LOGIN“Hujan.” Sebuah suara akhirnya terdengar ketika mereka sampai di tempat parkir sebuah area yang dimaksud oleh keluarga mereka berdua. Gaia hanya terdiam dan masih meminum kopinya. Lapar dan juga semakin terasa lelah karena perjalanan juga karena aktivitas dengan Raga tadi. Laki-laki di sampingnya masih menatap jauh ke hujan yang cukup deras.
“Gak ada payung, mau lari saja?” Raga menoleh melihat Gaia yang masih menempatkan sedotan pada bibir perempuan itu. Gaia hanya terdiam saja tidak menjawab pertanyaan Raga. Laki-laki itu kemudian memeriksa tempat duduk bagian belakangnya. Tetap saja dia tidak menemukan payung. Tapi ada yang sangat menganggu pikirannya saat itu ketika melihat Gaia lagi. Matanya tertuju pada sesuatu yang ingin dia sentuh dengan bibirnya. Raga meletakkan tangannya di ujung sandaran kursi penumpang di sebelahnya dan dia bergeser sedikit tentu saja. Gaia menoleh karena gerakan Raga itu. Laki-laki dengan kulit sedikit lebih hitam dari Gaia itu tersenyum. “Aku merasa kamu sedang menggoda aku.” Raga tertawa kecil menyampaikan maksudnya. Gaia tersenyum sinis dan tentu saja mengejek sedikit. Perempuan itu terkadang tahu jika laki-laki punya pikiran yang berbeda dengan apa yang terjadi sebenarnya. Dan Raga sudah mendekatkan wajahnya perlahan ke wajah Gaia. Perempuan itu memejamkan mata dengan cepat, sudah sering dilakukan tapi tetap saja itu mengejutkan bagi Gaia. “Hem?” Gaia membuka mata, dan Raga sedang menerima sebuah panggilan telepon di sampingnya. Perempuan itu tersenyum mengetahui apa yang sedang terjadi. “Sudah sampai, tapi hujan. Bisa minta tolong orang untuk menjemput? Parkiran sama tempatnya kan cukup jauh. Kasihan gaia kehujanan.” Sebuah alasan yang tentu saja sengaja di sebutkan oleh Raga supaya beberapa orang di sana membantunya. Gaia hanya kembali mengejek dengan memasang wajah tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Raga tertawa kecil menutup telepon. “Kalau gak gitu mereka akan minta aku hujan-hujanan. Malas banget.” Raga berkomentar sambil tersenyum. Gaia menatap Raga tanpa senyum. “Jadi kamu dari sana ke sini sendirian naik mobil ini?” Gaia bertanya karena mendapati Raga yang sendirian dan ditinggalkan untuk bersama perempuan itu. “Um... Engga juga. Aku sama kedua orang tuaku. Soalnya Kakakku yang pertama kan langsung ke sini. Jadi karena itu mobil ini kesannya kosong. Rana juga datang dari kota yang berbeda, Ragas juga sama keluarganya. Jadi akulah tumbal pada akhirnya sendirian.” Raga mencoba bercerita. “Nikah lagi makannya.” Gaia mencoba bercanda kepada Raga sambil memperhatikan jika ada seseorang yang mengantarkan payung. Raga tersenyum dan kemudian memeriksa tasnya. Dia bersiap supaya ketika ada yang datang menjemput mereka langsung keluar. “Kalau semuanya semudah itu. Kamu coba, kamu juga gimana?” Raga kembali mengembalikan pertanyaan pada Gaia. Perempuan itu menggeleng perlahan dengan malas, dia juga memeriksa ponsel pintarnya. “Kenapa kamu tidak pernah menjawab semua pertanyaan si?” Raga sedikit memprotes sikap Gaia yang benar-benar tertutup. Laki-laki itu kemudian mematikan mesin mobil karena melihat ada seseorang yang datang ke arahnya. Raga membuka pintu mobil dan kemudian menerima payung. “Dia sama aku saja, kamu tungguh aku keluar dulu.” Raga terlihat mengalungkan tasnya dan kemudian membuka payung setelahnya dia menuju ke sisi Gaia untuk membantu Gaia