Sedetik sebelum vampir mengerikan itu menggapai pundak Acasha, tiba-tiba saja, seorang pria bermantel hitam sudah berdiri di depan Acasha. Tanpa sempat memperlampat kecepatan dan menghentikan larinya, Acasha seketika menabrak pria itu dengan keras.
Brukk!Dengan sigap, pria itu menangkap tubuh ramping Acasha dan mendekapnya dengan erat. Acasha diam tak berkutik. Ia terus memejamkan pelupuk dan merapatkan wajahnya hingga mampu mencium aroma mawar yang sangat kuat dari pemilik tubuh itu."Acasha, kamu baik-baik saja? Adakah yang terluka?" tanya sang pria terdengar khawatir.Mendengar suara yang dikenalnya itu, Acasha mengangkat dagunya perlahan dan menatap pria yang mengkhawatirkan dirinya."Athan?" batin Acasha terkejut. Tanpa sadar, air matanya mengalir.Lalu, ia memberanikan diri untuk menoleh ke belakang setelah tak mendengar suara menakutkan yang membuat bulu kuduk merinding. Namun, Acasha tidak lagi menemukan sosok vampir mengerikan yang sempat mengDi malam itu juga, Athan mengumpulkan orang-orang kepercayaannya di ruang pertemuan. Empat dari lima orang sudah berdiri di posisinya masing-masing saat Athan tiba di sana."Di mana Demian?" tanya pria berambut cokelat gelap yang tak lain adalah Drew. Ia datang tanpa kumis palsunya malam ini."Dia menemani Acasha di kamar. Mungkin, dia akan menyusul nanti," sahut Chesy, menaikkan sebelah alis.Drew manggut-manggut. "Hmm, oke."Athan berdiri di antara mereka dan mengamati satu per satu wajah yang telah hadir di sana."Satu Forbidden Blood hampir menyerang Acasha malam ini. Aku heran, bagaimana bisa dia lolos dan menyelinap masuk ke taman belakangku? Adakah dari kalian yang bisa menjelaskan situasi ini?" tanya Athan dengan suara mengintimidasi.Gelsi menoleh dan memberikan salam penghormatan pada Athan. "Maaf, Tuanku. Izinkan saya menjelaskan terlebih dahulu."Athan melipat tangan di depan dada. "Katakan.""Malam ini, kami menemukan sepuluh Forb
Acasha menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Ia berusaha menggunakan intuisinya untuk memilih lorong mana yang harus dia lalui untuk menemukan kamar Athan karena dia sering melihat Athan berkeliaran di lantai bawah daripada lantai di atasnya.Setelah cukup lama menimbang-nimbang, akhirnya, Acasha memilih lorong yang terhubung menuju perpustakaan. Suasana di sana lebih tenang dan nyaman dibandingkan lorong satunya karena lorong tersebut jarang dilalui oleh penghuni mansion yang lain.Dengan langkah pasti dan penuh percaya diri, Acasha menjejakkan langkah di sana. Pencahayaannya temaram, mengandalkan lampu-lampu gantung di sisi kanan dan kiri dinding karena hari masih gelap dan orang-orang di mansion masih tertidur.Hanyalah Acasha yang tiba-tiba saja terbangun dan memiliki ide gila untuk berkeliaran di area mansion seorang diri. Padahal, ia baru saja mengalami insiden menakutkan beberapa jam lalu. Namun, itu tidak menjadi penghalang bagi Acasha karena At
"Apa Tuan berubah pikiran?" Acasha mengulang pertanyaan. Suaranya terdengar sangat lirih, bahkan lebih mirip seperti berbisik. Berbanding terbalik dengan debaran jantungnya yang semakin riuh. Athan menatapnya tajam. Tanpa berkata, tanpa menimbulkan suara. Napasnya pun berembus dengan teratur, seirama dengan gerak bahunya yang naik dan turun. "Kenapa dia diam saja?" batin Acasha tanpa tahu harus berbuat apa. Dalam beberapa waktu yang mendebarkan itu, mau tak mau membuat Acasha harus memperhatikan wajah tampan itu dari jarak dekat dan lebih detail. "Matanya sangat indah," gumamnya membatin sekaligus merasa takjub melihat pancaran mata yang jernih dan tajam itu, seolah ada energi sihir yang memikat dan menariknya untuk masuk lebih jauh. Ketika kewaspadaan Acasha melemah, Athan mulai memangkas jarak yang tersisa sambil mengungkung tubuh Acasha dengan kedua tangan yang bersandar pada rak buku. Seketika, Acasha memejamkan mata hingga tak sadar menge
Gretta tetap diam, tak menanggapi. Hanya terlihat pundaknya yang naik turun dengan cepat dan suara napasnya yang terengah-engah."Lepas!" perintah Orion tiba-tiba.Gretta langsung menarik mulut dan tangannya dari sana. Ia pun terduduk dengan lemas."Bersihkan dirimu. Jangan keluar sampai aku mengizinkan!" titah Orion sembari menyimpulkan ikatan.Ketika Orion berbalik dan mulai melangkah menyeberangi kamar, Gretta sontak berdiri dan berlari menyambar pakaiannya yang tercecer di lantai, lalu mendekapnya erat sambil berlari menuju kamar mandi.Brakk.Dengan napas tersengal-sengal, Gretta bersandar pada pintu dan memerosotkan tubuhnya hingga terduduk di lantai. Tubuhnya membeku dan berwarna pucat, bahkan ujung jemari tangan dan kakinya sudah membiru.Seluruh tubuhnya gemetar dan nyaris mati rasa akibat kulit polosnya terlalu lama terpapar dinginnya malam musim dingin yang menusuk hingga ke tulang.Sungguh biadab! Vampir keji itu memang tak punya h
