Home / Romansa / LOVE IN THE ENEMY / TERIMA KASIH WAKTUNYA

Share

TERIMA KASIH WAKTUNYA

Author: Yuta W
last update Huling Na-update: 2021-08-12 12:38:02

  Deva kembali bertemu dengan Georgia saat ia sedang berada di kuil. Ia pun langsung menghampiri dan menyapa gadis pujaannya itu.

“Bagaimana kabarmu?” tanya Deva kepada Georgia.

“Aku baik-baik saja, bagaimana denganmu? Masih melakukan sayembara untuk mencariku?” ujar Georgia mengejek Deva.

“Ah! Aku sudah menemukanmu, untuk apa lagi sayembara itu,” jawab Deva membalas ejekan itu.

“Siapa namamu? Kau lupa memberitahuku kemarin,” tanya Georgia.

“Deva, namaku Deva. Dan kenapa kau tidak menanyakan namaku kemarin?” ujar Deva.

“Seharusnya kau yang harus memberitahu namamu sendiri,” jawab Georgia.

“Lupakan saja, hari ini kau akan pergi kemana?” tanya Deva.

“Kenapa? Aku tidak pergi kemana-mana,” jawab Georgia.

“Bagaimana jika hari ini kau menemaniku saja?” ujar Deva.

“Menemanimu? Kemana?” tanya Georgia.

“Ke rumah guruku, temani aku berlatih di sana. Kau juga akan berkenalan dengan guruku,” jawab Deva sambil menggandeng tangan Georgia.

Mereka pun bergegas pergi menuju rumah Sang Guru. Deva merasa sangat bahagia saat itu, ia menjadi lebih semangat berlatih saat ditemani oleh Georgia, pujaan hatinya.

   Saat tiba di rumah Sang Guru, Deva langsung memperkenalkan Georgia kepada gurunya itu.

“Guru, lihatlah, siapa yang aku bawa kemari,” ujar Deva kepada gurunya.

“Ini gadis pujaanmu, Deva?” jawab Sang Guru.

Georgia hanya tersenyum kepada Sang Guru dan menyapanya.

“Guru, perkenalkan namaku Georgia,” sapa Georgia.

“Iya Nak, Deva sudah menceritakan semua tentangmu kepadaku,” jawab Sang Guru dengan penuh senyum.

“Deva, kau menceritakan apa saja?” tanya Georgia kepada Deva.

“Semua yang kau bilang padaku, aku tidak pernah menutupi semuanya pada guruku, Georgia,” jawab Deva memperjelas.

Sang Guru pun langsung menanyakan asal di mana Georgia tinggal.

“Georgia, kau tinggal di daerah mana, Nak?” tanya Sang Guru kepada Georgia.

“Aku tinggal di sebuah istana milik ayahku, Guru. Dan ayahku tidak pernah mengijinkan aku untuk memberitahu nama kerajaan kami, jadi, aku minta maaf tidak bisa memberitahumu,” jawab Georgia.

Mendengar jawaban Georgia, Sang Guru terdiam, ia merasa bingung dan heran dengan jawaban Georgia itu. Namun, Sang Guru mencoba membuat suasana menjadi baik-baik saja.

“Iya, Nak, tidak mengapa jika itu kemauanmu,” ujar Sang Guru.

“Kau temani aku di sini, sampai aku selesai,” ujar Deva kepada Georgia.

“Iya, kau tenang saja. Waktuku banyak untukmu,” jawab Georgia.

Sang Guru bahagia melihat muridnya itu sudah menemukan gadis impiannya, begitu juga Georgia, yang sangat bahagia ketika dirinya adalah pujaan hati dari Deva. Ia juga menyimpan rasa suka kepada Deva di dalam hatinya.

  Setelah selesai berlatih, Deva kemudian mengajak Georgia pergi ke sebuah taman milik Sang Guru. Deva ingin menghabiskan waktunya bersama Georgia, Georgia pun tak segan menerima ajakan Deva itu.

