Share

Bab 7. Pacar?

Langit hampir menggelap, Adzan maghrib pun telah lama terdengar.

Terlihat mobil Agam yang di kendarai Inez melesat dengan kecepatan sedang menembus jalanan kota yang terlihat lenggang.

Menuju rumah Agam, karena undangan makan malam dari Mama Ratih yang memaksanya untuk datang.

Sebelum mengalihkan pandangannya, ke arah ponselnya yang berdering di dalam  tas punggungnya yang bertengger tenang di kursi penumpang di sebelahnya.

Berusaha membuka resleting tasnya, sesaat setelah meraih tas punggung hitamnya, masih dengan pandangannya yang lurus kedepan, terlihat kerepotan.

"Kalau nyetir itu fokus!" ucap Agam, mengalihkan pandangan Inez ke arah spion yang ada di depannya.

"Kamu nggak dengar ponselku berbunyi?" jawab Inez, sebelum tersentak dengan gerakan tangan Agam yang meraih tas punggungnya kasar, hendak membantunya membuka resleting tas untuk mengambil ponsel di dalamnya. 

"Tolong sekalian headseatnya ya?" tambah Inez, membuat Agam berdecak menatapnya dalam.

"Siapa?" tanya Inez.

"Mama," jawab Agam setelah membaca layar ponsel Inez yang menyala.

"Mama kamu?" 

"Apa kamu b*doh?" umpat Agam yang di sambut dengan kekehan Inez.

Segera mengambil alih headset bluetooth yang di berikan Agam sebelum memasangkannya di telinga kirinya.

"Iya Ma?" jawab Inez sesaat setelah menekan tombol headet yang dipakainya.

"Kamu dimana Nez? kok belum pulang?" tanya Mama Desi yang terdengar jelas dari dalam headseatnya.

"Aku ada undangan makan malam di rumah teman Ma, maaf ya aku lupa nggak izin Mama," jawab Inez, masih dengan stir yang di kendalikannya, mengacuhkan Agam yang tengah bersandar menutup mata di belakangnya.

"Papa nyariin ya?" lanjut Inez.

"Papa belum pulang, mungkin sekalian makan malam di luar sama calon mertua kamu," jawab Mama Desi yang di sambut dengan helaan nafas kasar anak gadisnya.

"Baik-baik sama Andre Nez, dia calon suami kamu," pesan Mama Desi yang tak pernah disukai Inez.

"Ayolah Ma..., bujukin Papa untuk batalin semuanya ya?"

"Mama nggak bisa Nez...,lagian tanggal pertunangan kamu mungkin sudah di tentukan,"

"Ha? kapan?" tanya Inez cepat, dengan gerak kakinya yang spontan karena dirinya yang tersentak.

 Menekan keras rem mobil yang di kendarainya, sebelum terdengar....

"Ahhhhh...," rintih Agam, menyentuh dahinya yang terjedot sandaran mobil yang ada di depannya.

Karena tubuhnya y terpental, sedikit keras efek dari rem dadakan Inez.

"Apa kamu gila?!!!" sentak Agam, menahan rasa sakit di dahinya.

Semakin mengejutkan Inez, segera menolehkan kepalanya menatap Agam.

"Ssst" lirih Inez, meletakkan jari telunjuknya di atas bibir, sebagai kode untuk Agam agar diam tak bersuara.

"Siapa itu Nez? kamu sama siapa?" tanya Mama Desi.

"Ahh...Anu Ma...itu...," jawab Inez bingung, beradu tatap dengan Agam yang terdiam menatapnya tajam.

"Anu itu anu itu! anu apa?" selidik Mama Desi yang tak sabar dengan jawaban putri bungsunya.

"Kamu sama siapa sekarang?" selidik Mama Desi semakin tak sabar.

"Sama pacar..., Iya Ma, aku lagi sama pacar," jawab Inez akhirnya,sudah mengalihkan pandangannya lurus  ke depan.

 Karena dirinya yang tak ingin bertunangan dengan Andre, memaksanya untuk berbohong kepada Mamanya sendiri.

Mengejutkan hati Agam yang duduk di belakangnya, dengan matanya yang membulat mendorong kepala Inez pelan.

 "Ahh...," Dengus Inez, menyentuh kepalanya, di ikuti dengan gerakan kepalanya yang kembali menoleh menatap Agam.

"Ngapain kamu Nez? kenapa kamu ah ah begitu? dan pacar... sejak kapan kamu punya pacar?" tanya Mama Desi runtut salah paham.

"Nggak ngapa-ngapain Ma..., hanya bermain sedikit," jawab Inez, semakin memancing salah paham di diri mamanya.

"Sebentar ya Ma..., ini pacarku lagi ngajak main," lanjut Inez, sebelum memutus panggilan teleponnya, berbarengan dengan matanya yang menutup karena teriakan Agam tepat di dekat telinganya.

