Share

Bab 4. Tendangan Inez

"Aku balik dulu ya Nes?" ucap Andien, segera berdiri dari duduknya di seberang Inez, mengalihkan pandangan temannya yang sedang sibuk dengan berbagai macam outner file dari perusahaan Kakaknya menatapnya.

"Ada kelas ya?" tanya Inez tak menutup outner yang dibawanya.

"Iya, kelasnya dosen Killer!" jawab Andien menciptakan senyum tipis di bibir Inez.

"Ya sudah hati-hati, siapin mental kamu ya?" goda Inez yang di jawab dengan kekehan kecil Andien.

Segera meraih tasnya yang ada di atas sofa, sebelum mengayunkan langkahnya menghampiri kakaknya yang terlihat sibuk duduk di kursi keberasaran tak menatapnya.

"Aku balik dulu ya Kak?"

"Kemana kamu? temanmu nggak kamu ajak balik?" jawab Agam, menegakkan kepala Inez menatapnya.

"Sabar Nez sabar... demi skripsi mu..." Batin Inez, menggelengkan kepala pelan, dengan tarikan nafasnya yang sangat panjang, berusaha keras untuk menurunkan ego di hatinya segera membuang pandangannya.

"Aku ada kelas Kak, tadi pagi kan aku bilang kuliah siang," jawab Andien, mengalihkan pandangan Agam ke arah jam tangan yang melingkar di tangan kirinya.

"Waktunya makan siang juga, kamu nggak makan dulu?" tanya Agam yang dijawab dengan gelengan pelan kepala Andien.

"Makan di kampus aja, nggak keburu," jawab Andien, sebelum mencondongkan kepalanya kedepan, mendekatkan wajah cantiknya ke depan Agam.

"Ngapain kamu dekat-dekat? nggak ada uang jajan!" protes Agam, menjauhkan wajah tampannya dari Andien.

"Dih! bukan uang jajan Kak...sini aku bisikin! deketin telinganya dulu...," bisik Andien, mengerutkan kening Agam menatapnya.

Sebelum menggerakkan kepalanya perlahan, mendekatkan telinganya ke bibir adiknya.

"Dapat pesan dari Mama..., jangan lupa ajak Inez makan siang," bisik Andien.

"Ogah!" jawab Agam cepat, menegakkan kembali kepalanya di ikuti dengan cebikan bibirnya yang tak setuju.

"Aku hanya bantuin penelitiannya ya? dan makan siang nggak termasuk di dalamnya!" jawab Agam, membulatkan matanya menatap adiknya.

"Dih! jangan keras-keras!" Dengus Andien, ikut menegakkan kepalanya, sebelum mengalihkan pandangannya ke arah Inez yang terdiam tak menatapnya.

"Ya sudah kalau nggak mau, aku cuma sampein pesan Mama!" lirih Andien, mengalihkan kembali pandangannya menatap Agam.

 Sebelum mengayunkan langkahnya, ingin berdiri di samping kakaknya.

 "Aku hanya tinggal WA Mama kan? aku akan bilang kalau anak sholehnya ini sudah berubah jadi anak durhaka! biar di kutuk jadi CEO kodok sama Mama!" bisik Andien di telinga Kakaknya, membulatkan mata Agam menatapnya.

"Hati-hati ya...," lanjut Andien, seraya merogoh tas kuliah yang di pakainya.

"Ngapain kamu?" tanya Agam.

"Cari ponsel lah," jawab Andien, dengan ulasan senyum di bibirnya, sebelum menunjukkan ponsel di tangan kepada Kakaknya.

"Aku WA ni ya?" tambah Andien, menggeser layar ponselnya menunjukkannya kepada Agam.

"Tutup tutup...!' Ucap Agam akhirnya, menghentikan jemari lentik adiknya, sebelum beradu pandang dengan Andien yang tersenyum tipis menggodanya.

"Pergi sana!" sewot Agam.

"Inez gimana?"

"Lihat nanti! sudah sana pergi!" ucap Agam, mengibaskan tangan kanannya ke depan adiknya, sebelum menerima uluran tangan Andien yang hendak mencium tangannya.

"Assalamualaikum...jangan lupa ya Kak! daripada jadi kodok...," ucap Andien terkekeh, segera mengayunkan langkahnya keluar dari ruangan kakaknya, setelah melambaikan tangannya kepada Inez.

Dua puluh menit berlalu, Inez masih terlihat sibuk dengan berbagai data yang ada di depannya, tak ingin bertanya apapun kepada Agam meskipun ada beberapa hal  yang tidak dia mengerti.

Berusaha mencari tahu sendiri lewat aplikasi g****e, jika masih tak mengerti juga, Inez hanya mencatatnya untuk di tanyakannya nanti kepada Fahmi Sekretaris Agam.

