Dari dalam kamarnya, Raisa mendengar ada suara yang sedang membersihkan ruang tamu.
"Ah, sepertinya si comel itu sedang membersihkan ruang tamu," gumam Raisa dalam hatinya. Maksudnya si comel itu adalah Maria.
Raisa berpikir jika Maria yang sedang membersihkan ruang tamu. Karena memang itu kewajibannya, setelah anaknya membuat berantakan rumah ibunya.
Kemudian Raisa melanjutkan kembali pekerjaannya di dalam kamar. Merapikan baju-baju yang masih ada di dalam tasnya. Karena dia belum sempat membongkar baju usai acara pernikahan kemarin.
Tiba-tiba saja terdengar suara celetukan dari Ratih, kakak tertua Faisal.
"Bu, mantu baru ngapain aja di rumah?" Teriak Ratih yang terdengar jelas di telinga Raisa. Sepertinya kakak tertua Faisal itu sedang menyinggung dirinya.
Raisa langsung menghentikan aktivitasnya, saat mendengar suara Ratih menyebut namanya.
"Ini ulah anak Maria. Memang biasanya mereka habis berantak rumah langsung di tinggal pergi," Kata Bu Leha dengan suara yang parau.
"Tapi ibu sudah tua. Masa iya, dia gak mau bantuin ibu membersihkan rumah?" Sindir Ratih yang terus menyindir Raisa.
Raisa benar-benar tak menyangka, jika dirinya akan terus menjadi bulan-bulanan kakak iparnya. Apa salah dirinya yang baru sehari tinggal dirumah itu. Sementara dia selalu saja disindir dan salahkan. Ada masalah apa ipar sama dirinya? Hal itu menjadi tanda tanya besar untuk Raisa.
"Sudahlah Ratih! Ibu masih bisa mengerjakannya sendiri," ucap Bu Leha yang sepertinya membela Raisa.
Raisa belum tahu dengan sifat ibunya Faisal. Apakah dia akan membela dirinya atau hanya berpura-pura saja. Tetapi sebagai orang tua dari sang suami, Raisa harus hormat dan menyayanginya.
Raisa mendengus kesal mendengar perkataan kakak tertua Faisal. Ingin rasanya dia melawan, namun istri Faisal itu tidak ingin mencari keributan.
Sementara ini Raisa akan tahan dengan ucapan dan sindiran mereka yang tidak mengenakkan hatinya. Tetapi kalau sudah benar-benar menyakiti hatinya, baru Raisa akan melawannya.
Raisa kembali melanjutkan pekerjaannya merapikan baju, lalu memasukkannya ke dalam lemari.
"Kenapa sikap mereka berubah seratus delapan puluh derajat ya?" Gerutu Raisa dalam hatinya. "Padahal dulu, mereka baik-baik saja memperlakukanku. Kenapa sekarang memperlakukan aku seperti seolah-olah pembantu dirumah ini?" Gumamnya yang begitu kesal mendengar celotehan Ratih.
Beberapa saat kemudian, tak ada lagi suara ipar maupun mertuanya diluar kamar. Raisa merasa sepertinya mereka lelah terus menyinggung dirinya. Karena sedari tadi Raisa tidak keluar dari kamarnya. Biarlah dia dibilang menantu tak tahu diri.
Selesai merapikan baju, Raisa pun keluar dari kamarnya. Dia melihat ruang tamu sudah tertata rapi dan bersih. Kemudian wanita muda berlesung pipi itu langsung menuju dapur, karena perutnya terasa sangat lapar.
Raisa melihat tidak ada lauk ataupun nasi yang sudah di masak. Namun piring kotor sudah berserakan di wastafel. Padahal tadi pagi Faisal sudah mencuci piringnya.
Geram sekali Raisa melihat dapur yang berantakan. Ingin rasanya dia berteriak dan marah-marah. Namun lagi-lagi Faisal mengingatkannya untuk tidak membuat keributan di rumah ibunya.
Akhirnya Raisa mencuci semua piring kotor yang sudah tertumpuk di wastafel.
Sebanyak apapun dia bekerja dirumah mertuanya, pasti tak akan terlihat oleh ipar-iparnya. Hal itu sudah lumrah diketahui oleh Raisa saat menonton acara sinetron di televisi. Ternyata hal itu ternyata padanya, yang terus disindir oleh ipar-iparnya. Baru saja sehari Raisa tinggal dirumah suaminya, bagaimana nanti seminggu ataupun selamanya? Sementara sang suami tak ingin diajak pindah olehnya.
Selesai mencuci piring, Raisa melihat ke arah tempat penyimpanan beras. Tak ada sedikitpun sisa beras di sana. Begitu juga dengan kulkas yang tidak ada isinya hanya air putih didalam botol.
Wanita cantik itu hanya bisa meneguk ludahnya, menahan lapar yang sedari tadi ditahan. Raisa enggan keluar saat mendengar suara iparnya tadi. Dia sangat malas berdebat dengan kakak dari Faisal itu.
Sementara Raisa lupa untuk meminta uang pada Faisal. Sedangkan saat ini dia tidak memegang uang sepeser pun. Perutnya sudah sangat lapar, tak ada makanan yang tersaji di dapur. Begitu juga bahan mentah yang tidak tersedia.
Akhirnya Raisa masuk kedalam kamarnya, lalu berbaring di tempat tidur. Wanita muda itu menunggu suaminya pulang ke rumah.
Di dalam kamar, Raisa terus memegang perutnya karena belum terisi sejak pagi. Terdengar suara gemericik didalam perut. Sepertinya cacing didalam perutnya pun juga memberontak. Tadi Raisa lupa meminta uang kepada Faisal untuk membeli makanan.
Seharusnya suaminya itu memberikan uang tanpa harus diminta oleh istrinya.
"Sa, kalau kamu mau jalan-jalan, nanti hubungi aku ya. Aku siap mengantarmu," kata Faisal saat mengantar Raisa sekolah.
Saat itu Raisa memang tak pernah diizinkan keluar rumah oleh kedua orang tuanya.
"Bu, aku mau pergi sama Lina. Mereka sudah membelikan aku tiket nonton bioskop," rengek Raisa pada sang ibu.
"Jangan Raisa, nanti siapa yang jaga warung ibu?" kata ibunya Raisa melarang.
"Tapi Bu, aku ingin sekali nonton film itu." Raisa terlihat mencebikkan bibirnya karena kesal tak disetujui pergi oleh sang ibu
"Sekali enggak, tetap enggak. Ingat Sa, pergaulan diluar itu sangat bebas. Ibu gak mau kamu kenal sama orang gak benar."
Raisa hanya bisa menahan kekesalan saat tak diizinkan untuk menonton bioskop bersama dengan temannya.
Seketika Raisa hanya tersenyum miris mengingat masa lalunya yang begitu terkekang.
Harapan perempuan berkulit putih itu bisa bebas setelah menikah, ternyata kandas setelah tahu sifat asli keluarga Faisal.
Ditambah lagi Faisal tidak memberikannya uang nafkah belanja. Saat perutnya lapar, Raisa tak memegang uang sepeserpun.
-
Silakan subscribe ceritaku ya.
"Silakan duduk dan bergabung dengan yang lain," suruh Aldo pada Jenifer dengan tatapan dingin."I-iya, Pak," kata Jenifer dengan suara terbata-bata. Ia sangat malu karena Aldo tidak menanggapi penampilannya.Bianca, yang berada di sebelah Aldo, hanya tersenyum mengejek. Dalam hatinya ia berkata, “Aku aja sekretarisnya disuruh ganti baju dan celana panjang. Pak Aldo nggak tertarik sama wanita kecentilan kayak kamu.”Aldo mulai membuka pembicaraan. Ia menjelaskan tentang permintaan dari para konsumennya. Mereka yang menawarkan kerja sama harus sesuai dengan target pasar.Kemudian, produk yang ditawarkan oleh Johnson Corp memang lebih menarik. Namun, sekilas Aldo langsung menolaknya karena ia sangat mengetahui siapa pemiliknya.Rapat akan dibuka kembali besok pagi. Aldo masih mencari supplier yang cocok untuk pangsa pasarnya. Ia memberikan kesempatan pada para pebisnis baru yang ingin menawarkan produknya.Selesai rapat, Jenifer langsung menghampiri Aldo."Pak, produk kami lebih berkuali
Raisa dan Aldo telah menyelesaikan makan malamnya. Kini mereka antre untuk membelikan es krim."Kau mau beli berapa?" tanya Raisa yang ikut berdiri di sebelah Aldo."Untuk seisi rumah, ada berapa orang?" tanya Aldo.Raisa menghitung jumlah orang yang ada di rumah."Enam," jawab Raisa."Baiklah," jawab Aldo yang sudah menuju meja kasir.Kemudian Aldo membeli banyak pesanan, hingga dia kerepotan untuk membawanya."Mengapa kau begitu banyak membeli makanan?" tanya Raisa."Aku ingin makan bersama mereka di rumah," kata Aldo dengan jalan tertatih karena repot membawa barang belanjaan.Kemudian Raisa membukakan pintu mobil dan menaruh makanan di bangku belakang.Mereka sudah masuk ke dalam mobil dan mulai melaju menuju rumah Arifin."Raisa, apakah kau masih belum menerimaku?" tanya Aldo dengan mata yang fokus ke arah jalan."Aku sedang mencoba," jawab Raisa."Baiklah, aku akan selalu menjaga kepercayaanmu. Aku harap secepatnya kau membuka hatimu," pinta Aldo.Sesampainya di rumah, Aldo dan
Raisa..." suara yang tak asing pun terdengar di telinga Raisa.Raisa langsung menoleh ke arah samping, saat dia akan keluar gerbang sekolah."Aldo..." lirihnya.Aldo menghampiri Raisa. "Aku antar pulang," kata Aldo sambil membungkukkan badannya."Apa kau tidak punya kerjaan?" tanya Raisa yang heran dengan keberadaan Aldo setiap saat."Ini sudah jam pulang kantor, dan aku sudah menunggumu dari satu jam yang lalu," kata Aldo dengan wajah memelas."Aku tidak menyuruhmu," jawab Raisa dengan wajah yang malas."Mengapa kau keluar terlambat?" tanya Aldo."Eh, Mas Aldo, mau jemput istrinya ya?" tanya salah seorang wali murid yang sedang menjemput anaknya. Kebetulan sang anak adalah siswa yang ikut kompetisi, jadi pulangnya lebih sore."Istri?" batin Raisa sambil melihat ke arah Aldo, dan Aldo hanya tersenyum menanggapi pertanyaan wali murid."Iya..." jawaban Aldo yang membuat Raisa gusar."Bu Raisa beruntung, loh, punya suami kaya, terkenal, tampan lagi."Raisa hanya tersenyum pias menanggapi
Raisa langsung menghampiri sekumpulan ibu guru yang mengerumuni Aldo."Bu Raisa, sini foto," panggil Angelica, yang merupakan guru paling modis dan termuda dari guru yang lain.Raisa hanya tersenyum malas saat melihat kegenitan Aldo di depan ibu-ibu yang berada di sekelilingnya."Memang dia siapa, Bu, kok pada minta foto?" tanya Raisa dengan tangan bersedekap."Ih, Bu Raisa gak tahu? Apa dia tuh pengusaha muda yang lagi terkenal itu, loh," sahut Jessy yang mengarahkan kamera ponsel ke Aldo."Ish," gumam Raisa yang melihat Aldo begitu narsis."Eh, sudah dulu ya, Bu-Ibu, aku mau bicara dengan Mama Alesha," kata Aldo menyudahi acara sesi foto-foto."Yah..." sorak ibu-ibu yang kecewa, namun begitu terkejut saat tahu dia adalah ayahnya Alesha.Semua ibu-ibu pada berbisik dan bergosip, menceritakan Aldo yang sudah mempunyai anak."Alesha, kok kamu gak ngomong sih kalo Papa kamu itu Revaldo Junior?" celetuk Angelica sambil mendekati Alesha.Angelica adalah wali kelas Alesha, dan dia sangat r
Baiklah, kita pergi membeli es krim," kata Fay yang langsung mengulurkan tangannya ke Alesha.Karena Alesha sudah akrab dengan Fay, maka dia menyambut uluran tangan dari Fay.Fay menuntun Alesha menuju tempat parkir mobil. Raisa dan Calantha pun mengikuti di belakang.Tiba-tiba, saat akan memasuki mobil, tangan Raisa dicegah oleh Aldo."Kau mau ke mana?" tanya Aldo yang sudah memegang lengan Raisa."Fay mengajak kami makan siang," jawab Raisa."Alesha, ayo ikut Papa," kata Aldo seraya membungkukkan badannya ke arah jendela mobil Fay.Alesha terlihat sudah duduk di bangku paling depan."Ikut ke mana, Pah?" tanya Alesha dengan nada suaranya yang lembut."Papa mau beli es krim sama Mama," kata Aldo yang memang tahu kesukaan Alesha."Tapi Om Fay juga mau beliin es krim," jawab Alesha.Aldo langsung menatap tajam ke arah Fay, lalu beralih ke Alesha."Ikut Papa, yuk. Papa udah laper, nih. Temenin Papa makan, ya!" pinta Aldo pada Alesha dengan wajah memelas."Hey, aku yang mengajaknya terleb
Sesampainya di rumah, keluarga Arifin telah menunggu kedatangan Alesha."Alesha," panggil Beby lalu memeluknya."Kak Beby," panggil Alesha, dan seluruh anggota keluarga terkejut saat Alesha memanggil Beby."Kamu sudah bisa manggil aku?" kata Beby yang begitu senang dengan panggilan Alesha."Beby, Alesha lelah. Ajak ke kamarnya," perintah Merlin."Ayo, Ale, kita ke kamar," ajak Beby yang menuntun tangan Alesha masuk ke dalam rumah."Bagaimana jalan-jalannya?" tanya Arifin yang juga menyambut kedatangan Raisa malam ini."Senang, Pah. Alesha senang sekali," kata Aldo semangat."Iya, sudah, kalian masuklah. Kita mau makan malam," kata Merlin yang menyuruh Raisa dan Aldo masuk ke dalam rumah.Mereka makan bersama-sama, menikmati hidangan yang dibuat oleh Merlin.Pagi pun tiba. Alesha sudah kembali normal layaknya bocah usia 5 tahun.Dia mulai mengusili orang rumah, karena Aldo sedang menginap di rumah Arifin.Saat Aldo tertidur di sofa, Alesha datang menjahilinya dengan mencubit hidungnya.