Seth, pria berusia 22 tahun itu turun menyusuri tangga, hidungnya tergelitik saat mencium harum kue yang membuat perutnya berbunyi.
Black forest dengan potongan stroberi yang sudah dilumuri lelehan coklat mengeras ditiap potongnya membuat Seth mengambil sepotong lagi untuk mengganjal perutnya yang lapar.
"Enakkan?" tanya wanita yang masuk dari arah taman mengejutkan Seth yang hampir saja tersedak.
"Kau beli dimana, Mom?" tanya seth pada wanita yang hanya terpaut usia 7 tahun dengannya. Panggilan itu terdengar hanya saat ia di rumah, saat diluar seth akan memanggilnya mira atau miranda.
"Aku beli dijalan pulang bersama Lisa," ucap Miranda meletakkan gelas berisi air putih di depan Seth yang berterimakasih.
"Teman baru?"
"Yups, my new friend's, dia tetangga depan rumah kita," ucap Miranda membuat Seth menatapnya dan berhenti mengunyah.
"Bukannya wanita cantik itu dibawa ambulans dini hari tadi?"
"What?" tanya Miranda terkejut juga heran lalu duduk disamping Seth yang meminum air putih.
"Well, sekitar jam 4 tadi aku melihat ambulans yang masuk kerumah depan dan membawa gadis cantik itu dalam tandu."
"She is married, ok." Tegas Miranda membuat Seth menatapnya.
"Apa salahnya menyebut gadis cantik itu cantik walau ia sudah menikah, Mom? Sepertimu contohnya, kalian tak berubah jadi ugly duckling," ucap Seth tak urung membuat miranda tertawa.
"Oh, kamu dan mulutmu. Pantas saja, Lisa tadi tampak tak semangat," ucap Miranda menarik dalam nafasnya, "aku ingin tau apa anak gadisnya baik-baik saja?"
"Cute one? ia banyak menangis dini hari tadi," kata seth membuat wajah Miranda sedikit sedih.
"Tentu saja. Dia teman Joe, such a kind little girl. kau tau, ia yang menempelkan plester di lengan Joe," ucap Miranda membuat Seth tersenyum, "jangan ajari little bear yang aneh-aneh." Ancam Miranda mencubit pipi Seth yang menatapnya dengan mata berbinar.
"I didn't do anything, Mom."
"Yet" ucap seth pelan, menggoda Miranda yang memberinya tatapan mengancam.
"Aku akan menjaganya, tenanglah, Mira," ucap Seth membuat Miranda menatap putra besarnya itu.
"Aku tau, dan bisakah kamu menjemputnya nanti? Aku ada janji dengan Dokter Lim siang ini."
"Sure." Jawab Seth memandang wanita yang berdiri setelah mengatakan terimakasih lalu masuk kekamarnya.
"Anytime, Mom," ucap Seth mengambil ponsel cepat.
Send: sorry, we can't meet up Baby
Ping: why, kau sudah janji Seth!
Send: ada hal yang harus kukerjakan, Zi. kau jalan saja dengan yang lain, Have fun.
Ping: I hate you!
Seth hanya menatap layar ponselnya sesaat dan mengangkat bahunya pelan tak perduli. Ia berjalan menghampiri kamar Miranda yang diketuknya, "Mom?"
"Ya, Seth?"
"Kau ingin aku mengantarmu?"
"Aku akan senang dengan itu tapi lain kali saja. Lagipula banyak yang ingin kubicarakan dengan Dokter Lim."
"Jika itu maumu, Mom" ucap Seth pada Miranda yang tersenyum.
"Kau mau pergi sekarang?" tanya Miranda pada seth yang mengangguk, "be carefull, Son."
"Ok, Mom," jawab Seth berhenti berjalan karena panggilan wanita yang keluar cepat dari kamarnya, "kau ingin kuantar?"
Miranda tertawa pada canda putra sulungnya itu, "Aku titip sesuatu sekalian kau keluar," ucap Miranda mengambil tapperwear dan memasukkan beberapa potongan kue ke dalamnya. Membuat Seth heran pada senyum miranda yang mengembang.
"Bukan untukku?"
*
Tin..tin!!
Langkah santai bule bermata abu-abu yang memasuki pekarangan rumah asri jadi kaget saat mendengar suara klakson yang membuatnya menyingkir meski ruang disampingnya begitu lebar.
Hal itu membuat Seth berpikir siapapun yang sedang mengendarai mobil yang melaju pelan itu pasti tak pandai membawa kendaraannya.
"Who are you?" ucap wanita paruh baya berdandan menor tak ramah. Tapi Seth tetap berusaha sopan.
