Home / Romansa / LONELY TOGETHER / Mereka curiga

Share

Mereka curiga

Author: Tami ilmi
last update Last Updated: 2025-03-23 12:09:52

“Hujan.” Sebuah suara akhirnya terdengar ketika mereka sampai di tempat parkir sebuah area yang dimaksud oleh keluarga mereka berdua. Gaia hanya terdiam dan masih meminum kopinya. Lapar dan juga semakin terasa lelah karena perjalanan juga karena aktivitas dengan Raga tadi. Laki-laki di sampingnya masih menatap jauh ke hujan yang cukup deras.

“Gak ada payung, mau lari saja?” Raga menoleh melihat Gaia yang masih menempatkan sedotan pada bibir perempuan itu. Gaia hanya terdiam saja tidak menjawab pertanyaan Raga. Laki-laki itu kemudian memeriksa tempat duduk bagian belakangnya. Tetap saja dia tidak menemukan payung. Tapi ada yang sangat menganggu pikirannya saat itu ketika melihat Gaia lagi. Matanya tertuju pada sesuatu yang ingin dia sentuh dengan bibirnya.

Raga meletakkan tangannya di ujung sandaran kursi penumpang di sebelahnya dan dia bergeser sedikit tentu saja. Gaia menoleh karena gerakan Raga itu. Laki-laki dengan kulit sedikit lebih hitam dari Gaia itu tersenyum.

“Aku merasa kamu sedang menggoda aku.” Raga tertawa kecil menyampaikan maksudnya. Gaia tersenyum sinis dan tentu saja mengejek sedikit. Perempuan itu terkadang tahu jika laki-laki punya pikiran yang berbeda dengan apa yang terjadi sebenarnya. Dan Raga sudah mendekatkan wajahnya perlahan ke wajah Gaia. Perempuan itu memejamkan mata dengan cepat, sudah sering dilakukan tapi tetap saja itu mengejutkan bagi Gaia.

“Hem?” Gaia membuka mata, dan Raga sedang menerima sebuah panggilan telepon di sampingnya. Perempuan itu tersenyum mengetahui apa yang sedang terjadi.

“Sudah sampai, tapi hujan. Bisa minta tolong orang untuk menjemput? Parkiran sama tempatnya kan cukup jauh. Kasihan gaia kehujanan.” Sebuah alasan yang tentu saja sengaja di sebutkan oleh Raga supaya beberapa orang di sana membantunya. Gaia hanya kembali mengejek dengan memasang wajah tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Raga tertawa kecil menutup telepon.

“Kalau gak gitu mereka akan minta aku hujan-hujanan. Malas banget.” Raga berkomentar sambil tersenyum. Gaia menatap Raga tanpa senyum.

“Jadi kamu dari sana ke sini sendirian naik mobil ini?” Gaia bertanya karena mendapati Raga yang sendirian dan ditinggalkan untuk bersama perempuan itu.

“Um... Engga juga. Aku sama kedua orang tuaku. Soalnya Kakakku yang pertama kan langsung ke sini. Jadi karena itu mobil ini kesannya kosong. Rana juga datang dari kota yang berbeda, Ragas juga sama keluarganya. Jadi akulah tumbal pada akhirnya sendirian.” Raga mencoba bercerita.

“Nikah lagi makannya.” Gaia mencoba bercanda kepada Raga sambil memperhatikan jika ada seseorang yang mengantarkan payung. Raga tersenyum dan kemudian memeriksa tasnya. Dia bersiap supaya ketika ada yang datang menjemput mereka langsung keluar.

“Kalau semuanya semudah itu. Kamu coba, kamu juga gimana?” Raga kembali mengembalikan pertanyaan pada Gaia. Perempuan itu menggeleng perlahan dengan malas, dia juga memeriksa ponsel pintarnya.

“Kenapa kamu tidak pernah menjawab semua pertanyaan si?” Raga sedikit memprotes sikap Gaia yang benar-benar tertutup. Laki-laki itu kemudian mematikan mesin mobil karena melihat ada seseorang yang datang ke arahnya. Raga membuka pintu mobil dan kemudian menerima payung.

“Dia sama aku saja, kamu tungguh aku keluar dulu.” Raga terlihat mengalungkan tasnya dan kemudian membuka payung setelahnya dia menuju ke sisi Gaia untuk membantu Gaia keluar dari mobil. Gaia hanya tersenyum dan seseorang dari pihak tempat makan yang membantu kembali sendiri dengan payung.

“Tumben.” Gaia terkesan sangat santai berkomentar, dia kembali merasakan apa yang dilakukan Raga sungguh tidak biasa, tapi mungkin itu karena mereka sedang ada di kota lain. Meski Gaia sungguh belum bisa menerima kenapa Raga berlaku seperti itu.

Mereka berdua kemudian diantarkan oleh seorang karyawan menuju ke tempat kedua keluarga mereka berkumpul. Sebuah ruangan yang ternyata cukup besar juga. Dan makanan serta beberapa hiburan ada di sana. Gama bahkan sudah bernyanyi dan dua keponakan Gaia sudah bermain dengan beberapa keponakan Raga.

“Baru sampai memangnya kalian berdua mampir kemana?” Rana kakak perempuan Raga terlihat menggoda adiknya dan Gaia.

“Hujan, nunggu dijemput karena di mobil gak ada payung. Kasihan Gaia, laper, ngantuk, cape.” Sebuah alasan yang membuat Gaia memukul lengan Raga karena menjadikan dia faktor utama.

“Kasihan Gaia?” Sebuah respon juga diberikan Ragas bersamaan dengan Rana karena apa yang sedang dibicarakan. Kedua saudara Raga itu memang terbiasa diceritakan kepada Gaia, tapi untuk pertama kalinya mereka bertemu sehingga Gaia masih canggung harus bersikap bagaimana. Perempuan itu hanya menghindar dan mencari makanan yang mungkin dia suka.

“Biasa mereka suka becanda. Mau makan apa? Atau kita nanya menu?” Raga masih juga mengikuti Gaia. Perempuan itu menatap Raga sebentar dan kemudian mendorongnya menjauh sedikit. Raga terkesan kesal karena Gaia melakukan semuanya itu.

“Kan kita sudah sampai, kenapa kamu sama aku terus?” Gaia terkesan menolak jika raga terus mendekat.

“Kamu merasa orang lain akan curiga jika seperti itu bukan? Ibuku, Keluargamu.” Gaia mencoba untuk bicara perlahan dan berbisik dekat dengan Raga.

“Curiga kenapa?” Sebuah suara asing dari belakang Gaia membuat perempuan itu segera menoleh. Raga juga sedikit terkejut melihat Ragas ada di belakang Gaia.

“Ah... Biasa lah Gas, lagi ada sedikit selisih paham tadi. Um... Dia curiga dompetnya ketinggalan di mobil atau di hotel.” Raga terdengar memberikan sebuah alasan yang lucu, tapi membuat Ragas bingung.

“Dompetnya ilang? Apa gak kebawa?” Pertanyaan lain mengundang perhatian dari orang lain di ruangan itu. Pada akhirnya Raga menarik tangan Gaia supaya pembicaraan mereka tidak menarik perhatian.

“Aku coba cari dulu ke mobil ya Gas.” Raga memberikan alasan dan kemudian meninggalkan ruangan itu. Tentu saja kejadian itu malah membuat beberapa orang memperhatikan.

“Kenapa si kamu bersikap aneh hari ini? Maksudku biasa aja.” Gaia terlihat protes karena Raga membawanya keluar dari ruangan itu. Laki-laki itu terlihat kesal dan juga ingin memarahi Gaia. Tapi dia sama sekali tidak melakukan hal itu.

“Aku juga berusaha bersikap biasa, tapi keluargaku dan keluargamu sepertinya sangat memperhatikan.” Raga mengungkapkan alasan dia berlaku aneh hari ini.

“Ya jangan terlalu dekat, maksudku jangan juga terlalu banyak informasi yang dikatakan. Seolah kamu kenal aku lebih daripada kakak dari temanmu. Itu yang jadi aneh.” Gaia kembali berucap perlahan karena takut seseorang mungkin juga akan mendengarkan pembicaraan mereka.

“Ya aku berusaha, tapi mereka tetap curiga. Sejak kita ketemu di lobby, entah kenapa Ragas dan Rana sudah bertanya terus.” Raga menceritakan dan Gaia terdiam menatap laki-laki itu.

“Gama biasa aja tuh. Dia sama sekali tidak mencurigai apapun. Maksudnya pas kita ketemu di lobby aku juga tidak banyak bicara denganmu kan?” Gaia kembali bertanya dan bercerita jika adiknya memberi reaksi yang berbeda dengan saudara Raga.

Laki-laki itu masih menatap Gaia sambil memasang wajah kesal dan bingung. Perempuan itu kemudian mengarahkan pandangannya ke beberapa tempat yang dia lihat.

“Mereka bilang aku tidak biasa melihat perempuan seperti aku melihatmu. Katanya mataku lebih berbinar, berbinar bullshit kan?” Kalimat Raga membuat Gaia tertawa tidak tertahankan. Adalah hal lucu jika menganggap seperti itu. Karena Gaia ingat berapa kali dia mencoba menawarkan hubungan kepada Raga dan laki-laki itu selalu membuat batasan yang setinggi tembok cina.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • LONELY TOGETHER   Suami yang Menahan diri

    Mungkin karena AC di kamar Raga memang dingin, Gaia meringkuk di pelukan Raga sepanjang malam tanpa dia sadari. Perempuan itu terlelap memeluk tubuh yang sebenarnya enggan dia peluk. Raga bahagia dengan apa yang terjadi malam ini karena Gaia yang mendekati tubuhnya lebih dahulu dan tenggelam dalam pelukannya sepanjang malam. Meski tentu saja dia hampir tidak merasakan lengan sebelah kirinya ketika bangun terlebih dahulu. Laki-laki itu menatap dengan senyum wajah istrinya dalam lampu kuning di tepi tempat tidur. Raga lega, laki-laki itu mencium kening Gaia perlahan dan masih tersenyum. Perempuan itu bergerak sedikit tapi dia masih memejamkan matanya. Di sisi lain Gaia ada keponakannya yang masih juga tertidur pulas. Raga sungguh terkesan dengan apa yang sedang dia lakukan saat ini. Memandang seseorang yang sedang tertidur bukanlah sebuah kebiasaan atau tidak akan menjadi hal yang dilakukan oleh Raga. Membuang waktu. Tapi, saat ini tidak ada yang lebih menyenangkan daripada melihat pere

  • LONELY TOGETHER   Secara Halus

    Tidak berapa lama bel pintu berbunyi dan Raga segera menuju ke depan untuk membuka pintu. Mba Rana terlihat masuk dengan tergesa melewati ruang tengah menuju ke kamar tengah. Gaia masih diam bersama keponakannya dan tidak beranjak dari sofa ruang tengah itu.“Tapi Mba, Kai sudah tidur. Kalau aku tidak bersama dengannya maka dia akan bingung besok pagi.” Suara Erin terdengar meski pelan. Raga masih berdiri di depan pintu kamarnya. “Kalau begitu bawa Kai juga.” Mba Rana sepertinya serius dengan apa yang dia katakan.“Sudah malam Mba, mau tidur dimana juga tidak masalah. Kenapa jadi seperti ini?” Erin sepertinya masih berkeras untuk tidak menuruti apa yang Mba Rana minta.“Tidak di sini. Kamu mau gendong Kai atau aku?” Mba Rana terlihat cukup serius dengan apa yang dia ucapkan. Erin terlihat kesal dengan apa yang sedang terjadi. Dia tidak bisa minta bantuan kepada siapapun. Dan akhirnya dia menggendong Kai bersamanya keluar dari kamar itu.“Kasihan kamu Kai, tidak boleh tidur di rumah y

  • LONELY TOGETHER   Erin ingin Tinggal?

    Kai dan dua keponakan Gaia sedang menikmati cake yang dibeli tadi di mall, sedangkan orang dewasa lainnya sedang makan camilan juga yang dibawakan oleh Ibu dan Mba Rana. Gaia sebenarnya cukup senang dengan sikap Mba Rana dan Ibu Raga yang santai kepada Erin. Meski beberapa pertanyaan canggung memang harus di dengar.“Jadi kamu ingin menata kamar tengah itu untuk Kai?” Mba Rana melihat kamar yang hanya berisi beberapa barang dan memang kecil.“Soalnya kamar kerja akan terlalu besar untuk Kai, dan juga akan lebih nyaman jika dia sudah punya kamar sendiri.” Raga terlihat tersenyum menjelaskan.“Kalian berdua tidak menganggap anakku sebagai penganggu bukan?” Erin terlihat berucap ketus di ruang tengah. Di depan semua orang perempuan ini bicara dengan sangat kasar, bagi Gaia.“Tidak, kami tidak pernah begitu. Hanya supaya Kai juga berlatih untuk tidur sendiri, punya kamar dan juga punya dunianya sendiri.” Raga kembali menjelaskan sebelum Gaia yang bicara.“Kai kan mas

  • LONELY TOGETHER   Aku Temani Kamu

    “Kai ingin bermain?” Gaia bertanya kepada anak kecil berusia lima tahun itu ketika mereka keluar dari tempat makan. Anak laki-laki itu terlihat tidak terlalu mengerti dengan pertanyaan Gaia. “Mau main di arena bermain?” Erin bertanya dengan senyum di wajahnya kepada Kai dengan lembut. Kai mengangguk perlahan.“Kalau begitu kita ke sana.” Gaia menunjuk sebuah tempat bermain tepat di depan tempat mereka berempat tadi makan. Raga terlihat kurang begitu suka dengan apa yang Gaia lakukan. Tapi Gaia menatap laki-laki itu seolah sedang memberikan sebuah sinyal jika dia harus menuruti apa yang Gaia katakan.“Aku akan mengisi kartu untuk mainnya lebih dulu.” Gaia terlihat cukup senang karena tidak ada antrian untuk mengisi kartu. Dia meninggalkan Raga dan Erin serta Kai tidak lama kemudian sudah kembali lagi. “Tap di tempat yang Kai ingin mainkan.” Gaia menyerahkan kartu itu kepada anak laki-laki Raga dan Erin. Sudah tentu Erin mengikut Kai yang kemudian memilih mainan yan

  • LONELY TOGETHER   Ayah dan Ibu

    Gaia kembali duduk di bagian belakang di mobil. Tapi itu juga bukan hal yang cukup besar untuk membuat Raga tidak memperhatikan istrinya itu, sepanjang jalan mereka membicarakan hendak kemana dan perlu membeli apa saja.“Tolong angkat telepon dari Mba Rana Babe.” Raga membuat Gaia kemudian meraih ponsel di saku celana sebelah kiri dari Raga. Erin terlihat tidak ingin melihat apa yang sedang Gaia lakukan.“Ya Mba?” Gaia menggeser tombol ikon telepon berwarna hijau di layar telepon milik Raga.“Gia?” Mba Rana sedikit terkejut meski seharusnya tidak. “Iya Mba, Raga sedang nyetir.” Gaia menjawab singkat.“Oo… Itu, nanti aku ke rumah sama Ibu. Kamu sudah sehat?” Mba Rana bertanya karena mungkin Raga lupa memberitahu kabar Gaia saat ini.“Sudah Mba, jam berapa ke rumah Mba?” Gaia bertanya lagi meski Raga tidak mengatakan apapun.“Makan sudah? Nafsu makan masih belum membaik?” Rana bertanya lagi kepada Gaia.“Um… Iya Mba, tapi memang lebih baik tidak terlal

  • LONELY TOGETHER   Margia yang Raga lihat

    Manusia memang selalu punya sisi yang tidak pernah bisa ditebak manusia lainnya. Unik, Raga lupa jika Margia itu memang tidak seperti perempuan lain, tidak seperti teman tidurnya yang lain. Dia punya semua hal yang Raga juga punya. Jika Raga punya kekasih, Gaia juga. Raga punya keluarga, Gaia juga. Dan Gaia punya caranya sendiri menjalani hidup. Raga lupa jika Gaia bukan perempuan yang akan meminta kepada laki-laki, bukan perempuan yang akan menyandarkan bahunya pada laki-laki untuk meminta kemakmuran di hidupnya. “Kita fokus untuk Kai saja, sekali lagi jika kamu ingin kami membiayai sekolah Kai, tapi kamu ingin Kai tetap bersama denganmu. Aku juga tidak keberatan.” Gaia kembali menyatakan sebuah penawaran.“Kai juga butuh kasih sayang Ayahnya. Kamu berusaha menghalangi?” Erin berusaha menyudutkan Gaia. Gaia menggeleng perlahan.“Tidak juga, Kai boleh bertemu dengan Raga kapanpun, boleh juga menginap. Tapi jika itu kamu aku tidak menngizinkan.” Raga kembali tersenyum de

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status