“Apa kau bahagia hari ini?” tanya Georgia kepada Deva.

“Iya, aku bahagia bisa bersamamu hari ini,” jawab Deva.

“Kau bilang pada guru, jika aku ini gadis impianmu, bukan? Benarkah?” tanya Georgia penasaran.

“Maafkan aku, tapi itu benar adanya. Selama ini banyak gadis-gadis yang aku temui, tapi tidak satu pun yang bisa meluluhkan hatiku,” jawab Deva.

“Lalu?” tanya Georgia lagi.

“Dan ketika aku bertemu denganmu, aku langsung merasa nyaman, aku rasa kaulah gadis impianku selama ini,” jelas Deva.

“Aku beruntung, bisa membuatmu luluh dengan begitu mudahnya,” ujar Georgia.

Mereka mengobrol cukup lama, hingga tanpa mereka sadari, hari mulai gelap. Georgia pun langsung bergegas untuk pergi kembali ke istananya, namun Deva tidak membiarkan gadis pujaannya itu pulang sendirian.

“Kali ini aku harus mengantarmu pulang, Georgia,” kata Deva.

“Tidak, seperti biasa, pengawalku selalu menungguku di pertengahan jalan, jadi kau tidak perlu mengantarku,” jawab Georgia.

“Kau tidak boleh menolak, mari aku antar,” ujar Deva sambil menggandeng kembali tangan Georgia untuk mengantarnya pulang.

Georgia pun tidak bisa berkata apa-apa lagi, ia terpaksa menerima ajakan Deva untuk mengantarnya. Saat sampai di pertengahan jalan, Deva menyadari jika tidak ada satu pun pengawal dari istana Georgia yang menunggunya.

“Kau bilang ada pengawalmu di sini, tapi tidak ada sama sekali,” ucap Deva.

Georgia merasa bingung mau menjawab apa, karena sebenarnya, ia selalu pulang sendirian tanpa ditemani seorang Pengawal. Ia terpaksa berbohong karena ia tidak ingin Deva mengetahui istananya.

“Sudah! Jalan saja!” perintah Georgia.

Deva pun lanjut berjalan untuk mengantar Georgia pulang.

“Sudah sampai, kau boleh pergi, terima kasih sudah mengantarku kemari,” ujar Georgia.

“Sudah sampai? Ini istanamu? Cukup besar,” jawab Deva.

“Iya, kau boleh pergi. Besok aku akan datang untuk menemanimu lagi,” sahut Georgia.

Deva pun mengiyakan ucapan Georgia dan langsung kembali ke istananya.

  Sesampainya Deva di istana, ia kembali menceritakan pertemuannya dengan Georgia kepada ayahnya.

“Ayah, aku sudah tahu dimana istana Georgia berada, tadi aku mengantarnya kesana,” ujar Deva.

“Benarkah? Dimana istananya? Jauh?” tanya Carolus.

“Lumayan jauh, tapi aku pertama kali melihat istana itu, Georgia menolak untuk memberitahu tentang istananya itu karena ayahnya yang tidak memberinya ijin,” ujar Deva.

“Ayah yakin, ini sangat aneh. Kenapa ayahnya tidak mau memberikan ijin untuk menceritakan kerajaannya itu? Apa dia tidak bangga dengan kerajaannya?” kata Carolus.

“Entahlah, Ayah. Sang Guru juga merasa heran dengan pernyataan Georgia itu,” sahut Deva.

   Carolus dan Deva juga merasakan keanehan dari keluarga Georgia. Meski begitu, mereka tidak mau memikirkan itu terus menerus. Pada saat malam tiba, Deva merasakan rindu yang teramat dalam. Ia merindukan kehadiran Georgia di sisinya lagi, Deva juga tidak sabar menunggu hari esok dengan kedatangan Georgia. ‘Aku harap, malam ini kau datang dalam mimpiku, Georgia,’ gumam Deva dalam hati.