"Saya, tetangga depan rum-"
"Mau apa?" potong wanita paruh baya yang menilai penampilan Seth. Tatapannya membuat Seth sedikit tak nyaman dipandangi tante-tante. ,"Tidak penting, masuk saja ada pembantu dirumah."
Sukma sekali lagi menatapi wajah Seth, berharap saat ia menelan air liur, pemuda tampan itu tak tau. Lalu melajukan mobil keluar dari pekarangan rumah sang menantu dan hanya meninggalkan deru.
"Tipe wanita yang tak ingin kumasukkan dalam hidupku," ucap Seth lalu tersenyum pada wanita yang berlari menghampirinya dengan tatapan heran bercampur malu.
"I prever this kind of women."
"Iya?" ucap Bi Lisa pada ucapan Seth yang tersenyum. Bersukur ia berbisik dan mungkin wanita didepannya tak mengerti, hope so. Dan seth benar dengan kedua pikirannya.
"Titipan dari Miranda untuk anak kecil imut di rumah ini."
"Oh, terima kasih. Tapi neng Arimbi masih sekolah," ucap Bi Lisa lega bule bermata abu-abu didepannya bisa menggunakan bahasa indonesia.
"Ya, saya tau. Saya juga mau jemput Joe."
"Kakaknya Joe, ya?" tanya Lisa pada Seth yang mengangguk, "kuenya nanti saya kasih neng Arimbi pas ia pulang dari rumah sakit."
"Arimbi Sakit apa?" tanya Seth membuat Lisa menggeleng.
"Bukan, neng Arimbi. Tapi mamanya."
"Parahkah? tadi pagi sekali saya lihat ada ambulans keluar dari rumah."
"Saya tidak tau tapi kami sempat berpikir sudah telat," ucap Lisa lalu terdiam dengan wajah sedih.
Membuat seth berpikir maksud dari ucapan 'telat' wanita didepannya, tapi ia tau itu pasti hal yang sangat tak bagus.
"Saya harap ia akan baik segera."
"Saya harap juga begitu. Kalau tidak, kasian neng Arimbi," ucap Bi Lisa membuat Seth manatapnya.
Bule yang wajahnya tak bisa disebut biasa itu lalu pamit tak ingin terlalu terlibat pada urusan tetangga barunya ini karena tiap keluarga memiliki masalahnya masing-masing, baik tetangga barunya ini juga keluarganya sendiri.
Send: mira you owe me this one. kondisi Arum parah sepertinya, Lisa tidak tau keadaannya
Ping: thanks son, mommy love u
*
Perempuan yang nafasnya sedikit tersengal itu mengetuk pintu ruangan yang sepi, tapi wajah cemberut yang menyambutnya begitu ia masuk.
Wajah dua pria tampan yang wajahnya ditekuk. oh tidak, hanya satu tentu. pria yang lebih terbuka dengan apa yang ia rasakan dibandingkan Ali yang ketika suasana hatinya buruk akan tersenyum. Senyum yang akan membuat orang tak mengenal Ali, tak waspada. Tapi tidak wanita yang menutup pintu dibelakangnya rapat.
"Kenapa baru datang?" ucap Marko membuat wanita itu memandangnya kesal.
"Kenapa baru datang? Gue yang seharusnya tanya apa-apaan itu minta jadwal dibatalin! tiba-tiba lagi!" seru wanita yang lalu duduk dan menyamankan dirinya, "lo pikir ngebatalin kontrak itu kayak ngebalik telapak tangan? Berapa orang yang harus menanggung kerugian cuma gara-gara lo berdua gak bisa kerja profesional?" ucap lency disela nafasnya yang mulai teratur lalu menarik nafas dalam berusaha menyamakan ritme dengan jantungnya.
"Bilang itu kalo lo bisa ngebatalin kontrak, Cy." Ucap Marko.
"Heh, lo pikir gue gak berusaha apa? ampe panas nih kuping diceramahin si bos," Lency menunjuk kupingnya, "dan capek nih punggung sama leher gue, harus nunduk sana nunduk sini, berkali-kali. Berkali-kali." Ulang lency yang lalu menegakkan duduknya.
"Lo berdua tetap harus ngelakuin pemoteretan hari ini. Titik. Gak ada tawar-menawar, karena semua udah siap on set. Sedangkan, buat 3 hari kedepan kalian bisa off, dan gue tetep mau steak wagyu gue di jl.Pemuda," ucap Lency tak urung mendapat pelukan dari Ali.
"Thanks, Cy."
