Share

KABAR PERNIKAHAN SUAMIKU
KABAR PERNIKAHAN SUAMIKU
Penulis: Reinee

KPS - 1

Penulis: Reinee
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-03 19:26:59

"Bulan depan pulang kan, Mas?" Aku bertanya dengan perasaan rindu yang sudah tak tertahan.

"Kayaknya nggak bisa, Dek. Maaf ya? Bulan depannya lagi aja deh aku usahakan pulang ya?" Tapi jawabannya seketika membuat lidahku tiba-tiba kelu. Sudah berbulan-bulan, apakah dia tidak merasakan kerinduan pada istrinya ini?

"Ta-pi anak-anak sudah nanyain terus

loh, Mas,” protesku kemudian.

"Iya, aku ngerti Dek. Tapi beneran aku ada tugas penting dadakan di kantor,” jelasnya dari seberang dengan nada sesal.

Kuhela nafas dalam. Kerinduanku ternyata sia-sia. Berbulan-bulan telah ku pendam hasrat, tapi untuk memaksanya pulang, sungguh aku tak punya daya. Aku tahu Mas Dhani rela berjauhan denganku demi ketiga buah hati kami.

Usai menarik nafas panjang, akhirnya bisa kutahan air bening di mata untuk tak menetes. Tak ingin tambah membebani Mas Dhani dengan rengekanku.

"Dek, Kamu denger aku kan?" Suara Mas Dhani terdengar lagi.

"I-iya, Mas. Maaf, aku sambil masak buat makan siang anak-anak,” jelasku dengan suara sedikit terbata.

"Oh ya udah deh kalau gitu. Lanjutin aja dulu masaknya. Nanti aku telpon lagi," ujarnya. Lantas ia pun memutus panggilan telepon usai berpamitan.

Selama menjalani hubungan jarak jauh, aku tak pernah cukup terganggu dengan ucapannya di telepon seperti siang itu. Aku sendiri pun tak mengerti kenapa.

"Ibu ngapain sih, masak kok sambil bengong?" Sofia, bungsuku yang kini telah duduk di bangku kelas 2 SMP tiba-tiba sudah berdiri di samping. Tangannya melambai-lambai di depan wajahku.

"Eh, Adek ngagetin aja. Udah pulang ya? Kok ibu nggak dengar?" Kukembangkan senyum termanis padanya.

"Ibu sih melamun aja. Nggak dengar kan jadinya?" Bibir gadis remaja itu pun terlihat langsung mengerucut.

"Iya, iya, maaf deh. Barusan ayah telpon. Jadi ibu nggak fokus,” tawaku ringan. “Ngomong-ngomong, Mas Alif sama Mas Adnan udah pulang belum, Dek?" lanjutku.

"Udah dong. Tadi kan Sofi dijemput sama Mas Alif. Mas Adnan juga udah di kamarnya tuh.” Gadis itu menunjuk ke arah kamar dua kakaknya dengan dagu.

"Oh, ya udah kalau gitu, kita makan sekarang yuk," ajakku..

"Oke." Gadis remaja itu pun bergegas menuju kamar kedua kakaknya untuk memanggil.

Sejak Mas Dhani memutuskan merantau beberapa tahun lalu, aku berperan selayaknya orang tua tunggal. Mengurus sendiri kebutuhan ketiga anak kami dengan bantuan finansial saja darinya. Saat sedang di rumah pun, Mas Dhani sangat jarang ikut repot dengan segala urusan anak-anak. Tapi selama ini, aku oke, karena tak pernah merasa kekurangan dengan nafkah lahir batin yang diberikannya.

Masih belum sepenuhnya move on dari ucapan Mas Dhani di telepon, aku malah dikejutkan dengan obrolan aneh anak-anak di meja makan siang itu.

"Mas, pada dapat pesan dari ayah kan? Pada minta berapa duit?" Sofia bertanya di sela-sela aktivitas makan kami.

Alif-sulungku dan adiknya-Adnan, sontak menghentikan aktivitas mengunyah. Kulihat keduanya saling pandang. Adnan bahkan sempat hampir tersedak merespon pertanyaan adik perempuannya.

