Share

LOVE SICK
LOVE SICK
Penulis: Kumara

KEKASIH POSESIF

Mata indah milik Biola perlahan terbuka ketika dia bisa merasakan benda lembut agak basah menyentuh ujung bibirnya yang manis.

"Hnggg ...."

Sambil bergumam pelan, dia mengubah posisi tidurnya menjadi menyamping. Rasanya nyaman, hangat, aroma tubuh Dion yang khas menyapa indera penciumannya dengan cepat.

"Selamat pagi, Tuan Puteri ..."

Pagi itu menjadi lebih sempurna ketika sebuah suara yang lembut dan agak dalam menyapa lembut telinga Biola. Itu jelas suara Dion.

"Hm ... pagi, Sayang ..." sapa Biola seraya merenggangkan kedua tangannya yang kaku.

Kedua mata almond itu terbuka, dilihatnya wajah tampan Dion begitu dekat dengannya, hanya berjarak sekitar lima senti saja darinya. Pria berkulit putih pucat itu tersenyum lebar dengan mata yang agak bengkak.

Meski sejak dua bulan lalu memutuskan tinggal bersama dan membuat keduanya selalu bertemu setiap hari, rasanya Biola tak pernah bosan menatap wajah tampan kekasihnya itu.

Masih bisa dia ingat jelas, bagaimana pertemuan mereka sekitar empat tahun yang lalu, saat Biola baru saja bekerja sebagai pegawai toko buku, sementara Dion saat itu bekerja sebagai manager toko sepatu yang berada tepat di seberang toko buku tempat Biola bekerja.

Nyaris tiap hari mereka berpapasan, meski hanya sekadar 'hi-bye' saja, sampai suatu hari Dion memberanikan diri untuk meminta langsung nomor pribadi milik Biola, lalu secara terang-terangan berkata ingin mengenalnya lebih dekat.

Bak gayung bersambut, dengan senang hati Biola menerima niat baik Dion. Kurang dari setahun, mereka memutuskan untuk menjadi sepasang kekasih.

Setahun yang lalu, Dion mendapat promosi, dirinya diangkat menjadi store supervisor, tentu itu kabar baik, tapi kabar buruknya, Dion dipindahkan ke toko cabang yang lebih besar, jaraknya sekitar dua jam berkendara dari toko yang lama.

Hampir selama lima bulan lamanya dia tidak bisa bertemu secara intens dengan Biola. Sampai suatu hari Dion menyampaikan ide gilanya, yaitu mengajak Biola untuk tinggal bersama. Untungnya Dion memang sudah memiliki sebuah apartemen yang baru dia beli kira-kira satu tahun yang lalu. Meski terdengar agak gila, Biola setuju, meski pada awalnya ada sedikit keraguan.

"Kamu jangan takut, Sayang, sebentar lagi kita juga akan menikah."

Itu yang diucapkan oleh Dion, berulang kali.

"Terus kenapa nggak secepatnya aja? Apa bedanya hari ini dengan besok?"

Dan seperti itulah Biola merespons.

"Semua ada waktunya, Sayang. Kamu tau kan, adik aku, Tiara, sekarang dia masih kuliah semester akhir, dan aku yang membiayai semua kebutuhan dia. Aku janji, setelah dia lulus, aku akan langsung menikahi kamu, berarti sekitar tahun depan paling lama. Aku janji. Kamu bisa pegang janji aku."

Kata-kata manis Dion berhasil membuat Biola luluh. Dia mengaku ingin mengekos seorang diri kepada ibunya agar diizinkan untuk keluar dari rumah. Dan sejak saat itulah dia tinggal berdua bersama Dion. Semua menjadi lengkap ketika bulan lalu Biola mendapat kabar soal promosinya, pernikahan mereka terasa kian menjadi lebih dekat dari rencana semula.

Tiada hari yang tak manis bila keduanya bersama.

***

"Kamu hari ini berangkat naik kereta atau mau aku antar?" tanya Dion sambil memandangi punggung Biola yang sedang sibuk menyiapkan sarapan.

"Naik kereta aja kayak biasanya, kamu kerja juga kan? Repot banget kalau kamu harus bolak-balik demi ngantar aku, Yang." Biola menjawab tanpa beralih sedikit pun dari telur mata sapi yang sedang dia masak.