"Jangan lupa bonus gue, dan lo, Ko. Lo gak mau bilang makasih sama gue?" ucap Lency membuat Marko menatapnya.
"Itu udah jadi tugas, lo. But, thanks."
"Gak ikhlas banget sih cowok lo, Li." Kesal Lency membuat Ali tersenyum.
"Itu udah maksimal banget kali."
"Yeah, taulah, gue." ucap lency menatap berkeliling.
"Temen kalian, kabarnya gimana?" tanya Lency membuat Ali dan Marko diam mata keduanya melirik ruangan lain yang pintunya rapat tertutup. Lency yang paham mengangguk, ia mengerti," terus, lakinya kemana, kok suami kedua sama ketiganya yang disini?"
"Tenggelem disungai kali." Jawab Marko kesal.
"Paling gak, dia bermanfaat jadi makanan ikan," celetuk Lency yang memang pandai mencairkan suasana, "udah pada berangkat, gih. Lo berdua harus njemput anak imut juga 'kan?"
"Ok, inget kasih kabar apapun yang terjadi. Sekecil apapun itu."
"Lo terima beres aja, Ko."
"Makasih ya, Cy."
"Selalu, Li. Biar gue bisa makan enak tiap waktu," ucap Lency dengan pandangan serius.
*
"Kalau di jalan kita bertemu Bagas aku sungguh akan menghajarnya." Ucap Marko serius, "sungguh lelaki tak bertanggung jawab, diberi waktu untuk bersama istrinya malah pergi menghilang entah kemana!" tambah Marko menatap Ali yang biasanya pasti akan menyuruhnya bersabar.
Tapi, Ali tampak begitu tenang dan tersenyum pada setiap orang yang ditemuinya. Hal ini membuat Marko merangkul pundak pria yang tampak sangat marah namun, menunjukkan dengan cara yang sungguh berkebalikan dengan dirinya.
"Jangan tunjukkan wajah seram ini saat kamu bertemu Arimbi," ucap Marko membuat Ali menatapnya lalu tersenyum begitu lembut, membuat seluruh bulu kuduk Marko berdiri.
"Aku tau, Sayang," jawab Ali membuat Marko menelan ludahnya ngeri dan berharap Bagas benar-benar hanyut di sungai jadi makanan ikan atau ia akan masuk rumah sakit karena dihajar Ali
Pria yang wajahnya bisa menipu banyak orang itu berdiri di depan ratusan mahasiswa. wajahnya yang bisa tersenyum dalam keadaan apapun, begitu pula tatapan ramah ia tunjukan pada bakal-bakal manusia yang sudah menentukan pilihan hidup yang ingin mereka jalani. Telinga para mahasiswa itu mendengarkan dengan seksama apa yang Sabio sampaikan dalam kelas yang mereka ikut, sesekali bertanya, tidak menyela saat pria yang mata sebelah kirinya selalu menjadi perhatian karena ada tanda lahir di sana bicara, menerangkan apapun yang ingin mereka ketahui. "But, is it possible to erese their memory permanenly, Sir? Mendengar itu Sabio menatap pria keturunan yang gigi putihnya begitu kontras dengan warna kulitnya yang hitam. Pertanyaan yang rasanya selalu Sabio dengar kapanpun itu apalagi saat ia harus menjadi pembicara entah di depan kelas ataupun konferensi bahkan individu. Apa lelaki yang wajahnya bisa ia mainkan sesuka hati itu pernah b
"So, apa yang akan kalian lakukan saat Bagas datang?"Lency menelan ludahnya untuk pertanyaan Sani. Matanya menatapi bergantian dua pria yang entah akan menjawab apa. Ia yang sudah berpikir tidak akan bermimpi buruk malam ini karena memilih jujur untuk kedatangan Bagas, menghembuskan nafas dalam, berharap Marko ataupun Ali tak mendengar.'Sial! Gue akan makin mimpi buruk kalo gak dengar jawaban mereka sekarang!' batin Lency yang juga ingin tahu apa yang akan ayah ke-2 dan ke-3 Arimbi lakukan.Ia lalu menatap wajah Arimbi yang terlihat begitu damai dalam lelap, "apa mimpimu menyenangkan, Arimbi?" Ucap Lency yang tak sadar ucapannya membuat Ali menoleh."Apa? Jangan bilang gue ngomong kenceng barusan?" Ucap Lency tak urung membuat suasana tegang dalam ruangan, berubah.Apalagi sorot mata Ali jadi melembut ketika ia menatap Arimbi yang rambutnya ia belai, sementara Marko berdiri lalu duduk di atas lantai memegang jemari Arimbi yang jadi terlihat
