LOGINGaia sungguh tertawa karena apa yang dia dengar, dia bahkan berusaha menutup mulutnya dengan tangan supaya tawanya tidak menganggu orang lain yang berada di sekitar mereka atau sedang lewat. Dia menatap Raga yang kali ini sedang malu membicarakan apa yang keluarganya bicarakan tentang dia dan Gaia.
“Um... Itu karena keluargamu tidak tahu kamu seperti apa. Sudahlah. Lupakan. Kita makan dulu?” Gaia meraih lengan Raga dan kemudian berjalan bersama menuju ke ruangan tempat keluarga mereka berdua berkumpul. “Jangan mengikuti aku terus, kamu bisa makan sendiri juga dan bergabung dengan keluargamu supaya tidak terlalu terlihat jika kamu punya pandangan berbeda tentang aku.” Gaia kali ini menggoda Raga sambil tertawa. Raga hanya memasang wajah kesal dan juga menggertakkan giginya sambil menatap garang Gaia. Perempuan itu sungguh tertawa dan melepaskan lengan Raga tepat sebelum masuk ke ruangan. Raga menuruti apa yang Gaia katakan. Perempuan itu kemudian melihat beberapa makanan yang sudah ada di meja. Dia terlihat mengambil beberapa camilan dan makanan yang memang masih banyak. Beberapa dari keluarga Raga berbincang dan juga karaoke bersama. Gaia mencari tempat duduk di sudut ruangan dan mulai menikmati makanan yang dia ambil. “Bu Dhe...” Dua keponakan Gaia mendekati perempuan yang sedang makan camilan. Mereka berdua mulai bergelayutan dan berebut untuk bermain dengan bu dhe nya itu. Gaia tentu menjeda makannya dan kemudian bicara dengan dua keponakannya itu. Gama dan istrinya juga ikut bergabung dengannya karena mengikuti kedua anak kecil itu. “Bapak sama Ibu dimana?” Gaia bertanya ketika kedua keponakannya sudah tertarik untuk makan, makanan yang diambil oleh Gaia. Gama mencari sebentar dengan kedua matanya ke seluruh penjuru ruangan. “Bayarnya gimana?” Gaia tiba-tiba membuat Gama melihat ke arah istrinya. “Tadi katanya si sudah jadi tanggungan kakak pertamanya Raga.” Istri Gama menjawab perlahan. Gaia hanya mengangguk ketika mendengar jawaban itu. “Tapi by the way. Kenapa semua saudara Raga mengira kamu dan dia bertemu di sini sengaja?” Gama tiba-tiba bertanya kepada Gaia. Perempuan itu menatap adiknya dengan pandangan yang bingung. Dia mengangkat kedua bahunya. “Iya juga, tadi kalian ditinggal juga seolah Kakaknya yang perempuan itu memang sengaja.” Istri Gama menambahkan lagi. Gaia hanya tersenyum sedikit dan tentu dia menggeleng perlahan. “Aku juga tidak tahu. Tapi semuanya jelas tidak sengaja. Aku tidak tahu apa-apa, ketemu Raga saja gak pernah. Ketemu keluarganya apa lagi.” Gaia menjawab dengan lancar. Karena memang dia tidak pernah menemui Raga dalam waktu dekat sebelum ini. “Temani Bapak sama Ibu dulu gih. Sepertinya mereka bingung kalau hanya berdua begitu.” Gaia mencoba mengalihkan pembicaraan. Adit dan istrinya mengangguk. Mereka berempat kemudian berjalan menuju ke meja dimana kedua orang tua mereka duduk, dan meninggalkan Gaia sendiri. “Mba?” Rana kakak perempuan Raga mendekati Gaia yang masih memperhatikan ponsel pintarnya sendirian di mejanya. Gaia tersenyum menjawab panggilan itu dan mengangguk menatap Rana ketika perempuan itu kemudian duduk di meja yang sama. “Kalian janjian ketemu keluarga di sini?” Rana terlihat berbisik, seolah dia sedang mempertanyakan sesuatu yang sangat rahasia. Gaia sebaliknya, dia menatap Rana dan tersenyum menggeleng perlahan. “Um... Kami liburan karena liburan anak sekolah, dan juga jika ini tentang Raga. Dia kan teman adik saya, saya sama sekali tidak berhubungan dengan