Raga dan Gaia sudah mengenal sejak lama. Mereka saling membutuhkan dalam hal yang tidak lazim bagi seorang pria dan wanita. Mereka saling memberikan kepuasan tapi tidak ingin bersama. Mereka sama-sama tahu jika tidak saling cocok. permasalahan lain datang karena keluarga mereka berdua saling mengenal dan pada sebuah kesempatan mereka diharuska untuk menjalani sebuah pernikahan. Hal lain yang timbul adalah cinta yang tidak pernah ada dan cinta yang belum usai diantara pernikahan 6 bulan yang harus dijalani Raga dan Gaia. Sangat mengenal dan sangat memahami, tapi tidak ada perasaan apa-apa, karena itulah dari awal Raga dan Gaia memutuskan untuk menjadi teman dalam memenuhi kebutuhan mereka. Bagaimana akhirnya jika mereka diharuskan tinggal dalam satu rumah, diharuskan untuk merelakan dan menutup dalam semua perasaan yang mulai tumbuh, karena ingin memahami masing-masing dengan cerita cinta masing-masing. Rumit, karena itu tidak masalag untuk Raga dan Gaia sendiri meski bersama-sama.
Lihat lebih banyak“Kamu suka?” Raga terlihat menatap perempuan yang sedang bersama di kamarnya saat itu. Belum jam tiga sore dan mereka berdua sudah berpelukan tanpa menggenakan apapun. Keringat mengucur deras membuat laki-laki itu mengusapnya dengan berpuluh-puluh lembar tisu. Tapi ada senyum di wajah laki-laki itu dan menahan perempuan yang malu hendak menutupi tubuhnya dengan apapun yang bisa digunakan.
“Malu?” Raga kembali bertanya sambil tersenyum memeluk perempuan itu bertelanjang dada. Perempuan itu memeluk Raga dengan sedikit canggung. Dia masih menyisakan sebuah rasa gugup di wajahnya. “Iya lah, sebentar, takut ada yang lihat dari jendela kan.” Gaia terlihat memasang wajah kesal sambil menarik selimut, Raga membantu perempuan itu mengenakan selimut untuk menutup tubuh bagian bawahnya. “Suka?” Raga mengulangi lagi apa yang dia tanyakan di awal seolah dia benar ingin tahu jawaban dari Gaia siang itu. Gaia menatap wajah Raga sebentar dan kemudian melihat ke depan masih bersandar dipelukan laki-laki yang dia kenal sudah bertahun-tahun. “Suka, tapi sakit si. Sekarang juga masih sakit.” Gaia menjawab dengan nada bicara yang polos sehingga Raga tertawa kecil. “Tapi kamu bersemangat sekali, dan juga basah.” Raga kembali menggoda Gaia yang memang baru benar-benar melakukan hal ini untuk pertama kalinya. Laki-laki itu makin memeluk gemas perempuan dalam pelukannya. Dia mencium rambut Gaia perlahan. “Lain kali kalau kamu mau, kamu ajak duluan juga gak apa-apa.” Sebuah kalimat yang membuat Gaia tentu saja terdiam. Raga memang tidak pernah menutupi apapun dari gaia sudah sejak lama. Mereka sudah hampir dua tahun tidak bertemu dan kemudian bertemu lagi sampai akhirnya kedekatan mereka membuat Gaia menyerahkan segalanya hari ini. “Tidur lagi aja kalau kamu cape.” Raga terkesan memanjakan Gaia siang itu. Laki-laki itu memang sedang bekerja dari rumah sehingga dia kemudian memeriksa ponselnya untuk mengawasi beberapa anak buahnya yang sedang bekerja di kantor. “Ada masalah?” Gaia bertanya karena sepertinya Raga memasang wajah serius ketika memegang ponselnya. Laki-laki itu tidak menjawab dan hanya bangkit dari tidurnya, menggenakan boxer, setelah itu dia menghadap komputer di meja sebelah tempat tidur. Bahkan dia sudah tidak lagi mempedulikan Gaia setelah itu. Perempuan itu menggenakan kaos longgar dan kemudian memejamkan matanya lagi memunggungi Raga yang sibuk dengan pekerjaannya. Gaia sudah lumayan terbiasa, hanya