"Apa kamu gila? berani sekali kamu menganggapku pacar?!!" teriak Agam, dengan perasaan kesalnya mengalihkan pandangan Inez menatapnya.

"Bisa nggak ngomongnya biasa aja? nggak usah berteriak begitu? sakit tahu telingaku!" protes Inez, menekan telinganya pelan menatap Agam.

"Telepon Mama kamu sekarang! klarifikasi semuanya!" ucap Agam, dengan sorot mata mengintimidasinya, berusaha menahan emosi yang kembali menguasainya.

"Ya nggak mungkin lah..., lagian Mama juga nggak tahu wajah kamu kan? jadi tenang aja...jangan marah-marah seperti itu!" jawab Inez, segera mengalihkan pandangannya ke depan, kembali melajukan mobil Agam dengan pelan.

Sebelum menambah kecepatan laju mobil yang dikendalikannya, mengacuhkan rasa kesal di diri Agam yang mengepalkan tangan menatapnya tajam.

"Astaga...benar-benar gadis gila! br*ngsek!" umpat Agam dalam hati, membentur-benturkan pelan kepalanya di sandaran kursi.

Dengan perasaannya yang sangat kesal ingin sekali mencincang gadis yang ada di depannya ini.

Gadis bau kencur yang selalu saja berhasil membuatnya frustasi dengan emosinya yang terus meninggi.

"Jangan begitu..., nanti otaknya geser lo...," goda Inez.

"Diam!!" jawab Agam, masih menutup matanya dalam, tak ingin mendengar suara Inez.

Sementara itu di kediaman Atmaja, Terlihat Mama Desi yang berteriak, setengah berlari menuju kamar anak sulungnya Abian.

Mengetuk pintu kamar Abian dengan cepat, karena kalimat Inez yang membuatnya kelabakan.

Bagaimana bisa? di saat suaminya sedang keluar untuk membicarakan perihal pertunangan putrinya, putri satu-satunya itu malah asik bermain Ah ah an dengan laki-laki yang di sebut pacar.

Pacar yang nggak pernah di ketahuinya, pacar yang baru saja di dengarnya namun sudah sangat berani bermain ah ah an dengan putri yang di sayanginya.

"Abian...," teriak Mama Desi semakin tak sabar.

Mengetuk keras pintu kamar anak sulungnya, sebelum beradu pandang dengan Abian yang membuka pintu kamar menatapnya.

"Ada apa sih Ma? kok panik begini?" tanya Abian, dengan perasaan bingungnya menatap mamanya.

"Apa kamu tahu pacarnya Inez Bi? kasih tahu Mama siapa pacarnya Inez!" ucap Mama Desi cepat, ingin segera mendengar jawaban dari Abian.

"Ha?"

"Jangan Ha! ha! kamu Bi! jawab pertanyaan Mama sekarang Bi, apa kamu tahu pacarnya Inez?" tanya Mama Desi lagi semakin tak sabar.

"Duduk dulu Ma, jangan panik begini," ucap Abian, merangkul pundak Mamanya ingin mengarahkan mamanya masuk ke dalam kamarnya.

"Mama nggak mau duduk Bi...," jawab Mama Desi, menepis tangan Abian beradu pandang.

"Bagaimana bisa Mama duduk dan tenang di saat Anak Mama main ah ah an diluar sana sama pacar yang nggak Mama kenal Bi?" lanjut Mama Desi, dengan matanya yang berkaca-kaca tak mengalihkan pandangannya.

"Main ah ah an gimana sih Ma? Mama tenang dulu..., oke? bicara pelan-pelan biar aku ngerti Ma," ucap Abian dengan intonasi lembutnya ingin menenangkan mamanya.

"Adik kamu Bi! Inez! dia bermain ah ah an sama pacarnya! tadi Mama dengar sendiri suara Inez, ahh...seperti itu Bi!" jawab Mama Desi, menirukan dengusan Inez.

Memancing tawa Abian yang tertahan, masih dengan pandangannya menatap Mamanya.

"Inez nggak punya pacar Ma," 

"Ya Allah Bi..., Mama dengar sendiri Bi! Inez sendiri yang bilang kalau dia lagi sama pacarnya, lagi main ah ah...!" ucap Mama Desi mengulangi, dengan air matanya yang mengalir menatap anaknya dalam.

"Aku telepon Inez sekarang ya? Mama tenang oke? jangan nangis," ucap Abian, menyeka pelan air mata di pipi Mamanya. 

"Aku ambil ponsel dulu di kamar, lebih baik Mama Masuk dulu, tenangin hati Mama," lanjut Abian, dengan suaranya yang sangat lembut kembali merangkul pundak Mamanya.