  Singkat cerita, matahari kembali terbit menyinari kehidupan di Kerajaan Throne. Deva pun terbangun menyambut matahari yang sedang terbit di hadapannya. “Matahari yang cantik, selamat pagi ibu, bahagia lah di surga,” ujar Deva menyapa ibunya yang sudah tiada. Deva pun pergi ke luar kamarnya, ia melihat ada Sang Guru yang sudah berada di istana dan tengah sibuk berbincang dengan Carolus.

“Guru, kau ada disini,” ujar Deva kepada Sang Guru.

“Iya, Nak. Aku kemari untuk membicarakan sesuatu kepada ayahmu,” jawab Sang Guru.

Deva pun ikut duduk bersama Sang Guru dan ayahnya. Ia mendengar semua percakapan ayahnya dengan Sang Guru itu.

“Aku mendengar ada salah satu orang dari Kerajaan Edayon yang sering datang kemari,” ujar Sang Guru.

“Benarkah? Untuk apa dia kemari?” tanya Carolus kepada Sang Guru.

“Entahlah, aku tidak tahu maksud dan tujuannya datang kemari,” jawab Sang Guru.

Kemudian Deva langsung memotong perbincangan itu.

“Mungkin saja, dia disuruh untuk menjadi mata-mata, Ayah. Kita harus berhati-hati,” ujar Deva.

“Mungkin saja, tapi kita harus cari tahu dulu siapa orangnya,” sahut Carolus.

Sang Guru mendapat kabar dari salah satu orang terdekatnya, ia mengatakan jika ada seseorang dari Kerajaan Edayon yang sering datang ke Kerajaan Throne. Tidak ada yang tahu maksud dan tujuan orang itu datang ke Kerajaan Throne. Kini, kabar itu masih menjadi teka-teki bagi orang-orang di Kerajaan Throne, termasuk Deva, Sang Guru dan Carolus.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • LOVE IN THE ENEMY   EDAYON PART 1

    Sang Mentari kembali memancarkan sinarnya, dan tiba saatnya Deva, Sang Guru dan juga para pengawal pergi ke Kerajaan Edayon. Semua sudah dipersiapkan dengan matang, baju, serta perlengkapan menyamar lainnya juga sudah dipersiapkan. Di tengah perjalanan, Deva masih sempat memikirkan Georgia. Apa yang terjadi dengan Georgia nanti dan apa keputusan yang akan ia ambil jika benar Georgia adalah warga Edayon? Itulah yang dipikirkan Deva sepanjang perjalanan.“Guru, berapa lama kita berada di Edayon?” tanya Deva kepada Sang Guru“Aku belum bisa memastikannya, Deva. Kita akan kembali ke istana ketika sudah mendapat kebenaran,” jawab Sang Guru.“Guru, jika Georgia benar warga Kerajaan Edayon, apa yang akan kita lakukan?“ ujar Deva.“Biar ayahmu yang memutuskan itu, Nak. Aku tidak berhak membuat keputusan untuk seseorang,” sahut Sang Guru.Deva hanya terdiam saja setelah mendengar ucapan dari Sang Guru itu. I

  • LOVE IN THE ENEMY   CURIGA DAN RENCANA

    “Deva, sekali lagi aku minta maaf atas keputusan yang sudah aku buat,” ujar Georgia.“Kenapa kau membuat keputusan yang tidak jelas seperti itu?” jawab Deva.“Ayah memintaku untuk tinggal di rumah kakek, jadi aku tidak bisa membantahnya, Deva,” sahut Georgia.“Tolong bicara yang jelas, Georgia. Aku tahu kau adalah gadis yang misterius, tapi untuk kali ini, tolong bicara yang jelas!” pinta Deva.“Deva, aku melihat secara langsung saat ayahmu memberikan hukuman mati kepada orang asing itu. Dan setelah itu, aku jadi takut untuk datang kemari lagi, aku takut keberadaanku mengganggu di sini,” jelas Georgia.“Kau sama sekali tidak mengganggu