"Arimbi akan pulang ke rumah ini, Bu, tapi aku tidak akan membiarkan ibu melakukan apa yang ibu mau."Mata Sukma membesar, tangannya terangkat tinggi namun hanya berhenti di udara."Arimbi akan pulang ke rumah ini dan aku tidak ingin mendengar ibu atau siapapun menyalahkannya untuk apa yang terjadi."Plakk!Kali ini tangan Sukma benar-benar menampar pipi Bagas yang tidak terkejut dengan reaksi Sukma. "Kau tahu kenapa kita harus melakukan itu!" Seru Sukma lalu menoleh ke kanan dan ke kiri, memeriksa jika ada mata ataupun telinga yang mendengar lalu mengecilkan suaranya. Sadar, jika ada telinga yang mendengar maka apa yang sudah ia susun akan berakhir."Kau tahu betul kita harus melakukan itu!"Sukma memegang lengan Bagas, tatapannya memelas namun penuh tuntutan, "kau tahu kenapa ibu melakukan ini bukan? Semuanya untukmu, Bagas, agar kau bisa hidup tenang bersama Maya dan Carmen."Sukma lalu menyentuh pip
"Cari siapa, Mas?""Saya suami Arum.""!" Mata lency membesar untuk jawaban lelaki yang ketidak-hadirannya selalu ia tanyakan. Manik mata wanita berkulit hitam manis itu bergerak gelisah sementara punggungnya terasa panas mengingat di ruangan Arum ada Ali dan Marko yang mungkin tak akan senang mendengar siapa yang datang.Namun, ia yang tahu siapa dirinya tak mungkin berkata "jangan masuk!" pada lelaki tampan yang masih mengenakan pakaian kerja dengan jas yang melekat begitu pas di badannya.'Gue belum siap liat Ali sama Marko menghajar suami Arum!' seru Lency dalam hati, 'dan di dalam juga ada Arimbi-'Zreeeg!!Tangan Lency bergerak sendiri menutup pintu yang ia buka, begitu cepat sampai ia sendiri merasa kaget dan jadi kikuk saat menatap Bagas.Lency bisa merasakan punggungnya berkeringat sekalipun pendingin ruangan menyala. Mulutnya jadi terasa kelu meski tak ada satu kalimatku yang melintas dalam benak untuk ia sampaik
PING: Saya harap bapak tidak lupa dengan uang yang bapak janjikan untuk informasi ini.Entah apa yang kini sedang berkecamuk dalam benak Bagas saat melihat potret Arimbi, putrinya. Ia tampak tidak perduli dengan baris terahir dari pesan yang masuk bertubi-tubi dipenuhi oleh potret Arimbi.Tapi, ia yang sudah berdiri dan siap melangkah, punggungnya terlihat ragu apalagi saat matanya menatap dua pria yang terlihat bahagia di samping Arimbi yang lebar tersenyumMarko dan Ali. Dua lelaki yang wajah bahagianya pasti akan berubah jika ia datang atau bahkan menunjukkan diri.Sampai Bagas menarik nafasnya dalam, begitu dalam. Sementara matanya tak melepas senyum gadis kecil yang akhirnya masuk ke dalam ruang rawat inap yang pintunya dibuka Ali.PING: ini potret terakhir yang bisa saya kirimkan. Saya harap bapak tidak lagi menghubungi saya atau saya akan mendapat masalah karena sudah melanggar kode etik."Kode etik?" ucap Bagas menarik uj
"Karena lebih baik anak itu tidak kembali jika ingin hidupnya tenang "Sera menggigit bibir bawahnya, lalu menatap ke depan. Zizi seperti orang kesetanan yang bahkan menerobos lampu merah, untung saja motor yang pengemudinya berteriak karena kaget ada mobil sport yang melanggar rambu tidak jatuh dan terlindas mobil di belakangnya.Well, tak lagi bertanya tentang Arimbi pada Zizi 'saat ini' adalah hal yang benar untuk dilakukan, mengingat Sera masih menyayangi nyawanya. Lagipula, apa yang telah dan akan dilakukan Zizi pada Arimbi bukanlah urusannya. Ia hanya ingin lebih dekat dengan Sani. Pria yang begitu tak tergoyahkan bahkan mengabaikan dirinya yang sudah menjual murah harga dirinya di depan Sani.'Kalo gue gak berhasil dapetin Lo, jangan panggil gue Sera!'Hatchi!"Godbless you, Boss," ucap Joyce pada Sany yang bersin lalu menatap sang asisten yang kembali berucap, "palingan ada yang ngomongin Lo, maklum cowok mahal kayak Lo pasti ba