Share

Bab 6. Kediaman Sanders

Butuh satu jam lebih beberapa menit hingga mereka tiba di mension rumah milik Alan. Rumah suaminya itu terletak di salah satu perumahan di New jersey. Hal yang tidak terduga bagi Meyra, ternyata kota New jersey itu cukup asri dengan banyak pepohonan yang masih terlihat tumbuh di sana. Well, tentu saja tidak sebanyak pepohonan di pulai Lemuri tempat Meyra berasal.

Perjalanan satu jam itu terasa singkat bagi Meyra karena gadis itu sibuk memperhatikan ke luar jendela mobil dengan pandangan takjum. Alan yang beberapa kali melirik sang istri dari samping itu tidak berkomentar banyak, ia maklum dan membiarkan saja kelakukan wanita yang dinikahinya sekitar 30an jam yang lalu itu. Ia akan memikirkan apa yang akan dilakukannya pada Meyra nanti. Saat ini banyak hal yang harus mendapatkan perhatiannya terkait bisnis mereka di New York. Alan kembali focus pada apa yang disampaikan Leo padanya selama sisa perjalanan itu.

Saat tiba di rumah Alan, Meyra turun dari mobil saat Leo membukakannya pintu. Mereka berhenti di depan sebuah rumah besar yang terlihat nyaman dengan atap-atap yang menjulang tinggi. Meyra mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Halaman rumah itu luas dan dipenuhi rumput hias yang terawat dengan baik. Meyra harus menahan dirinya sekuat tenaga agar tidak melemoparkan diri dan berguling-guling di atas rumput yang bak permadani hijau itu.

Ada beberapa rumah lainnya di samping kiri dan kanan rumah Alan itu. Rumah-rumah di sana terlihat mirip dengan ukuran rumah dan besar halaman yang hampir sama. Mungkin nanti Meyra akan mengunjungi tetangganya untuk sekedar menyapa.

“Meyra, ayo masuk. Sampai kapan kau akan berada di sana?” Suara Alan yang datang dari arah serambi rumah membuat Meyra tersadar dan langsung berlari kecil mendekati lelaki itu.

“Aku hanya terkesima dengan kota ini. Aku rasa aku akan betah berada di sini.” Meyra berkata antusias dengan mata berbinar.

“Jangan,” balas Alan dengan wajah datar. Meyra menaikkan kedua alisnya tidak mengerti. Mungkin perjalan jauh dan melelahkan mereka membuat fungsi otak suaminya itu menurun, pikir Meyra.

“Maksudmu?”

“Jangan terlalu merasa nyaman. Kau tidak akan lama berada di sini. Jangan lupa itu,” tegas lelaki itu lagi.

Meyra merasa sesuatu mengiris di hatinya. Ia tahu Alan tidak mencintainya. Pernikahan mereka juga pasti hal yang terpaksa dilakukan lelaki itu. Namun bagaimanapun juga ia merasa harus berterima kasih pada Alan karena telah menikahinya dan membawanya keluar dari pulau Lemuri.

“Baiklah. Namun sebelum tiba waktunya aku pergi, aku akan melakukan yang terbaik sebagai istrimu.”

“Sudah aku katakan, kau tidak perlu melakukan itu. Kau hanya perlu menentukan apa yang kau minati dan mempelajari itu dengan baik sebelum kau bebas nanti.”

“Anggap saja sebagai ucapan terima kasih karena telah membawaku keluar dari pulau itu,” balas Meyra lagi.

Sebenarnya mereka sudah pernah membahas masalah ini begitu tiba di hotel di Bali kemarin. Namun menurut Alan mereka perlu membahasnya lebih lanjut nanti, walaupun Meyra sudah mengatakan bahwa dirinya akan menerima apapun keputusan Alan nanti. Keluar dari pulau itu dengan aman saja sudah membuat Meyra berterima kasih.

Saat ini, ada rasa senang bercampur cemas di dalam hatinya. Namun, rasa penasaran akan dunia luar membuat gadis itu begitu bersemangat. Dan kehadiran Alan di sampingnya cukup membuat dirinya merasa nyaman dan aman. Cukup aneh memang, mengingat mereka baru saja bertemu tidak lebih dari 48 jam yang lalu.

“Aku sudah sangat berterima kasih dengan kau tidak menggangguku dan melakukan saja apa yang menjadi minatmu untuk masa depan,”

Meyra kembali mendengus mendengar nada dingin dari suara sang suami.

“Aku tahu. Tentu saja aku akan melakukan itu. Tapi sebagai istrimu, aku juga tidak bisa meninggalkan kewajibanku. Aku janji, apapun yang akan aku lakukan sama sekali tidak akan mengusik kegiatanmu,” tegas Meyra lagi tidak mau mengalah. Masalah keras kepala, gadis itu bisa diadu. Tidak ada yang bisa mengalahkannya selama ini.

“Istri?” Tiba-tiba sebuah suara memotong pembicaraan mereka dari arah pintu masuk.

Alan dan Meyra menoleh terkejut. Terlihat seorang wanita paruh baya dengan rambut yang sudah memutih sepenuhnya berdiri di sana. Wanita sepuh itu terlihat bugar dan sehat dengan umurnya yang jelas tidak lagi muda itu.

“Granny?” Alan berseru terkejut. “Kapan Granny tiba? Kenapa tidak memberitahuku dulu kalau mau datang?” Pertanyaan demi pertanyaan bertubi keluar dari Alan. Lelaki itu langsung mendekati sang nenek dan mengecup pipi kiri dan kanannya.

Namun, bukannya menjawab apa yang ditanyakan sang cucu, wanita itu malah mendorong sang cucu menjauh. Matanya tertuju pada Meyra dengan pandangan tertarik dan penasaran.

Meyra melemparkan senyum gugup.

“Aku tidak salah dengar? Apakah kau adalah istrinya Alan Sanders?” tanya wanita itu langsung pada Meyra.

“Istri?” terdengar suara lainnya dari pintu rumah. Samar-samar Meyra mendengar suara Alan mengerang saat melihat seorang wanita lainnya muncul dari sana bersama dengan Leo yang tidak kalah terkejutnya dengan mereka.

“Istri?” Leo ikut bertanya pada sang Tuan. Alisnya terangkat tinggi ke arah Alan.

“Kau juga bahkan tidak tahu Tuanmu ini menikah?” Wanita yang muncul bersama Leo tadi bertanya pada sang asisten.

“Dia bahkan tidak memberitahukan neneknya!” omel sang nenek sampil memukul Alan.

“Ugh … bisakah kita bicarakan ini nanti saja? Aku harus ke kantor sekarang?” Alan berusaha mengelak dan membawa langkah kakinya menuju ke dalam rumah.

“Tidak bisa.” Sang nenek berkata tegas. “Kau harus menjelaskan ini sekarang juga! Sejak kapan kau menyembunyikan hal sebesar ini pada Nenek?”

Dari tempatnya berdiri, Meyra hanya dapat menggigit bibirnya dengan jantung berdebar kencang. Ia tidak menyangka bahwa Alan memiliki keluarga cukup heboh seperti ini. Lalu, apakah sekarang mereka dapat menerimanya dengan tangan terbuka? Ataukah ia harus segera angkat kaki dari rumah itu bahkan sebelum dirinya sudah benar-benar menginjak lantainya?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status