Tak berapa lama, kulihat sekilas Alif mengisyaratkan sesuatu melalui gerakan mata pada Sofi. Sofi yang dipelototi kakak tertuanya, terlihat langsung diam dan menunduk. Aku yang memperhatikan tingkah mereka, jadi makin bertanya.

"Pada lagi ngomongin apa sih? Memangnya ayah kirim pesan apa?"

Namun tak kudengar jawaban apapun dari ketiganya. Dahiku makin berkerut, sampai harus ku absen nama mereka satu per satu. “Pada denger ibu lagi nanya kan?”

"Eh, nggak kok, Bu. Nggak ngomongin apa-apa.” Alif mulai bersuara, mewakili dua adiknya yang hanya menunduk tanpa kata.

Merasa ada yang tidak beres, kupandangi ketiga anak itu bergantian.

"Apa ada sesuatu yang ibu nggak boleh tau? Masa' sih ibu nggak boleh tau?" Kupaksakan bibir untuk tersenyum hanya agar anak-anak tak takut untuk bicara. Tapi ketiganya tetap bungkam.

"Ada apa sih ini, Mas? Coba cerita, Ibu mau denger deh.” Karena kecewa dengan sikap diam mereka, aku pun mulai memasang mimik serius. Berharap anak-anakku tahu bahwa ibunya tidak sedang main-main.

"Nggak ada yang mau bicara nih?" Lagi lagi aku bertanya.

"Emm ... ayah ….” Sofia akhirnya memutuskan untuk bicara. Mungkin karena melihat wajahku yang mulai tegang.

“Ayah kenapa, Sayang?” Kutatap si bungsu serius.

“Ayah bilang nggak bisa pulang bulan depan, Bu. Terus kata ayah, sebagai gantinya, ki-ta bertiga boleh minta uang. Sofi sih cuma minta li-ma juta aja kok buat beli HP baru." Sementara si bungsu memberi penjelasan, kulihat dua kakaknya justru makin menunduk di tempat duduk masing-masing.

"Lima juta?!” Mataku sontak membelalak, kaget. Lima juta bukan nominal yang sedikit untuk anak-anakku. Dahiku pun kini makin berkerut. “Ayah setuju?" tanyaku lagi.

"I-ya, Bu. Kan ayah yang nawarin,” jawab Sofi polos. Dia tentu tak menyadari bahwa ibunya ini begitu shock mendengar penjelasannya.

Aku pun beralih pandang pada si sulung. “Mas Alif minta juga”

"Alif minta delapan juta, Bu. Rencananya mau buat beli laptop. Soalnya kalau gantian sama Adnan terus, kadang nggak keburu buat ngerjain tugas."

Sampai di sini, aku semakin yakin ada yang tidak beres. Mas Dhani tidak mungkin lupa kesepakatan selama ini tentang aturan memberikan uang untuk anak-anak. Tidak seperti itu harusnya. Semua perlu persetujuan juga. Tidak mungkin dia mengubah aturan jika tanpa alasan.

"Mas Adnan juga minta?" Masih dengan rasa penasaran, aku beralih ke anak keduaku.

“Iya, Bu. Adnan minta sepuluh juta.” Karena Adnan hanya menunduk saja, Alif pun berinisiatif untuk menjawab.

Aku makin membelalakkan mata. Uang sejumlah itu mungkin kecil bagi Mas Dhani, tapi bukan seperti itu kesepakatan kami selama ini.

"Oke, kalau begitu ibu mau minta tolong sama kalian.” Setelah berpikir sejenak, aku pun akhirnya berkata. “Mas Alif, Ibu minta uang itu jangan dipakai dulu. Ibu mau bicara dengan ayah setelah ini. Mas Alif ngerti kan maksud ibu?" Kutatap dalam mata si Sulung.

"Ya, Bu." Dia pun mengangguk.

"Yaaaa ... Ibu. Kenapa nggak boleh dipakai sih uangnya? Sofia kan pengen beli HP barunya sekarang. HP Sofi suka lemot karena udah kepenuhan memorinya.” Sofia mulai merajuk.

"Sofi!" Kudengar Alif dan Adnan hampir bersamaan meneriaki adiknya, membuat si bungsu makin mengerucutkan bibir.

"Ya sudah, sekarang lanjutkan makan," perintahku, menghentikan keributan ketiganya.