Perlahan tapi pasti, Dion bangkit dari tempat tidur lalu mendekati Biola yang berada di dapur. Dengan mesra, dia memeluk kekasih mungilnya itu dari belakang.

"I missed you," ucap Dion dengan manja seraya menaruh dagunya di atas pundak Biola yang terekspos mulus. Tangannya yang besar dan hangat merayap dari lengan bawah Biola, naik sampai ke bahunya yang kuning langsat.

Ucapan manis Dion itu sukses membuat pipi Biola bersemu merah lantaran malu. "Apaan sih kamu! Tiap hari kamu liat muka aku, kangen gimana?!" ujarnya pura-pura sebal demi menutupi rasa malu yang teramat besar menyerangnya.

"Tiap hari pun rasanya nggak cukup. Bahkan tiap detik sama kamu pun rasanya nggak akan cukup buat aku."

Penuh cinta yang melambung, Dion mengecup pundak Biola yang halus, menciptakan semu merah di pipi ranum Biola, seolah dia baru saja berjemur di bawah sinar matahari pagi yang terik.

"Berlebihan ah kamu!" Biola menyikut manis Dion.

"Hari ini aku mau lebih lama sama kamu, jangan cepat-cepat berangkat dong hari ini," rengek Dion seperti seorang anak yang merajuk, seraya dia usap-usap manja perut rata Biola.

Biola terdiam.

"Hm? La? Ola?" panggil Dion.

Kemudian Biola menepis pelan tangan Dion dari tubuhnya. "Maaf ya, Sayang ... aku juga pengin lebih lama sama kamu, tapi hari ini aku harus pergi cepat."

"Kenapa? Mau ada kunjungan dari pusat?"

"Bukan. Hari ini ada asisten toko yang baru masuk," ungkap Biola.

Raut muka Dion berubah agak tegang.

Asisten Toko? Tiba-tiba saja, tanpa ada pemberitahuan sebelumnya dari Biola?

"Kamu kok nggak cerita sama aku?" Intonasi Dion berubah agak tawar, tak semanis sebelumnya.

"Sorry, Honey ... aku lupa, sebetulnya aku mau kasih tau kamu dari minggu lalu, tapi entah kenapa aku lupa melulu, deh." Biola berbalik badan, berniat untuk membujuk kekasih hatinya itu sebelum dia terlanjur merajuk. Seperti biasa, Dion selalu menuntut lebih, dia selalu ingin menjadi prioritas, yang pertama tahu soal sekecil apa pun yang menyangkut Biola.

Muka Dion masih tegang seperti yang tadi, tak berubah hanya karena bujukan manis Biola.

"Cewek atau cowok?" selidik Dion dengan alis terangkat satu.

"Soal itu aku juga belum tau, kok. Nanti aku pasti langsung ngasih tau kamu kalau aku udah ketemu sama dia, ya?"

Dion masih tak bergeming dengan rayuan manis Biola.

"Asisten Toko ..." Dion bergumam tidak jelas. "Itu artinya dia bakal jadi asisten kamu, dong? Kamu kan manager barunya! Itu bener?"

Biola kehabisan kata-kata dibuat Dion. Sebetulnya dia ingin sekali langsung mengiyakan pertanyaan Dion, tapi dia mengerti konsekuensinya.

"Kamu kan udah tau apa artinya ... kenapa nanya lagi, sih?" Biola mengelus lembut lengan kekar Dion.

"Aku mau mastiin aja. Bener kan, itu artinya dia bakal jadi asisten kamu?!" Suara Dion meninggi sedikit. "Bagus ... kalau sampe dia laki-laki, itu artinya bagus buat kamu!" Dion terdengar sangat sarkastis.

"Ya ampun, Sayang ... mau dia laki-laki atau perempuan, itu nggak terlalu penting buat aku." Biola masih tak menyerah. "Dengar, Honey ... kita kerja profesional, kan? Kamu tau aku, kan? Kamu juga tau ada banyak karyawan cowok di kantor, apa aku peduli? Nggak sama sekali! Kamu tau ... mataku ini, hatiku ini ... tertujunya cuma sama satu, itu kamu, Sayang!" Biola memberi gombalan maut yang sukses membuat hati Dion berbunga.

Lekas, dengan senyum tulus, Dion meraih Biola ke dalam pelukannya. "Ini bikin aku makin takut kehilangan kamu!"

Biola bernapas lega. Syukurlah, setidaknya untuk saat ini, dia bisa meyakinkan Dion.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status