keluar dari mobil. Gaia hanya tersenyum dan seseorang dari pihak tempat makan yang membantu kembali sendiri dengan payung. “Tumben.” Gaia terkesan sangat santai berkomentar, dia kembali merasakan apa yang dilakukan Raga sungguh tidak biasa, tapi mungkin itu karena mereka sedang ada di kota lain. Meski Gaia sungguh belum bisa menerima kenapa Raga berlaku seperti itu. Mereka berdua kemudian diantarkan oleh seorang karyawan menuju ke tempat kedua keluarga mereka berkumpul. Sebuah ruangan yang ternyata cukup besar juga. Dan makanan serta beberapa hiburan ada di sana. Gama bahkan sudah bernyanyi dan dua keponakan Gaia sudah bermain dengan beberapa keponakan Raga. “Baru sampai memangnya kalian berdua mampir kemana?” Rana kakak perempuan Raga terlihat menggoda adiknya dan Gaia. “Hujan, nunggu dijemput karena di mobil gak ada payung. Kasihan Gaia, laper, ngantuk, cape.” Sebuah alasan yang membuat Gaia memukul lengan Raga karena menjadikan dia faktor utama. “Kasihan Gaia?” Sebuah respon juga diberikan Ragas bersamaan dengan Rana karena apa yang sedang dibicarakan. Kedua saudara Raga itu memang terbiasa diceritakan kepada Gaia, tapi untuk pertama kalinya mereka bertemu sehingga Gaia masih canggung harus bersikap bagaimana. Perempuan itu hanya menghindar dan mencari makanan yang mungkin dia suka. “Biasa mereka suka becanda. Mau makan apa? Atau kita nanya menu?” Raga masih juga mengikuti Gaia. Perempuan itu menatap Raga sebentar dan kemudian mendorongnya menjauh sedikit. Raga terkesan kesal karena Gaia melakukan semuanya itu. “Kan kita sudah sampai, kenapa kamu sama aku terus?” Gaia terkesan menolak jika raga terus mendekat. “Kamu merasa orang lain akan curiga jika seperti itu bukan? Ibuku, Keluargamu.” Gaia mencoba untuk bicara perlahan dan berbisik dekat dengan Raga. “Curiga kenapa?” Sebuah suara asing dari belakang Gaia membuat perempuan itu segera menoleh. Raga juga sedikit terkejut melihat Ragas ada di belakang Gaia. “Ah... Biasa lah Gas, lagi ada sedikit selisih paham tadi. Um... Dia curiga dompetnya ketinggalan di mobil atau di hotel.” Raga terdengar memberikan sebuah alasan yang lucu, tapi membuat Ragas bingung. “Dompetnya ilang? Apa gak kebawa?” Pertanyaan lain mengundang perhatian dari orang lain di ruangan itu. Pada akhirnya Raga menarik tangan Gaia supaya pembicaraan mereka tidak menarik perhatian. “Aku coba cari dulu ke mobil ya Gas.” Raga memberikan alasan dan kemudian meninggalkan ruangan itu. Tentu saja kejadian itu malah membuat beberapa orang memperhatikan. “Kenapa si kamu bersikap aneh hari ini? Maksudku biasa aja.” Gaia terlihat protes karena Raga membawanya keluar dari ruangan itu. Laki-laki itu terlihat kesal dan juga ingin memarahi Gaia. Tapi dia sama sekali tidak melakukan hal itu. “Aku juga berusaha bersikap biasa, tapi keluargaku dan keluargamu sepertinya sangat memperhatikan.” Raga mengungkapkan alasan dia berlaku aneh hari ini. “Ya jangan terlalu dekat, maksudku jangan juga terlalu banyak informasi yang dikatakan. Seolah kamu kenal aku lebih daripada kakak dari temanmu. Itu yang jadi aneh.” Gaia kembali berucap perlahan karena takut seseorang mungkin juga akan mendengarkan pembicaraan mereka. “Ya aku berusaha, tapi mereka tetap curiga. Sejak kita ketemu di lobby, entah kenapa Ragas dan Rana sudah bertanya terus.” Raga menceritakan dan Gaia terdiam menatap laki-laki itu. “Gama biasa aja tuh. Dia