak perlu khawatir , aku adalah pengemudi terbaik yang pernah dimiliki Tuan Leo," kelakar Leo sambil diikuti suara tawanya yang nyaring.

Meyra ikut tertawa kecil. Ia merasa lega karena suasana di dalam mobil menjadi cair.

Sebenarnya Meyra tidak menyangka bahwa Leo ada pribadi yang menyenangkan. Padahal awalnya ia berpikir lelaki itu cukup kaku saat menjemput mereka di bandara tadi.

"Aku yakin, Eshilde pasti akan senang menyambutmu di rumah." Tawa Leo semakin kencang saat mengatakannya. Membuat wajah Alan semakin merengut saat mendengarnya.

"Eshilde? Siapa Eshilde?" tanya Meyra penasaran.

Tawa Leo kini sudah tidak terkontrol, bahkan Alan pun ikut tersenyum tipis.

"Eshilde adalah nyonya rumah di kediaman Tuan Sanders." Bahkan kini Alan pun ikut terkekeh pelan.

Nyonya rumah? Apakah itu berarti Alan sudah menikah?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status