saja kejadian hari ini memang sudah dia terima. Perempuan itu sudah terlalu menyerah untuk kisah cinta. Jadi apa yang dia lakukan kali ini secara sadar dan memang karena kehendaknya juga. Selain karena memang dia sudah mengenal Raga lama. Dia hanya percaya mereka berdua hanya saling memberikan manfaat. “Tidur?” Gaia samar mendengar suara. Dia mengerjapkan matanya dan melihat kamar sudah lebih gelap dan hanya cahaya dari luar yang menerangi melalui jendela kamar Raga. “Sudah selesai?” Gaia bertanya karena dia menyadari Raga sudah memeluknya dari belakang. Perempuan itu merasakan jika Raga mencium leher dan telinganya perlahan. “Mau makan dulu? Atau pesan dulu?” Raga berbisik sambil kemudian tertawa di telinga Gaia. Sebenarnya mereka sudah lama sering bermesraan hanya saja baru kali ini Gaia melewati batas dengan laki-laki itu. Gaia sangat tahu jika Raga memang suka melewati batas dengan banyak wanita. Tapi sejak menikah dia tidak begitu lagi. Hanya setelah berpisah, dia menghubungi Gaia lagi dan kemudian terjadilah apa yang terjadi hari ini. “Kamu lapar? Ya sudah ayo pesan.” Gaia terlihat tersenyum dan berbalik badan. Raga sudah melumat bibir Gaia ketika perempuan itu berbalik. Perempuan itu terkejut tapi tidak menolak. “Pesan dulu, katanya lapar?” Gaia mencoba menghentikan aktivitas kesukaan Raga yang sudah berpindah ke tempat lain. Raga tidak menanggapi Gaia dan justru bermain lebih jauh. Perempuan itu juga berusaha menahan diri, hanya saja dia tidak lagi bisa menahan erangannya sendiri. “Ga..” Gaia sudah melayang hendak melewati batasnya. Ponsel pintarnya sudah entah berada di mana. Dia tidak lagi fokus untuk memesan makanan. Raga terus menggoda Gaia dan bergerak menikmati tubuh perempuan yang bersamanya itu. “Ga...” Gaia melenguh lagi perlahan membuat Raga semakin bersemangat menikmati gerakan pelan tubuh Gaia sambil mendengarkan desah yang ditahan. Gaia mengigit bibir bawahnya untuk meredam suaranya sendiri. Dia tahu penghuni kos sudah pulang ketika malam hampir tiba. “Enak Ga?” Raga kali ini bermain dengan perempuan yang sudah hampir tidak bisa menguasai dirinya sendiri. Laki-laki itu berbisik di telinga Gaia perlahan dan kemudian mencium leher Gaia tanpa menunggu jawaban. Perempuan itu mengerang perlahan masih menggunakan tangannya untuk menutup mulutnya ketika Raga memainkan setiap tempat vital yang membuat Gaia meleguh lebih keras meski berusaha diredam. Sampai kemudian akhirnya laki-laki itu membuat Gaia tidak bisa lagi menyadari apapun selain sebuah kesenangan bagi mereka berdua. Raga tersengal di atas tubuh Gaia yang juga memeluk laki-laki itu erat. Gaia mengigit bibir bawahnya ketika Raga mulai mempercepat ritme gerakannya. Sesekali Raga menghentakkan sedikit untuk membuat Perempuan itu semakin memandang ke berbagai arah untuk menahan desah yang sudah berusaha dia redam sedari tadi. Raga kali ini mencium bibir Gaia dengan kasar, gerakannya juga sudah mulai lebih cepat dengan ritme yang pendek. Gaia kali ini meremas tempat tidur yang tidak menggunakan seprei di kamar kos Raga. Perempuan itu semakin berusaha menahan teriakan yang hampir saja memecah kesunyian menjelang malam itu. Raga melenguh perlahan dan kemudian gaia memeluknya. Laki-laki itu masih terengah ketika aktivitas mereka selesai. Raga berguling ke sisi Gaia dan tersenyum. “Suka?” Raga kembali menanyakan hal yang sama, kali ini Gaia tersenyum dan mengangguk pelan masih mengatur nafasnya. Dia meletakkan kepalanya