sama sekali tidak mencurigai apapun. Maksudnya pas kita ketemu di lobby aku juga tidak banyak bicara denganmu kan?” Gaia kembali bertanya dan bercerita jika adiknya memberi reaksi yang berbeda dengan saudara Raga. Laki-laki itu masih menatap Gaia sambil memasang wajah kesal dan bingung. Perempuan itu kemudian mengarahkan pandangannya ke beberapa tempat yang dia lihat. “Mereka bilang aku tidak biasa melihat perempuan seperti aku melihatmu. Katanya mataku lebih berbinar, berbinar bullshit kan?” Kalimat Raga membuat Gaia tertawa tidak tertahankan. Adalah hal lucu jika menganggap seperti itu. Karena Gaia ingat berapa kali dia mencoba menawarkan hubungan kepada Raga dan laki-laki itu selalu membuat batasan yang setinggi tembok cina.Brukk…. dalam hening sebelum makan siang ada suara jatuh yang cukup keras di ruangan itu. Yuli terlihat sudah berdiri dan mendekati meja di sebelahnya. “Coba panggil orang di klinik.” Raga masih duduk di kursi meja kerjanya dan meminta Yuli memanggil seseorang untuk memberikan bantuan. Yuli membantu mengangkat Sari dan meletakkannya di kursi yang saling di dekatkan. Raga sama sekali tidak beranjak dari kursinya dan masih terus emandangi laptop bahkan ketika orang dari klinik datang untuk membantu membawa Sari ke klinik.“Mas Raga memang sudah mengatakan sedari tadi supaya dia pulang, Tapi ya memang pada akhirnya harus seperti ini.” Yuli memberikan keterangan kepada dokter yang ada di klinik. Dokter itu terlihat cukup serius dengan kondisi Sari.“Sepertinya dia harus dibawa ke rumah sakit untuk perawatan lebih lanjut.” Pernyataan dokter membuat Yuli gugup, dia tidak menyangka jika kondisi Sari harus sampai pada dibawa ke rumah sakit.“Sebentar, memangnya dia kenapa dokter?” Yuli bert
“Bisa katakan kepadaku apa yang kalian berdua bicarakan?” Raga terlihat cukup kesal bicara dengan Haris di ponsel pintar miliknya itu sambil berjalan menuju ke ruangannya. Haris tentu saja meledak dalam tawa ketika mendengar pertanyaan seperti itu.“Bisakah kita bicara nanti? Aku sedang banyak pasien, kasihan jika mereka menunggu.” Setelah kalimat terakhir Haris menutup telepon dan kemudian tertawa. Raga melanjutakanb berjalan sambil tidak percaya jika sahabatnya itu menutup sambungan telepon dengannya baru saja. Raga sungguh masih memeriksa jika mungkin sambungan telepon dengan Haris masih menyala. Tapi ternyata Haris memang menutup sambungan telepon itu. “Kenapa juga Haris melakukan hal seperti ini?” Raga kembali bergumam sambil merasa kesal. “Mas Raga, baru datang juga?” Perempuan yang Raga kenali sosoknya menyapa Raga yang juga hendak naik ke ruang kerjanya.“Kamu juga baru datang?” Raga berusaha bersikap sealami mungkin supaya beberapa orang di sana juga tidak menilai jika mere
Raga terlihat cukup bahagia pagi ini. Dia keluar dari kamar, segera menuju ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuhnya. Setelah itu dia segera menuju ke dapur. Sudah ada beberapa makanan untuk sarapan. Gaia sedang berada di kebun kecil miliknya yang sangat dia banggakan. Bagaimana tidak, mawar yang ada dengan berbagai macam warna tumbuh dengan baik di sana membuat kesenangan tersendiri bagi Gaia. Raga juga senang jika istrinya bahagia, meski hanya karena hal sederhana seperti itu.“Babe, Haris memberikan vitamin?” Raga lupa bertanya kepada Gaia tentang vitamin yang mungkin diberikan Haris. Sahabatnya itu memang tidak terlalu mudah memberikan obat, tapi jika itu soal vitamin menjadi hal yang berbeda.“Iya, aku juga sepertinya akan melakukan konseling jika kamu tidak keberatan.” Gaia akhirnya menyampaikan saran dari Haris untuknya. Raga hanya mengangguk memberikan izin dan juga tersenyum senang dengan apa yang terjadi.“Ibu bertanya untuk syukuran empat bulanan bagaimana?” Raga kemudian d