dia secara langsung sendiri.” Gaia merasa memberikan jawaban yang paling logis dari pertanyaan Rana. Bahkan sekalipun dia memang pernah berhubungan dengan Raga dibelakang adiknya. Dia sudah memberikan jawaban yang paling baik. Rana mengambil ponsel pintarnya dan kemudian dia seolah sedang mencari sesuatu di sana. Beberapa menit kemudian dia memberikan ponsel pintarnya pada Gaia. Gaia menahan diri meski dia terkejut dengan apa yang dilihatnya di sana. Dia tersenyum, sedikit malu dan gugup. Tapi tidak terlihat begitu. “Um... Sepertinya, Raga tidak pernah berfoto dengan perempuan seperti ini setelah bercerai. Dan aku menemukannya sebagai wallpaper di ponsel pintarnya.” Sebuah pernyataan yang sebenarnya membuat Gaia terkejut. Tapi sekali lagi dia hanya tersenyum datar dan menutupi semuanya itu dengan sangat baik. “Mungkin karena aku adalah kakak dari temannya. Jadi wajar saja. Dan fotonya hanya bersebelahan begitu. Maksudku posenya hanya biasa saja.” Gaia masih membela diri dan tersenyum tenang. “Raga masih belum tahu jika aku tahu. Karena itu kami mengira kalian mungkin punya hubungan khusus. Tapi kalau punya, sebenarnya tidak masalah. Hanya saja kenapa disembunyikan?” Rana masih saja bicara seolah benar Gaia dan Raga punya hubungan. Gaia masih tersenyum lagi dan menggeleng. “Um... Sepertinya salah paham. Saya juga tidak tahu foto itu diambil kapan. Mungkin saja ketika dia masih tinggal di rumah kami.” Gaia masih mencoba untuk berkilah. Dia tahu persis kapan foto itu diambil dan dia masih ingat. Mungkin beberapa tahun lalu, tapi dia sungguh masih ingat. Rana terlihat tidak percaya dengan apa yang dikatakan Gaia. Kakak perempuan Raga itu terlihat tersenyum dan mengangguk seolah dia ingin bertanya lebih jauh lagi. “Bisa jadi, tapi kenapa menjadi wallpaper? Dan juga, kenapa kalian berdua foto bersama sedekat ini?” Rana masih memberikan pertanyaan yang tidak bisa Gaia jawab, karena dia juga ingin bertanya hal yang sama pada Raga jika bisa. “Kakak tanyakan pada Raga saja, saya juga tidak tahu. Tapi bisa dipastikan jika mungkin saja foto itu diambil seperti itu. Karena saya sudah menganggap Raga sebagai adik saya juga. Sama seperti kedua orang tua saya menganggap Raga sebagai bagian dari keluarga kami.” Gaia cukup tersenyum setelah kalimatnya selesai. Dia merasa memberikan jawaban yang masuk akal. Gaia melanjutkan makan dan Rana sepertinya juga terdiam tidak bertanya lagi. Dia kemudian pamit untuk menuju ke meja lainnya. Gaia masih tersenyum sendiri mengagumi dirinya sendiri yang bisa berkilah dari pertayaan tentang bagaimana hubungannya dengan Raga. “Permisi semuanya, bisakah seluruh keluarga memberikan perhatiannya kepada saya?” Sebuah suara di tengah ruangan membuat semua orang menatap ke arah suara tentu saja, tidak terkecuali Gaia. Kakak pertama Raga sedang bicara di sana. “Jadi, sebenarnya ini acara keluarga. Sudah direncanakan jauh-jauh hari supaya semua keluarga bisa berkumpul, dan kemudian ada sesuatu di luar rencana yang terjadi. Mungkin kalau dari keluarga saya, tentu kami tahu itu apa. Tapi, sebentar. Bagaimana jika saya memanggil adik saya Raga untuk berdiri dengan saya di sini?” Gaia sedikit lebih gugup karena sepertinya mereka akan membicarakan perihal Raga dan dirinya secara terbuka. Raga berjalan tanpa senyum menuju ke arah kakak pertamanya di tengah ruangan. Dia benar-benar tidak tahu. Dan Gaia semakin gugup membayangkan jika Raga tidak bisa bicara dengan baik di depan semua orang. “Jadi, ini karena