Mengayunkan langkahnya bersama masuk ke dalam kamar, sebelum mengarahkan Mama Desi untuk duduk di atas sofa yang ada di dalam kamarnya.

"Tunggu sebentar Ma," lanjut Abian, mengayunkan kembali langkahnya mendekati nakas, untuk mengambil ponselnya beserta segelas air untuk mamanya.

"Minum dulu Ma, aku telepon Inez dulu ya?" ucap Abian, memberikan segelas air yang baru di ambilnya kepada Mama Desi, sebelum menggeser layar ponselnya untuk menghubungi adik satu-satunya.

Sementara itu di rumah Agam, Inez telah memarkirkan mobil Agam dengan baik, segera turun dari mobil yang di kendarainya.

 Sebelum mengulaskan senyum di bibirnya, beradu pandang dengan Andien yang mengayunkan langkahnya dari dalam rumah mendekatinya.

"Ayo masuk Nez," ucap Andien, merangkul pundak temannya, sebelum mengalihkan pandangannya ke arah Agam yang terlihat kesal masuk ke dalam rumah melewatinya.

"Kenapa dia?" tanya Andien mengedikkan dagunya ke arah kakaknya, yang di sambut dengan mengediknya kedua bahu Inez menatapnya.

"Sebentar ya? ponselku bunyi," ucap Inez, segera merogoh tas punggungnya, untuk mengambil ponselnya yang tersimpan di dalamnya.

"Kakakku Ndien, tunggu ya?" ucap Inez yang di jawab dengan anggukan pelan kepala Andien.

Segera melepaskan rangkulan tangannya berdiri tegak di depan Inez.

"Aku tunggu," ucap Andien.

"Halo Kak?" jawab Inez, setelah menggeser layar ponselnya menerima panggilan telepon dari Kakaknya.

"Dimana kamu Nez?" tanya Abian.

"Dirumah teman Kak, tadi aku sudah bilang sama Mama, aku ada undangan makan malam," 

"Teman apa pacar?"

"Ha?" tanya Inez melupakan kebohongannya.

"Mama bilang kamu sedang bermain ah ah an sama pacar kamu! pacar yang mana? kenapa kakak nggak pernah tahu?" selidik Abian, dengan intonasi tegasnya.

Memejamkan mata Inez kembali mengingat kebohongannya.

"A...i...iya... Kak..., itu tadi, sekarang sudah di rumah Andien, ada undangan makan malam dari Mamanya Andien," jawab Inez, sebelum menarik ponsel dari telinganya.

Karena Abian yang tiba-tiba saja memutus panggilan teleponnya.

"Kenapa Nez? tanya Andien.

"Sebentar Ndien, Kakakku video call," jawab Inez, segera menggeser layar ponselnya kembali menerima panggilan video dari kakaknya.

"Tuh kan Kak, aku ada di rumah Andien," ucap Inez yang mengerti maksud dari kakaknya, mengarahkan kamera ponselnya ke arah Andien yang berdiri di sampingnya.

"Say hai ke kakakku Ndien," sindir Inez, yang di ikuti dengan senyum tipis Andien yang menganggukkan kepala ramah kepada Abian.

"Ini Inez lagi sama temannya Ma," ucap Abian, mengarahkan kamera ponselnya kepada Mamanya.

"Selamat malam Tante," sapa Andien.

"Selamat Malam," jawab Mama Desi dengan hatinya yang merasa lega.

"Mana pacar kamu?" tanya Mama Desi, menyentakkan hati Andien menatap Inez.

"Sudah pulang Ma,"

"Main ah ah itu main apa kamu sama pacar kamu?" selidik Mama Desi semakin membulatkan mata Andien menatap Inez.

"Aku hanya bercanda Ma...," jawab Inez.

"Lain kali jaga bercandaan kamu Nez! jangan buat Mama nangis lagi seperti ini!" ucap Abian.

"Iya Kak, aku minta maaf ya Ma...," sesal Inez.

"Dan untuk masalah pacar kamu, kita bicarakan di rumah, Kakak tunggu penjelasan kamu!" lanjut Abian yang di sambut dengan kebisuan Inez.

Karena dirinya yang tak tahu harus menjelaskan seperti apa tentang kebohongan yang di buatnya.

Karena rasa terkejutnya, merasa tak suka dengan rencana Papanya yang telah merencanakan acara pertunangannya, dengan seorang Andre yang tak pernah sukainya.

Laki-laki yang terus saja bilang cinta kepadanya namun terus saja di hindarinya, karena bukan Andre yang di sedang di cari hatinya.

Bukan Andre laki-laki idaman yang di harapkannya.

"Kamu punya pacar Nez?" selidik Andien, setelah Abian memutus panggilan video di ponsel Inez.

Menyentakkan hati Inez, segera menggelengkan kepalanya spontan menatap Andien.

Bersambung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status