Saat kemudian hanya terdengar suara dentingan piring dan sendok, sebuah panggilan telepon tiba-tiba masuk ke ponselku.

Kedua alis bertaut membaca nama di layar ponsel yang tergeletak tak jauh dari piring makanku. Linda–sahabat baikku semasa SMA–mendadak menghubungi.

Aku pun cepat-cepat menyelesaikan makan. Lalu mengangkat panggilan itu usai berpamitan pada anak-anak untuk menuju ke serambi rumah.

"Ya, Lin. Apa kabar kamu? Tumben banget telpon?" sapaku.

"Aku baik. Kamu juga sehat kan, Ra?"

"Iya, aku selalu di rumah,” tawaku riang menyembunyikan kesedihan. “Ada apa, Lin?"

"Sorry ya, Ra, aku mau tanya nih. Tapi maaf loh sebelumnya. Kamu sama Dhani baik-baik aja kan?" tanya Linda di seberang sana sedikit terbata. Terasa ada nada tak enak hati pada ucapannya.

"Aku sama Mas Dhani baik-baik saja kok, Lin. Memangnya kenapa sih? Kok tiba-tiba nanyain kami?" Dahiku kembali berkerut untuk kesekian kalinya hari itu.

"Duh, gimana ya ngomongnya, Ra? Gini loh. Jadi, kemarin itu kan ponakanku dapat undangan nikah temannya. Yang bikin aku shock tuh kok ada foto dan nama suamimu di undangan itu. Aku berharap aku salah sih. Kalian belum pisah kan?"

Bagai disambar petir di siang bolong, ponsel yang kupegang sampai nyaris jatuh karena tiba-tiba tangan gemetar. Jadi, ini rupanya yang sedang disembunyikan oleh Mas Dhani.

Bersambung …

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (4)
goodnovel comment avatar
irwin rogate
wow suami brengsek.
goodnovel comment avatar
Jamiah Kampil
wow panas panas ......
goodnovel comment avatar
Gusty Ibunda Alwufi
nyimak thor. baru bab 1 sdh bikin baper
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • KABAR PERNIKAHAN SUAMIKU   PASANGAN-PASANGAN BAHAGIA (ENDING)

    "Retha!" Alif segera menyambar beberapa buku yang sudah diincarnya sejak tadi dari etalase saat dilihatnya seperti sosok adiknya di rak buku tak jauh dari tempatnya berdiri.Gadis yang merasa dipanggil itu pun langsung menoleh. Dia kaget melihat ternyata Alif pun sedang berada di toko buku yang sama dengan dirinya saat itu."Sama siapa?" tanya Alif saat akhirnya berhasil mendekat pada adiknya."Mmmm, sama ... Abidzar," jawabnya sedikit gugup."Oya? Mana dia?" Alif mengedarkan pandangannya ke sekeliling, mencari-cari sosok Abidzar di tempat itu. Bibirnya nampak mengembangkan senyum saat akhirnya menemukan pemuda itu diantara buku-buku bisnis."Kamu sendiri sama siapa?" tanya balik Maretha setelah merasa Alif tak lagi sedang menertawakannya.

  • KABAR PERNIKAHAN SUAMIKU   SEMUA BISA BERUBAH

    Siang itu Alif rupanya mulai mengenal sosok Aisha. Gadis yang terlihat seperti anak kecil saat di kampus itu ternyata lebih mandiri dari yang dia tahu. Ayahnya berprofesi sebagai seorang Pegawai Negeri Sipil, membesarkan Aisha sendiri tanpa bantuan pembantu. Sejak SMP ternyata Aisha telah diajari mandiri oleh ayahnya itu. Dia pun tumbuh menjadi gadis yang serba bisa dalam mengurus rumah."Kadang aku iri Lif waktu jaman masih sekolah, melihat teman-teman masih punya keluarga lengkap. Tapi tiap kali ayah selalu bisa membesarkan hatiku. Dan dia mampu menunjukkan padaku bahwa hidup bersamanya saja juga sudah cukup."Aisha masih melanjutkan pembicaraan di sela-sela acara makan mereka."Hidup itu hanya saling lihat satu sama lain kok, Sha. Yang kelihatannya bahagia belum tentu merasa seperti itu aslinya. Saat kamu cerita tadi aku malah merasa kamu itu lebih beruntung m