"Bukan salahku, jika aku melakukan ini padamu. Jelas kau sendiri yang mencari masalah dan menantangku, maka aku akan menghadiahimu hukuman yang setimpal," ujar Orion menanggalkan satu-satunya kain yang melekat di tubuhnya. Gretta gelagapan dan meraih pinggiran bathub dengan panik, berusaha menegakkan punggung dan memasok oksigen ke dalam paru-parunya yang syok dan tanpa sengaja kemasukan air. Belum sempat Gretta menyingkirkan helaian rambut yang menutupi pandangannya, ia merasakan sesuatu ikut masuk ke dalam sana, menyentuh kaki, lalu mendorong tubuhnya hingga bersandar pada bathub. Air berkecipak hingga meluber membasahi lantai karena bertambahnya massa tubuh ke dalam air. Napas Gretta mendadak tercekat di tenggorokan saat melihat wajah Orion beberapa senti dari wajahnya. Dengan lembut, ia menautkan helaian rambut Gretta ke belakang telinga. "Bukankah ide bagus melakukannya di sini? Kita bisa bersenang-senang sekaligus mandi bersama," bisik Orion di
Mendengar jawaban memuaskan, Orion langsung bangkit dan mendorong tubuh Gretta hingga ia tenggelam ke dasar bathub.Gretta menggapai tepian bathub dengan kelabakan setelah mendapatkan serangan mendadak. Tanpa sadar, ia melayangkan tatapan sinis pada Orion setelah wajahnya kembali muncul ke permukaan."Ah, kau berani memelototiku sekarang? Kau benar-benar ingin kuhabisi di saat terakhirmu nanti?" ancam Orion, balas menatap garang."T-tidak, Tuan. Saya tidak sengaja," jawab Gretta, menundukkan wajah.Orion kembali memasang tampang licik. "Kau beruntung, aku masih ada agenda lain setelah ini. Jika tidak, kau akan merasakan ganjaran yang luar biasa sekarang." Orion keluar dari bathub dan mengambil handuk kimono, lalu mengenakannya. "Kau ... nikmati saja hari terakhirmu sebagai manusia. Apa pun itu, kau boleh lakukan sesukamu. Makanlah yang banyak dan bersenang-senanglah. Aku akan meminta Bedros menemanimu besok setelah matahari terbit," ucap Orion sebelum akhirnya me
Ceklek. "Oh, Acasha, maaf sudah meninggalkanmu sendirian. Kamu pasti bosan, ya?" tanya Demian ketika masuk dan melihat posisi Acasha yang tergeletak melintang di atas ranjang. Buru-buru Acasha duduk dan menyahut, "Ah, kamu sudah kembali, Demian? Di mana Tuan Athan?" Demian mengernyit. Baru kali ini, Acasha terang-terangan menanyakan Tuan Athan setelah sekian lama. "Tuan Athan ... aku kurang tahu. Kami berpisah di aula depan dan aku langsung ke sini. Kalau kamu ada perlu, aku bisa menemanimu mencarinya." "Oh, tidak, tidak perlu. Aku hanya bertanya saja." Acasha berpikir, mungkin dia berpisah dengan Demian untuk bertemu dengan Tarissa. Tanpa sadar, Acasha tersenyum sendiri. "Kenapa, Acasha? Adakah sesuatu yang menarik ketika aku pergi?" Demian mendekat ke sisi ranjang dan melihat botol minuman di atas nakas. "Oh, botol ini ...." "Ah, itu—" "Ini dari Tarissa, kan? Kapan kamu bertemu dengannya? Apa dia datang kemari?" potong Demian
Acasha terpaku di tempatnya sampai Demian menghabiskan cairan merah dari dalam gelas hingga tetes terakhir. Tepat saat gelas kosong itu diletakkan, Acasha melihat warna mata Demian yang tak lagi biru langit, melainkan merah menyala.Tanpa sadar, Acasha memundurkan langkah dan berlari menjauh dari sana. Kepalanya terasa panas, otaknya mendadak penuh oleh berbagai pertanyaan dan kekecewaan menyelimuti hati."Jadi, selama ini Demian vampir? Bukan hanya Athan? Tapi, kenapa mereka berbeda? Kenapa Demian bisa makan makanan manusia, sedangkan Athan tidak? Kenapa Athan tidak memberitahuku hal sepenting ini? Apa karena itu Demian selalu menjagaku? Tapi, ini tidak mungkin. Aku yakin dia manusia. Dia ramah. Dia baik. Dia berbaur dengan manusia. Dia seorang Presiden Direktur. Dia teman sekamarku. Dia penolongku!"Brak!Acasha membanting pintu kamar dengan sangat keras setibanya di kamar. Napasnya terengah-engah, degup jantungnya memburu. Diusapnya kening yang mulai basah ole