sesuatu yang tidak sengaja. Raga ini adik kita semua tentu saja. Kami menemukan sesuatu yang berbeda akhir-akhir ini. Dan bolehkah kami bertanya secara terbuka, apa mungkin perjalanan ini dimaksudkan lain?” Raga terlihat bingung dan terdiam tidak menjawab meski dia sudah menggeleng perlahan. “Aku tidak mengerti dengan apa yang sedang terjadi dan sedang dibicarakan.” Raga bersuara perlahan setelah diamnya itu. Kakak laki-laki Raga tersenyum lagi dan kali ini beberapa saudara Raga mulai menatap Gaia yang terdiam di sudut sendirian. “Mungkin ada sesuatu yang ingin diberitahukan atau dikenalkan.” Kakak pertama Raga terlihat memasang wajah serius mendesak Raga untuk bicara. “Jangan sampai keluar bukti jadi kamu harus menjelaskan lebih banyak.” Kakak pertama Raga berbisik di telinga adik laki-lakinya itu. Raga hanya terlihat semakin bingung dan memasang wajah kesal tentu saja. Gaia masih terdiam berusaha tidak menarik perhatian siapapun saat itu.Brukk…. dalam hening sebelum makan siang ada suara jatuh yang cukup keras di ruangan itu. Yuli terlihat sudah berdiri dan mendekati meja di sebelahnya. “Coba panggil orang di klinik.” Raga masih duduk di kursi meja kerjanya dan meminta Yuli memanggil seseorang untuk memberikan bantuan. Yuli membantu mengangkat Sari dan meletakkannya di kursi yang saling di dekatkan. Raga sama sekali tidak beranjak dari kursinya dan masih terus emandangi laptop bahkan ketika orang dari klinik datang untuk membantu membawa Sari ke klinik.“Mas Raga memang sudah mengatakan sedari tadi supaya dia pulang, Tapi ya memang pada akhirnya harus seperti ini.” Yuli memberikan keterangan kepada dokter yang ada di klinik. Dokter itu terlihat cukup serius dengan kondisi Sari.“Sepertinya dia harus dibawa ke rumah sakit untuk perawatan lebih lanjut.” Pernyataan dokter membuat Yuli gugup, dia tidak menyangka jika kondisi Sari harus sampai pada dibawa ke rumah sakit.“Sebentar, memangnya dia kenapa dokter?” Yuli bert
“Bisa katakan kepadaku apa yang kalian berdua bicarakan?” Raga terlihat cukup kesal bicara dengan Haris di ponsel pintar miliknya itu sambil berjalan menuju ke ruangannya. Haris tentu saja meledak dalam tawa ketika mendengar pertanyaan seperti itu.“Bisakah kita bicara nanti? Aku sedang banyak pasien, kasihan jika mereka menunggu.” Setelah kalimat terakhir Haris menutup telepon dan kemudian tertawa. Raga melanjutakanb berjalan sambil tidak percaya jika sahabatnya itu menutup sambungan telepon dengannya baru saja. Raga sungguh masih memeriksa jika mungkin sambungan telepon dengan Haris masih menyala. Tapi ternyata Haris memang menutup sambungan telepon itu. “Kenapa juga Haris melakukan hal seperti ini?” Raga kembali bergumam sambil merasa kesal. “Mas Raga, baru datang juga?” Perempuan yang Raga kenali sosoknya menyapa Raga yang juga hendak naik ke ruang kerjanya.“Kamu juga baru datang?” Raga berusaha bersikap sealami mungkin supaya beberapa orang di sana juga tidak menilai jika mere
Raga terlihat cukup bahagia pagi ini. Dia keluar dari kamar, segera menuju ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuhnya. Setelah itu dia segera menuju ke dapur. Sudah ada beberapa makanan untuk sarapan. Gaia sedang berada di kebun kecil miliknya yang sangat dia banggakan. Bagaimana tidak, mawar yang ada dengan berbagai macam warna tumbuh dengan baik di sana membuat kesenangan tersendiri bagi Gaia. Raga juga senang jika istrinya bahagia, meski hanya karena hal sederhana seperti itu.“Babe, Haris memberikan vitamin?” Raga lupa bertanya kepada Gaia tentang vitamin yang mungkin diberikan Haris. Sahabatnya itu memang tidak terlalu mudah memberikan obat, tapi jika itu soal vitamin menjadi hal yang berbeda.“Iya, aku juga sepertinya akan melakukan konseling jika kamu tidak keberatan.” Gaia akhirnya menyampaikan saran dari Haris untuknya. Raga hanya mengangguk memberikan izin dan juga tersenyum senang dengan apa yang terjadi.“Ibu bertanya untuk syukuran empat bulanan bagaimana?” Raga kemudian d