Begitupun dengan Agam, yang terlihat sibuk dengan layar laptopnya yang menyala, sebelum mengalihkan pandangannya ke arah jam tangannya yang melingkar.

"Sudah jam setengah satu," gumamnya pelan, segera mengalihkan pandangannya malas, ke arah  Inez yang terlihat sibuk tak melihatnya.

"Aku mau makan," ucap Agam, tak mengalihkan pandangan Inez menatapnya.

"Hoi!" panggil Agam.

"Apa kamu budek?" lanjutnya sewot, sebelum beradu pandang dengan Inez yang terlihat malas, menegakkan kepala menatapnya.

"Aku punya nama," jawab Inez.

"Aku lapar!"

"Trus? kenapa kalau kamu lapar? mau aku suapin?" jawab Inez, memancing  kembali rasa kesal di diri Agam.

"Br*ngsek! gadis ini benar-benar ya....Ahhh!!!" Batin Agam, mengepalkan tangannya, menahan rasa geram di hatinya.

Sebelum melonggarkan kepalan tangannya karena bunyi krucuk yang terdengar sedikit nyaring dari perut Inez.

"Ahhh... kenapa kamu bunyi sih...," batin Inez, menundukkan kepalanya, di ikuti dengan matanya yang memejam.

Mencebikkan bibir Agam, membuang pandangan tak lagi menatapnya.

"Aku mau makan! kalau kamu ikut silahkan kalau kamu nggak ikut Alhamdulillah...," ucap Agam, menutup berkas yang ada di atas mejanya, sebelum melemparnya pelan, ke atas tumpukan berkas yang lainnya.

Tak membuat Inez bersuara, hanya membuka matanya, sebelum menegakkan kepala menatap Agam.

"Ikut nggak?" tanya Agam lagi beradu pandang.

Menciptakan helaan nafas di bibir Inez, segera menutup outner yang sedang di bacanya.

Membuat Agam terdiam, menatapnya dalam, karena helaan nafas Inez yang mengingatkannya, akan helaan nafas Cintia, calon istri terbaiknya yang telah lama meninggalkannya.

Sebelum mengalihkan pandanganya, mengamati penampilan Inez dari ujung kaki hingga ujung kepala, semakin mengingatkannya dengan penampilan Cintia, wanita tomboy yang dicintainya. 

Dengan memakai Turtleneck wanita berwarna hitam, yang dipadukan dengan jeans navy, dan di perlengkap lagi dengan sneakers hitam yang tampak maskulin untuk penampilan seorang wanita.

"Kenapa lihat-lihat?" tanya Inez, sudah berdiri dari duduknya mengejutkan Agam.

"Siapa yang lihat?" jawab Agam, segera membuang pandanganya, sebelum mengalihkannya kembali menatap Inez.

"Apa kamu mau melayat? kenapa pakaian kamu serba hitam begitu?" ucap Agam, dengan sorot mata dinginnya, menatap Inez yang menunduk melihat penampilannya sendiri.

"Kamu buta warna? ini Navy bukan hitam!" jawab Inez, menunjuk celana yang di pakainya, kembali beradu pandang.

"Sama aja kan? gelap!" jawab Agam, segera berdiri dari duduknya,  mengancingkan kembali jas kerjanya yang terbuka sebelum mengayunkan langkahnya keluar dari ruangan.

Tak menunggu Inez yang masih berdiri menatapnya.

"Dasar laki-laki arogan!" gumam Inez, sebelum mengayunkan langkahnya, setengah berlari mengikuti Agam yang telah melangkah sedikit jauh di depannya.

"Kita makan dimana?" tanya Inez, setelah masuk ke dalam lift berdiri di samping Agam.

Tak membuat Agam bersuara, hanya terdiam dengan pandangan lurus kedepan, menunggu pintu lift yang di naikinya terbuka.

"Aku yang traktir, anggap sebagai bentuk terimakasihku karena sudah mau membantuku," tambah Inez, berusaha bersikap tenang, dengan hatinya yang merasa kesal.

"Pakai uang apa kamu mentraktirku? pakai uang jajan dari orang tuamu?" jawab Agam, dengan intonasi meremehkan,tak mengalihkan pandangannya.

"Gadis bau kencur sok sok an mau traktir!" gumamnya lagi, masih terdengar di telinga Inez.

Semakin membuat Inez geram, mengeratkan deretan giginya menahan rasa kesalnya.

"Tuhan... jika boleh... aku ingin sekali menendang laki-laki arogan ini keluar dari lift!" batinnya, mengepalkan kedua tangannya, menatap Agam yang melangkahkan kaki, keluar dari pintu lift meninggalkannya.