  • KABAR PERNIKAHAN SUAMIKU   ALIF & AISHA

    Mendengar kalimat Abidzar, Alif tiba-tiba bisa menebak bahwa adik tirinya itu kemungkinan sudah mulai suka sama Abidzar. Buktinya dia sudah mau membuka diri untuk membahas masalah yang lebih pribadi pada sahabatnya itu."Memangnya Retha bilang apa sama kamu?""Dia sih cuma pengen tau pendapatku soal cewek yang udah nggak virgin. Trus dia juga tanya masalah pasangan hidup yang sudah nggak virgin. Sori ya Lif sebelumnya, apa Maretha itu ...." Abidzar tak sampai hati melanjutkan kalimatnya."Aku bukan orang yang berhak menjawab itu, Bi. Aku rasa kamu sendiri yang harus nanyain langsung sama Retha kalau memang kamu serius sama dia. Memangnya kalau boleh tau seserius apa sih kamu sama Retha?""Mau jawaban jujur, Lif?"

  • KABAR PERNIKAHAN SUAMIKU   OBROLAN SERIUS CALON IPAR

    "Kenapa sih tiba-tiba tanya-tanya masalah kayak gitu, Reth?""Heh? Apa? Enggak, nggak apa-apa. Pengen tau aja pandangan cowok soal itu." Maretha mendadak gugup dengan pertanyaan Abidzar yang tak disangkanya itu."Allah itu sudah memberikan jodoh pada masing-masing orang. Dan saat sepasang jodoh itu sudah dipertemukan, hal-hal seperti itu sudah nggak akan ada pengaruhnya lagi. Maksudku, pasangan yang memang sudah ditakdirkan berjodoh tak akan sempat memikirkan hal-hal kayak gitu, Reth. Lagian orang-orang sekarang kurasa lebih open minded kok. Kita para cowok juga nggak merasa suci-suci amat. Jadi kalau aku, seperti apa di masa sekarang jauh lebih penting sih dibanding masih terus berkutat mempermasalahkan masa lalunya.""Oya?""Aku sih gitu.""Trus ngapain kamu ngejar-ngejar aku? Bukannya ka

  • KABAR PERNIKAHAN SUAMIKU   KEMATIAN SORAYA

    Hari menjelang siang saat Adnan baru bisa menghempaskan punggungnya ke sebuah sandaran bangku rumah sakit tak jauh dari kamar perawatan istri dan anaknya.Rasa kantuk yang dari dini hari sempat tak dirasakannya kini seperti menggelayuti dan membuatnya tak tahan lagi, hingga kemudian pemuda itu pun jatuh tertidur di bangku itu.Baru sekitar lima belas menit Adnan terlelap, tiba-tiba ponsel di sakunya berbunyi. Dengan gerakan cepat karena kaget, Adnan pun sontak bangkit dari posisi rebahannya. Kemudian segera diraihnya ponsel itu. Dahinya sedikit berkerut saat melihat sebuah panggilan dari nomer asing."Ya?" sapanya sedikit malas."Nak Adnan?" tanya suara seorang wanita dari seberang.Awalnya Adnan mengira itu salah satu temannya atau teman Gina yang ingin mengucapkan

  • KABAR PERNIKAHAN SUAMIKU   CUCU PERTAMA AIRA

    Kali ini Maretha hanya terdiam. Gadis itu hampir saja melupakan pertemuannya dengan sang papa dan ibu tirinya. Waktu itu dirinya dan Alif memang sudah janji pada kedua orangtua itu akan menjalin hubungan kakak dan adik dengan baik lagi seperti sebelumnya."Oke, oke, baik. Kalau kamu mau hubungan kita baik, jangan ganggu-ganggu aku lagi dong kalau gitu.""Kenapa harus begitu? Aku kan peduli sama kamu, Reth. Kamu jangan salah paham.""Sudah kubilang aku nggak butuh pelindung ya, Lif. Ngeyel banget sih kamu itu." Maretha kini terlihat mulai kesal. Tapi dalam hati sebenarnya tak ada yang tahu bahwa dia senang dengan perhatian Alif padanya hingga saat ini.Alif kembali menengok ke sekeliling. Saat dirasanya mereka hanya berdua saja di t

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status