Siang tadi Gaia terdiam di klinik milik Haris. Perempuan itu bahkan gugup dengan apa yang mungkin akan dia dengar. Tes lab yang dia lakukan saat ini sebenarnya hanya sebuah cara untuk meyakinkan dirinya. Hampir satu minggu Gaia sudah menduga jika dia memang hamil, tanpa sepengetahuan Raga dia bahkan sudah melakukan tes kehamilan sendiri di rumah dengan alat tes kehamilan yang dia beli di apotek berkali-kali. Saat pertama kali tahu dia merasa cukup senang, hanya saja dua tiga hari ini Gaia banyak memikirkan beberapa hal. Janin yang ada di dalam kandungannya jelas milik Raga. Selama ini dia hanya berhubungan dengan Raga. Bahkan ketika dia bertemu dengan Arya, mereka tidak melakukan hubungan fisik terlalu jauh. Jadi bisa dipastikan itu adalah anak Raga. Yang membuat dia banyak berfikir adalah interaksi Raga dengan rekan satu timnya. Gaia tahu pasti jika crush Raga itu kali ini sedang berbalik menyukai suaminya.“Kamu ingin mendengar hasil tes sendiri atau aku juga harus menghubungi Raga?
Raga mulai cukup terbiasa dengan rumah itu. Rumah yang halaman depannya tidak terlalu luas tapi bisa dengan mudah menyembunyikan sepeda motornya di dalam halaman. Rumah yang terlihat sederhana tapi bisa menjadi tempat bagi dia dan Sari untuk saling memberikan perhatian dan juga melampiaskan hasratnya. Sudah hampir satu minggu ini, Raga sering datang dan juga sering melakukan hubungan badan dengan Sari. Raga benar-benar melangkah terlalu jauh, tapi itu juga karena Gaia masih saja bersikap cuek dengan apa yang terjadi diantara mereka berdua. “Mas, apa tidak bisa jika sesekali menginap? Aku juga ingin bisa semalaman denganmu.” Sari merayu Raga yang sepertinya masih bersikap dingin. Raga tidka akan datang jika itu bukan karena hasratnya, meski begitu dia memang juga sangat menyukai Sari. Hanya saja untuk saat ini Gaia sudah ada penuh di dalam hatinya. “Aku pulang dulu. Sebaiknya tidak ada yang tahu tentang semuanya ini. Dan jika kamu ingin memberitahu istriku, maka aku tidak akan menemu
“Mas Raga gak balik bareng kita?” Sari memberikan pertanyaan yang seolah tidak didengar oleh laki-laki yang masih saja duduk dengan laptop di hadapannya. Gaia terlihat menatap siapa yang memberikan pertanyaan seperti itu kepada suaminya.“Kamu ini tidak tahu saja, tadi kan Mas Raga sudah bilang, dia ingin bekerja dengan istrinya sebentar.” Yuli berusaha menjawab pertanyaan Sari alih-alih Raga. “Siapa tahu Mas raga berubah pikiran. Kan bagaimanapun juga aturan baru sedang berlaku.” Kali ini Sari sepertinya tidak akan mengalah begitu saja. Raga sebenarnya sudah mulai cukup curiga dengan apa yang terjadi seharian ini. Sikap Sari yang selalu berusaha mendekati dia cukup menganggu. Meski begitu dia juga tahu bahwa tidak akan mudah baginya untuk menolak perempuan itu.“Nanti sebentar lagi aku akan kembali ke kantor. Aku hanya ingin menyelesaikan satu error ini.” Raga pada akhirnya bersuara karena sedari tadi Sari selalu saja membuat pertanyaan-pertanyaan yang pribadi untuk Raga.“Lagipula