dalam pelukan Raga. “Biarkan hubungan kita sebatas ini saja. Lebih menyenangkan. Jika ke tahap lain, mungkin tidak bisa. Lagipula kamu terlalu banyak tahu buruknya aku. Pasti sulit menerima.” Raga memberikan sebuah alasan yang sebenarny ditolak oleh Gaia dalam hati. “Aku juga tidak mengharapkan hal lain.” Gaia dengan tegas membuat batasan. Entah Raga percaya atau tidak tapi Gaia memang tidak ingin bersama dengan Raga untuk hal yang lebih serius. Apalagi setelah Raga bercerai dengan istrinya. Gaia sama sekali tidak pernah berharap perasaannya berkembang untuk seorang Raga. “Aku punya seseorang yang ingin aku jadikan istri.” Sebuah pernyataan dari Raga seolah sedang menguji Gaia. Perempuan itu tidak memberikan komentar karena merasa pembicaraan tentang hal itu tidak terlalu penting. “Menurutmu, apakah sebaiknya aku jujur atau tidak tentang kesenanganku? Bukankah perempuan tidak ingin punya kekasih yang redflag? Jadi sebaiknya aku tidak mengatakan apa-apa bukan?” Kali ini Gaia hanya tersenyum sinis. “Orang pasti selalu melihat kamu sama seperti mereka melihat aku. Polos, tidak tahu apa-apa dan juga tidak akan berada dalam hal-hal yang tidak baik seperti ini.” Raga kembali menambahkan kalimat yang masih saja tidak ditanggapi oleh Gaia. “Mau pesan nasi goreng? Atau roti?” Gaia justru mengalihkan pembicaraan sambil membuka aplikasi untuk memesan makanan. Dan kali ini Raga kembali menggoda Gaia. “Bisakah lain kali kamu bawakan masakanmu dari rumah saja? Aku ingin sekali-kali kamu bisa membawakan hal seperti itu.” Gaia hanya tersenyum sedikit dan kemudian selesai memesan makanan. “Kamu mau memberitahukan hubungan seperti apa kepada seluruh dunia? Membawa makanan dari rumah dengan alasan apa? Memangnya kamu siapa?” Kali ini Gaia sungguh ingin membalas Raga. Dia juga ingin Raga mencoba untuk berfikir realistis tentang permintaannya dalam hubungan ini.“Hujan.” Sebuah suara akhirnya terdengar ketika mereka sampai di tempat parkir sebuah area yang dimaksud oleh keluarga mereka berdua. Gaia hanya terdiam dan masih meminum kopinya. Lapar dan juga semakin terasa lelah karena perjalanan juga karena aktivitas dengan Raga tadi. Laki-laki di sampingnya masih menatap jauh ke hujan yang cukup deras. “Gak ada payung, mau lari saja?” Raga menoleh melihat Gaia yang masih menempatkan sedotan pada bibir perempuan itu. Gaia hanya terdiam saja tidak menjawab pertanyaan Raga. Laki-laki itu kemudian memeriksa tempat duduk bagian belakangnya. Tetap saja dia tidak menemukan payung. Tapi ada yang sangat menganggu pikirannya saat itu ketika melihat Gaia lagi. Matanya tertuju pada sesuatu yang ingin dia sentuh dengan bibirnya. Raga meletakkan tangannya di ujung sandaran kursi penumpang di sebelahnya dan dia bergeser sedikit tentu saja. Gaia menoleh karena gerakan Raga itu. Laki-laki dengan kulit sedikit lebih hitam dari Gaia itu tersenyum. “Aku meras
“Suka?” Sebuah pertanyaan yang sama Raga tanyakan pada perempuan di pelukannya. Seperti sebuah kebiasaan, “Suka, soalnya kamarnya bagus? Lain kali ajak aku di tempat yang seperti ini juga.” Gaia kali ini langsung menjawab dengan santai dan tersenyum memeluk Raga. Mereka berselimut tebal dan tersenyum saling memandang. “Boros.” Raga tertawa dan Gaia juga sama. Laki-laki itu makin memeluk Gaia seolah dia gemas dengan perempuan itu. Gaia juga merasa jika Raga sedikit berbeda kali ini. Tapi Gaia menampik perasaan dan mengira karena tempat yang berbeda merubah suasana hati mereka. “Tapi kamu berbeda, lebih....” Raga tersenyum menatap perempuan itu untuk menggoda tentang apa yang mereka berdua baru saja lakukan. Gaia hanya tersenyum dan kemudian mengganti saluran televisi. Perempuan itu lupa menggenakan kacamatanya ketika keluar kamar kedua orang tuanya. “Jam berapa? Aku gak bawa handphone.” Gaia bertanya kepada Raga yang kemudian dia teringat untuk memeriksa pekerjaan kantor. “H