Siang tadi Gaia terdiam di klinik milik Haris. Perempuan itu bahkan gugup dengan apa yang mungkin akan dia dengar. Tes lab yang dia lakukan saat ini sebenarnya hanya sebuah cara untuk meyakinkan dirinya. Hampir satu minggu Gaia sudah menduga jika dia memang hamil, tanpa sepengetahuan Raga dia bahkan sudah melakukan tes kehamilan sendiri di rumah dengan alat tes kehamilan yang dia beli di apotek berkali-kali. Saat pertama kali tahu dia merasa cukup senang, hanya saja dua tiga hari ini Gaia banyak memikirkan beberapa hal. Janin yang ada di dalam kandungannya jelas milik Raga. Selama ini dia hanya berhubungan dengan Raga. Bahkan ketika dia bertemu dengan Arya, mereka tidak melakukan hubungan fisik terlalu jauh. Jadi bisa dipastikan itu adalah anak Raga. Yang membuat dia banyak berfikir adalah interaksi Raga dengan rekan satu timnya. Gaia tahu pasti jika crush Raga itu kali ini sedang berbalik menyukai suaminya.“Kamu ingin mendengar hasil tes sendiri atau aku juga harus menghubungi Raga?
Raga mulai cukup terbiasa dengan rumah itu. Rumah yang halaman depannya tidak terlalu luas tapi bisa dengan mudah menyembunyikan sepeda motornya di dalam halaman. Rumah yang terlihat sederhana tapi bisa menjadi tempat bagi dia dan Sari untuk saling memberikan perhatian dan juga melampiaskan hasratnya. Sudah hampir satu minggu ini, Raga sering datang dan juga sering melakukan hubungan badan dengan Sari. Raga benar-benar melangkah terlalu jauh, tapi itu juga karena Gaia masih saja bersikap cuek dengan apa yang terjadi diantara mereka berdua. “Mas, apa tidak bisa jika sesekali menginap? Aku juga ingin bisa semalaman denganmu.” Sari merayu Raga yang sepertinya masih bersikap dingin. Raga tidka akan datang jika itu bukan karena hasratnya, meski begitu dia memang juga sangat menyukai Sari. Hanya saja untuk saat ini Gaia sudah ada penuh di dalam hatinya. “Aku pulang dulu. Sebaiknya tidak ada yang tahu tentang semuanya ini. Dan jika kamu ingin memberitahu istriku, maka aku tidak akan menemu
“Mas Raga gak balik bareng kita?” Sari memberikan pertanyaan yang seolah tidak didengar oleh laki-laki yang masih saja duduk dengan laptop di hadapannya. Gaia terlihat menatap siapa yang memberikan pertanyaan seperti itu kepada suaminya.“Kamu ini tidak tahu saja, tadi kan Mas Raga sudah bilang, dia ingin bekerja dengan istrinya sebentar.” Yuli berusaha menjawab pertanyaan Sari alih-alih Raga. “Siapa tahu Mas raga berubah pikiran. Kan bagaimanapun juga aturan baru sedang berlaku.” Kali ini Sari sepertinya tidak akan mengalah begitu saja. Raga sebenarnya sudah mulai cukup curiga dengan apa yang terjadi seharian ini. Sikap Sari yang selalu berusaha mendekati dia cukup menganggu. Meski begitu dia juga tahu bahwa tidak akan mudah baginya untuk menolak perempuan itu.“Nanti sebentar lagi aku akan kembali ke kantor. Aku hanya ingin menyelesaikan satu error ini.” Raga pada akhirnya bersuara karena sedari tadi Sari selalu saja membuat pertanyaan-pertanyaan yang pribadi untuk Raga.“Lagipula