  • LOVE IN THE ENEMY   MIMPI YANG NYATA

    “Georgia, kau di sini?” ujar Deva. Georgia melihat Deva yang sudah berada di hadapannya. Georgia terkejut dan terheran-heran ketika melihat orang yang sangat ia rindukan ada di hadapannya dan memberikan tatapan serta senyuman yang sangat ia rindukan itu. “Deva, sudah lama kau di sini? Kenapa kau tidak memberitahuku dulu jika kau ingin datang kemari?” tanya Georgia.“Aku tahu kau sedang merindukan kehadiranku, Georgia. Itu sebabnya aku datang kemari untuk menemuimu, lagi pula aku juga sangat merindukan dirimu,” jawab Deva.“Terima kasih, kau sudah datang kemari. Aku memang sangat merindukanmu, Deva, setiap hari aku selalu menginginkan kehadiranmu di sisiku,” sahut Georgia memandang Deva tanpa henti.

  • LOVE IN THE ENEMY   SEMANGAT YANG SEDERHANA

    Setelah dari makam sang kakek, Deva dan ayahnya kembali ke istana. Namun, di perjalanan Deva masih terlihat murung, sedih dan tidak berkata sedikit pun. Carolus pun kebingungan dengan anaknya itu, tidak biasanya dia sedih dan murung dengan waktu yang lama.“Deva, Anakku. Kau ada masalah apa?” tanya Carolus kepada Deva.“Aku baik-baik saja, Ayah. Lanjutkan saja perjalanan kita,” jawab Deva. Carolus hanya bisa mengikuti kata anaknya itu tanpa bertanya lagi. Seakan Carolus sudah mengerti maksud dari sang anak yang tidak mau menceritakan kesedihannya itu. Saat sampai di istana, Deva langsung memasuki kamarnya dan terdiam di sana. Entah rasa

  • LOVE IN THE ENEMY   RINDU YANG MENYAKITKAN

    Matahari pun kembali muncul tanpa mengenal rasa lelah untuk menyinari dunia. Deva terbangun dari tidurnya sambil menyapa matahari yang sudah memancarkan sinarnya yang begitu cerah. Namun, hari ini sedikit berbeda, tidak ada lagi yang menemani hari-hari Deva dan mengisi kerinduan hatinya. Deva akan menikmati hari-harinya seperti dulu lagi, tanpa seorang kekasih ataupun gadis pujaan hati yang menemaninya. “Ayolah! Deva! Dulu kau terbiasa tanpa seorang gadis, bahkan sangat tidak ingin menanggapi semua gadis,” ujar Dev dirinya sendiri. Deva kini menjadi sedikit berubah, ia menjadi lebih cuek dengan semua hal termasuk tentang seorang gadis. Sikap Deva yang dulu manis dan hanya berpikir untuk menunggu seorang gadis, kini berubah kembali menjadi seorang yang dingin dan malas untuk memikirkan seorang gadis. Meskipun begitu, di dalam hatinya masih tersimpan rasa rindu yang sangat dalam untuk Georg

  • LOVE IN THE ENEMY   KEPERGIAN SI GADIS MISTERIUS

    “Semuanya terlihat baik-baik saja, mari kita kembali ke istana dan aku sudah mengutus beberapa pengawal untuk tetap berjaga di sini,” ujar Carolus. Deva dan Sang Guru pun mengikuti perintah dari Sang Raja itu. Mereka kembali ke istana untuk berdiskusi kembali masalah keamanan kerajaan. Saat sampai di istana, Deva terlihat masih gelisah dan murung, tatapan matanya pun seakan kosong. Carolus yang saat itu merasa risih melihat putranya murung seperti iu, langsung menanyakan apa masalah hatinya dan sebisa mungkin untuk menenangkannya.“Deva, dari tadi aku lihat kau begitu murung, tidak jelas,” ujar Carolus.“Maafkan aku, Ayah. Hanya saja aku kepikiran Georgia, ia tidak datang menemuiku lagi,” jawab Deva.“Deva, haruskah ayah menasehatimu?

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status