Gaia memeluk Raga ketika pertanyaan itu meluncur dari bibir laki-laki yang sungguh dia kenal bertanya bukan karena simpati atau mungkin dia juga memang belum tahu apa-apa. Raga menjauhkan tangan Gaia ketika perempuan itu hendak memeluk.“Jangan melakukan hal yang salah.” Raga mengindar dan kemudian duduk bersandar pada sisi tempat tidur. Gaia terlihat cukup kesal karena apa yang Raga lakukan.“Kalau kamu mencurigai aku, kenapa meminta aku masuk ke kamar ini? Jangan seolah-olah kamu tidak tahu apa-apa dan mempertanyakan semua hal.” Gaia melampiaskan kesalnya tanpa menahan diri. Raga tersenyum melihat apa yang terjadi meski kemudian dengan cepat dia memasang wajah kesal.“Ya aku ingin tahu ceritanya dulu. Kenapa susah banget untuk ngobrol?” Raga kembali membalas Gaia, dia sama sekali tidak ingin mengalah dalam obrolan ini. Laki-laki itu duduk menghadap ke arah Gaia yang kali ini terlihat melemparkan pandangan ke tempat lain untuk menghindari menatap Raga.Raga tersenyum melihat sikap Ga
3 Tahun kemudian.“Wah sampai juga, kita check in dulu.” Gaia bersama dengan adik iparnya langsung turun bersama kedua orang tua Gaia masuk ke sebuah lobby hotel yang cukup besar. Mereka menunggu karena masih banyak orang yang berada di lobby.“Untuk satu malam. Silahkan.” Karyawan mempersilahkan Gaia dan adik iparnya mengikuti instruksi dari reseptionist. Gaia dan adik iparnya mendengarkan penjelasan reseptionist dan kemudian diminta untuk menunggu sekitar 10 menit. Gaia duduk dengan dua keponakanannya di sofa lobby dengan boneka bear yang cukup besar di sana. Kedua keponakanannya bermain-main dan Gaia memeriksa ponsel pintarnya siapa tahu ada pekerjaan yang harus dilakukan.“Mam, Raga?” Adik Gaia membawa masuk seseorang yang tentu saja satu keluarga Gaia mengenalnya. Bukan orang asing meski terlihat cukup asing awalnya. Raga masuk bersama dengan Gama, adik Gaia yang kebetulan tadi sibuk mencari tempat parkir.“Siang Pak, Bu.” Raga menjabat tangan dua orang tua Gama yang tentu saja
“Kamu suka?” Raga terlihat menatap perempuan yang sedang bersama di kamarnya saat itu. Belum jam tiga sore dan mereka berdua sudah berpelukan tanpa menggenakan apapun. Keringat mengucur deras membuat laki-laki itu mengusapnya dengan berpuluh-puluh lembar tisu. Tapi ada senyum di wajah laki-laki itu dan menahan perempuan yang malu hendak menutupi tubuhnya dengan apapun yang bisa digunakan.“Malu?” Raga kembali bertanya sambil tersenyum memeluk perempuan itu bertelanjang dada. Perempuan itu memeluk Raga dengan sedikit canggung. Dia masih menyisakan sebuah rasa gugup di wajahnya.“Iya lah, sebentar, takut ada yang lihat dari jendela kan.” Gaia terlihat memasang wajah kesal sambil menarik selimut, Raga membantu perempuan itu mengenakan selimut untuk menutup tubuh bagian bawahnya.“Suka?” Raga mengulangi lagi apa yang dia tanyakan di awal seolah dia benar ingin tahu jawaban dari Gaia siang itu. Gaia menatap wajah Raga sebentar dan kemudian melihat ke depan masih bersandar dipelukan laki-la
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen