共有

KPS - 4

作者: Reinee
last update 最終更新日: 2021-05-03 19:29:27

"Kamu tidak akan bisa menghidupi anak-anak tanpa aku, Ra. Itulah kenapa aku tidak akan pernah menceraikanmu," ucap Mas Dhani dengan angkuhnya.

"Jangan terlalu percaya diri, Mas. Aku tidak butuh belas kasihanmu untuk menghidupi anak-anak. Mereka tidak akan kubiarkan melihat kehidupan kita yang seperti ini. Apa jadinya mereka nanti jika sampai ada yang menirumu?"

"Maksud kamu apa, Ra?!” Nada ucapannya mulai meninggi.

"Kalau aku tetap bersama kamu, anak-anak akan menormalisasi kelakuanmu, Mas. Aku tidak ingin mereka kelak melakukan hal sepertimu."

"Tapi aku masih mencintai kamu, Aira. Aku mencintai anak-anak lebih dari apapun. Aku tidak mungkin meninggalkan kalian. Aku ... aku tuh sebenarnya terpaksa menikahinya karena ...."

"Kamu tidak mungkin melakukan semua ini jika mencintai kami. Cukup ya, Mas! Aku tidak mau mendengar alasan apapun lagi darimu. Bahkan alasan kenapa kamu menikah dengan wanita itu, aku sama sekali tidak ingin tahu. Kebohonganmu sudah sangat keterlaluan, Mas. Sekarang, tolong pergi dari sini. Tinggalkan aku dan anak-anak!"

"Tidak bisa begitu! Ini masih rumahku lho. Aku masih berhak tinggal di sini."

"No,no! Jangan sembarangan! Rumah ini dan semua isinya tidak sebanding dengan bertahun-tahun kau tinggalkan aku sendirian merawat mereka. Semua itu belum ada apa-apanya, Mas. Apa masih tega kamu mau ambil semua yang sudah kamu berikan pada kami ini? Tolong pergi sekarang, Mas!" teriakku.

"Nggak, Ra. Aku nggak akan pergi!" Mas Dhani tak mau kalah. Nada bicaranya makin meninggi.

"Ayah pergi saja. Tidak ada gunanya ayah di sini. Kami juga tidak mau melihat Ayah di sini lagi."

Alif tiba-tiba muncul dari ruang tengah. Adnan yang sempat menyusulnya ke kamar Shofi pun ikut muncul setelahnya.

"Kamu dengar itu, Mas? Sekarang pergilah!" kataku getir.

Mas Dhani pasti tak pernah menyangka dengan keberanian anak-anaknya itu. Wajahnya sampai memerah menahan marah yang tak bisa sepenuhnya dia luapkan pada anak-anaknya. Mungkin dia berpikir melampiaskan emosi pada anak-anaknya justru akan mengakibatkan kehilangan simpati mereka.

"Kamu benar-benar keterlaluan, Aira! Sekarang kamu mengajarkan anak-anak untuk membenciku?" Sudah kuduga, dia pasti akan bicara seperti itu.

“Bukan aku yang mengajarkan semua itu pada mereka. Kelakuanmu sendiri yang menjadikan mereka seperti itu, Mas.”

"Oke, oke, kalian ternyata memang sudah tidak bisa diatur sekarang. Hanya karena masalah sepele seperti ini, kalian jadi melupakan perjuanganku selama ini. Aku mau lihat, apakah setelah aku pergi kalian akan masih bisa bertahan. Aku ingin lihat, Aira!"

Usai berucap demikian, Mas Dhani terlihat berlalu meninggalkan rumah. Wajahnya bersungut-sungut. Saat mendengar mobilnya melaju meninggalkan rumah, aku tak kuasa menahan lagi. Ketegaran yang tadi sempat ku perlihatkan padanya sudah pergi entah kemana. Aku ambruk.

"Ibu!" Masih sempat kudengar teriakan Alif dan Adnan bersamaan sebelum aku tak sadarkan diri.

Beberapa saat kemudian, aku berhasil membuka mata kembali. Kepalaku ternyata sudah ditopang dengan bantal. Wajah Alif terlihat lega melihatku sadar. Dia pun segera meminta Adnan untuk mengambilkan air minum untukku.

"Maafkan ibu ya, Mas. Ibu terpaksa melakukan semua ini. Ibu bukan ingin egois dan mementingkan perasaan ibu sendiri, tapi ibu tidak sanggup lagi hidup bersama ayah dalam keadaan seperti ini. Maaf jika nanti setelah ini hidup kita tak akan sama lagi seperti kemarin." Aku akhirnya bisa menumpahkan segala sesal pada anak-anak beberapa menit berikutnya.

"Sudahlah,, ibu jangan mikirin itu. Ibu istirahat dulu saja. Alif antar ke kamar ya?" Alif membantuku bangkit, lalu memapahku menuju kamar. Sementara Adnan mengikuti di belakang.

Aku tahu, setelah ini kehidupanku pasti akan berubah drastis. Selama ini, Mas Dhani lah satu-satunya penopang perekonomian di keluarga ini. Aku tak pernah bisa bekerja setelah dia memutuskan merantau beberapa tahun lalu. Mengurus semua keperluan anak-anak sendirian, belum lagi harus rutin mengawasi dua mertua selama ini, praktis membuatku tak punya banyak waktu lagi.

Mungkin setelah ini, Mas Dhani tidak akan lagi memberikan nafkah seperti biasa. Kepalaku mendadak pusing. Aku harus mulai berpikir untuk bekerja sekarang. Tapi apa kira-kira yang bisa kulakukan? Tiba-tiba penyesalan itu datang. Bukan penyesalan telah meminta pisah, tapi seharusnya sejak dulu akuberpikir untuk mencari penghasilan sendiri. Takdir tak pernah ada yang bisa menebak.

Seandainya aku tahu Mas Dhani akan berbuat setega itu, mungkin aku akan sudah bersiap untuk itu. Walau pastinya bukan takdir seperti itu yang kuinginkan.

*****

"Mas, bolehkah ibu menjual satu motor kita?" tanyaku malam itu usai melihat ketiga anakku menghabiskan makanan di piring masing-masing.

"Jual motor buat apa, Bu?" Alif sontak bertanya.

"Ibu butuh modal untuk membuka usaha. Sepertinya ibu punya ide untuk berjualan makanan. Mungkin, setelah ini ayah tidak akan lagi memberi kita uang. Jadi ibu harus bekerja. Gimana, boleh tidak?"

Alif tercenung mendengar kata-kataku. Mungkin dia mulai paham kenapa aku meminta maaf padanya dan Adnan semalam. Ibunya ini sudah tak lagi bisa bergantung pada ayah mereka.

"Kalau motornya dijual satu, trus Adnan gimana sekolahnya, Bu?" Berbeda dengan Alif, Adnan mulai protes.

"Untuk sementara, Adnan boncengan dulu sama Mas Alif. Nanti Sofi biar Ibu yang antar jemput pake mobil," jelasku.

"Tapi kan jadwal kami kadang beda, Bu," ujar Adnan lagi.

Aku menarik nafas dalam. Sofia malam itu terlihat lebih pendiam. Dia hanya terlihat menunduk sambil memainkan sendok di piringnya. Barangkali dia masih shock dengan insiden yang terjadi antara dirinya dan ayahnya.

"Ya sudah kalau gitu ibu nggak jadi jual motornya. Ibu jual perhiasan simpanan ibu saja." Aku mendesah. Aku memang tidak boleh egois. Walau sebenarnya sangat sayang menjual perhiasan itu, mengingat beberapa di antaranya adalah pemberian mendiang ibu. Namun aku tak ingin anak-anak sedih karena merasa harus ikut berkorban.

"Nggak usah, Bu. Biar motor Alif aja yang dijual. Alif bisa pulang naik angkot. Nanti berangkatnya aja nebeng Ibu sambil ngantar Sofi." Alif berusaha mencarikan jalan keluar.

"Tapi Mas, Kamu kan butuh cepat kemana-mana. Sudah mau ujian juga kan?" cegahku.

"Nggak apa-apa, Bu. Santai aja."

"Bener nggak apa-apa, Mas?"

Alif langsung mengangguk dengan senyumnya yang tulus. Melihat senyum anak sulungku itu, rasanya beban di pundakku sedikit berkurang.

Bersambung …

この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード
コメント (2)
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Katanya mau dipenjarain mn ngemeng donk lu
goodnovel comment avatar
Roszilah Talib
Alif anak yang baik
すべてのコメントを表示

最新チャプター

  • KABAR PERNIKAHAN SUAMIKU   PASANGAN-PASANGAN BAHAGIA (ENDING)

    "Retha!" Alif segera menyambar beberapa buku yang sudah diincarnya sejak tadi dari etalase saat dilihatnya seperti sosok adiknya di rak buku tak jauh dari tempatnya berdiri.Gadis yang merasa dipanggil itu pun langsung menoleh. Dia kaget melihat ternyata Alif pun sedang berada di toko buku yang sama dengan dirinya saat itu."Sama siapa?" tanya Alif saat akhirnya berhasil mendekat pada adiknya."Mmmm, sama ... Abidzar," jawabnya sedikit gugup."Oya? Mana dia?" Alif mengedarkan pandangannya ke sekeliling, mencari-cari sosok Abidzar di tempat itu. Bibirnya nampak mengembangkan senyum saat akhirnya menemukan pemuda itu diantara buku-buku bisnis."Kamu sendiri sama siapa?" tanya balik Maretha setelah merasa Alif tak lagi sedang menertawakannya.

  • KABAR PERNIKAHAN SUAMIKU   SEMUA BISA BERUBAH

    Siang itu Alif rupanya mulai mengenal sosok Aisha. Gadis yang terlihat seperti anak kecil saat di kampus itu ternyata lebih mandiri dari yang dia tahu. Ayahnya berprofesi sebagai seorang Pegawai Negeri Sipil, membesarkan Aisha sendiri tanpa bantuan pembantu. Sejak SMP ternyata Aisha telah diajari mandiri oleh ayahnya itu. Dia pun tumbuh menjadi gadis yang serba bisa dalam mengurus rumah."Kadang aku iri Lif waktu jaman masih sekolah, melihat teman-teman masih punya keluarga lengkap. Tapi tiap kali ayah selalu bisa membesarkan hatiku. Dan dia mampu menunjukkan padaku bahwa hidup bersamanya saja juga sudah cukup."Aisha masih melanjutkan pembicaraan di sela-sela acara makan mereka."Hidup itu hanya saling lihat satu sama lain kok, Sha. Yang kelihatannya bahagia belum tentu merasa seperti itu aslinya. Saat kamu cerita tadi aku malah merasa kamu itu lebih beruntung m

  • KABAR PERNIKAHAN SUAMIKU   ALIF & AISHA

    Mendengar kalimat Abidzar, Alif tiba-tiba bisa menebak bahwa adik tirinya itu kemungkinan sudah mulai suka sama Abidzar. Buktinya dia sudah mau membuka diri untuk membahas masalah yang lebih pribadi pada sahabatnya itu."Memangnya Retha bilang apa sama kamu?""Dia sih cuma pengen tau pendapatku soal cewek yang udah nggak virgin. Trus dia juga tanya masalah pasangan hidup yang sudah nggak virgin. Sori ya Lif sebelumnya, apa Maretha itu ...." Abidzar tak sampai hati melanjutkan kalimatnya."Aku bukan orang yang berhak menjawab itu, Bi. Aku rasa kamu sendiri yang harus nanyain langsung sama Retha kalau memang kamu serius sama dia. Memangnya kalau boleh tau seserius apa sih kamu sama Retha?""Mau jawaban jujur, Lif?"

  • KABAR PERNIKAHAN SUAMIKU   OBROLAN SERIUS CALON IPAR

    "Kenapa sih tiba-tiba tanya-tanya masalah kayak gitu, Reth?""Heh? Apa? Enggak, nggak apa-apa. Pengen tau aja pandangan cowok soal itu." Maretha mendadak gugup dengan pertanyaan Abidzar yang tak disangkanya itu."Allah itu sudah memberikan jodoh pada masing-masing orang. Dan saat sepasang jodoh itu sudah dipertemukan, hal-hal seperti itu sudah nggak akan ada pengaruhnya lagi. Maksudku, pasangan yang memang sudah ditakdirkan berjodoh tak akan sempat memikirkan hal-hal kayak gitu, Reth. Lagian orang-orang sekarang kurasa lebih open minded kok. Kita para cowok juga nggak merasa suci-suci amat. Jadi kalau aku, seperti apa di masa sekarang jauh lebih penting sih dibanding masih terus berkutat mempermasalahkan masa lalunya.""Oya?""Aku sih gitu.""Trus ngapain kamu ngejar-ngejar aku? Bukannya ka

  • KABAR PERNIKAHAN SUAMIKU   KEMATIAN SORAYA

    Hari menjelang siang saat Adnan baru bisa menghempaskan punggungnya ke sebuah sandaran bangku rumah sakit tak jauh dari kamar perawatan istri dan anaknya.Rasa kantuk yang dari dini hari sempat tak dirasakannya kini seperti menggelayuti dan membuatnya tak tahan lagi, hingga kemudian pemuda itu pun jatuh tertidur di bangku itu.Baru sekitar lima belas menit Adnan terlelap, tiba-tiba ponsel di sakunya berbunyi. Dengan gerakan cepat karena kaget, Adnan pun sontak bangkit dari posisi rebahannya. Kemudian segera diraihnya ponsel itu. Dahinya sedikit berkerut saat melihat sebuah panggilan dari nomer asing."Ya?" sapanya sedikit malas."Nak Adnan?" tanya suara seorang wanita dari seberang.Awalnya Adnan mengira itu salah satu temannya atau teman Gina yang ingin mengucapkan

  • KABAR PERNIKAHAN SUAMIKU   CUCU PERTAMA AIRA

    Kali ini Maretha hanya terdiam. Gadis itu hampir saja melupakan pertemuannya dengan sang papa dan ibu tirinya. Waktu itu dirinya dan Alif memang sudah janji pada kedua orangtua itu akan menjalin hubungan kakak dan adik dengan baik lagi seperti sebelumnya."Oke, oke, baik. Kalau kamu mau hubungan kita baik, jangan ganggu-ganggu aku lagi dong kalau gitu.""Kenapa harus begitu? Aku kan peduli sama kamu, Reth. Kamu jangan salah paham.""Sudah kubilang aku nggak butuh pelindung ya, Lif. Ngeyel banget sih kamu itu." Maretha kini terlihat mulai kesal. Tapi dalam hati sebenarnya tak ada yang tahu bahwa dia senang dengan perhatian Alif padanya hingga saat ini.Alif kembali menengok ke sekeliling. Saat dirasanya mereka hanya berdua saja di t

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status