"Ada masalah ya kalau aku traktir kamu pakai uang jajanku Kak?" tanya Inez, mengayunkan langkahnya cepat, berusaha mengimbangi langkah lebar Agam yang berjalan di depannya.

"Aku bukan Kakakmu!" jawab Agam tak menghentikan langkahnya.

"Terus aku harus panggil kamu apa? Bang?" 

"Kamu kira aku jualan somay yang bisa kamu panggil Bang?" jawab Agam, masih dengan langkah lebarnya, mengacuhkan Inez yang berjalan cepat di belakangnya.

"Hoiiiii!" teriak Inez akhirnya, berhasil menghentikan langkah Agam, segera membalikkan badan menatapnya.

"Kamu nggak tahu sopan santun ya? berani sekali kamu memanggilku Hoi?" protes Agam, dengan wajah dinginnya, beradu pandang dengan Inez yang mencebikkan bibir, membuang pandangan tak menatapnya.

"Aku harus panggil apa? Kakak salah, Bang juga salah! ahh... atau aku panggil Sayang aja ya? atau Cinta? Baby? Honey?" ejek Inez beradu pandang.

Menciptakan senyum miring di bibir Agam, "Kamu menyukaiku?" tanya Agam, mendekatkan wajahnya mendekati Inez, berbarengan dengan mundurnya kepala Inez menghindarinya.

"Sorry kamu bukan seleraku...," lirih Agam, sebelum mengerutkan keningnya, menjauhkan wajahnya dari wajah Inez yang berbalik mendekatinya.

"Kamu pikir kamu siapa? kamu juga jauh dari seleraku!" jawab Inez, dengan senyum setengahnya.

Sebelum melangkahkan kakinya mundur, menjauhi Agam yang terlihat semakin kesal menatapnya.

"Aku bisa makan sendiri, terima kasih!" jawab Inez, segera mengayunkan langkahnya, meninggalkan Agam yang terdiam, mengeratkan tautan gigi menatapnya.

"Dasar wanita gila!" gumam Agam tak mengalihkan pandangannya.

*****

Di luar pintu utama, Inez hanya berdiri, memperhatikan derasnya hujan yang membasahi halaman gedung Dirgantara Property.

Mengedarkan pandangannya, ingin mencari keberadaan kafe ataupun restoran yang ada di dekat gedung perusahaan.

Sebelum mengulaskan senyumnya, menjatuhkan pandangannya kepada sebuah kafe yang berada tepat di depan pintu gerbang perusahaan Agam.

"Lari aja kali ya?" gumamnya pelan, karena perutnya yang terasa lapar, membuatnya nekat, ingin menembus derasnya hujan.

 Sebelum tersentak dengan tarikan seseorang yang tiba- tiba saja menarik tangannya yang hendak melangkah.

Membuatnya spotan, melakukan gerak refleknya sebagai seorang atlit, menangkis cepat tangan yang berani menariknya sebelum melakukan tendangan tornado, sesaat setelah memutar tubuhnya dengan cepat.

"Apa kamu gila???" teriak Agam, dengan nafasnya yang memburu, karena dirinya yang terkejut dengan tendangan Inez yang berhasil di hindarinya.

Tak terkecuali Security yang berjaga, segera berlari mendekati Agam, hendak membantu pemilik perusahaan tempatnya bekerja.

"Pergi," ucap Agam, mengibaskan tangan kanannya pelan, kepada Security yang mendekatinya.

Masih beradu pandang dengan Inez yang terdiam, sudah berdiri tegak menatapnya.

"Maaf, aku nggak sengaja," ucap Inez.

"Salah sendiri main tarik aja!" lanjut Inez, semakin memperbesar rasa kesal diri Agam yang masih berdiri menatapnya tajam.

"Kamu baru saja minta maaf, dan sekarang menyalahkanku?" ucap Agam, masih dengan sorot mata tajamnya menatap Inez.

Tak membuat Inez gentar, hanya mengulaskan senyum simpulnya untuk menyambut kemarahan Agam.

"Aku hanya melindungi diri," jawabnya singkat beradu pandang.

Menciptakan helaan nafas di bibir Agam, sebelum membuang pandangannya ke sembarang arah, berusaha menahan emosinya yang semakin membumbung tinggi.

"Cuaca lagi hujan, dan aku menarikmu karena ingin mengajakmu makan di kantin perusahaan, oke? dan sekarang terserah kamu ya? mau ikut aku atau enggak!" lirih Agam penuh penekanan, bersitatap dengan Inez yang terdiam menatapnya.

"Jadi kodok jadi kodok deh! aku nggak peduli!" batin Agam, karena hatinya yang merasa kesal, segera Mengayunkan langkahnya kembali masuk ke dalam loby, meninggalkan Inez yang masih terdiam di tempat menatap kepergiannya.

 Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status