Share

Bab 4

Washington DC, 8 tahun kemudian

"where is she, margareth?" Mario yang baru saja mendarat di tanah paman syam tampak panik menuruni tangga mendapati anak gadisnya belum ada di kamar, padahal sekarang sudah pukul dua dini hari waktu Washington DC.

Margareth memandang ke arah jendela dan melihat sosok Luna dengan pakaian kulit berwarna hitam yang sedang memanjat tali untuk menjangkau kamarnya yang terletak di lantai dua. Luna meletkkan telunjuknya di bibir agar margareth tidak mengatakan yang sebenarnya.

"She's in her room, Mr."

"Aku tidak melihatnya di mana-mana Margareth! Apa dia masih keluyuran malam-malam begini?"

"Apa anda sudah memeriksa kamar mandinya? Siapa tahu dia di sana."

"Hah ya.. aku belum mengecek kamar mandi."

"Sebaiknya coba cek dulu, Tuan"

Mario berjalan ke kamar Luna di temani margareth yang tampak pucat takut kebohongannya terbongkar.

"Tuan" Margareth mencoba mengulur waktu.

"Ada apa?" Mario menyahut tapi masih saja berjalan menuju kamar Luna. Mario membuka pintu kamar itu sedang margareth menutup matanya. Margareth membuka matanya perlahan, ia melihat Luna dalam balutan kimono handuknya.

"Hai dad, kau baru sampai? Kenapa tak mengabariku bahwa kau akan datang? Aku bisa menjemputmu." Luna menyalami tangan mario.

"Apa kau tadi sedang mandi?"

"Apa kau tidak lihat dad? Aku baru saja selesai mandi."

"Hah. Mungkin aku sudah mulai pikun. Umur ini sudah membuatku gila. Cepat ganti pakaianmu dan segera tidur!"

"Baik Dad"

Dia mendekati Margareth dan mencium pipi wanita tua itu sambil berbisik.

"Thank's" Margareth memukul lengan Luna.

"Kau hampir membuatku mati!"

"Ah ya." Mario menghadap ke arah mereka. Luna dan Margareth menahan nafas mereka dengan jantung yang berpacu karena berfikir Mario mendengar ucapan mereka. "Lalun, lain kali jangan pernah lagi mandi tengah malam seperti ini, tidak baik."

Huuhhh. Keduanya sama-sama menghela nafas lega.

"Baiklah Dad" ucapnya sekali lagi. Luna mengantarkan ke dua manusia itu keluar dari kamarnya. 

                                    *****

Luna menikmati roti isi buatan margareth yang terhidang di atas meja saat Mario mengajaknya bicara.

"Lalun, kau serius akan pulang ke Indonesia? Tidakkah kau fikirkan lagi? Pendidikan di sini lebih baik ku rasa." Mario mengoles selai kacang pada rotinya dan mengucapkan terima kasih saat Margareth meletakkan secangkir susu di meja.

"Dad, kita sudah membicarakannya bukan? Bahkan aku sudah mendaftarkan diri di kampus itu."

"Huh. Aku hanya berfikir di sini lebih baik."

"Di umurmu yang segini, aku ingin sering mengunjungimu. Hal itu bisa ku lakukan jika aku di Indonesia."

"Kenapa dengan umurku?" Kau mengira aku akan cepat mati, hah? Mario membelalakkan matanya gemas.

"Dad" Luna turun dari kursinya untuk memeluk Mario." Bukan seperti itu Dad, sudah delapan tahun sejak kau mengadopsiku. Tapi bisa ku hitung berapa kali kita bertemu. Aku hanya ingin bertemu denganmu lebih sering."

"Hm. Baiklah kurasa kau memang perayu ulung."

"Baiklah, sekarang aku akan mengepak barang-barangku dulu. Habiskan makananmu tuan besar."

Luna memasuki kamarnya dan mengepak beberapa pakaian dan beberapa buku-bukunya. Luna menarik sebuah koper perak di bawah ranjang. Koper itu berisi alat-alat pengintaian dan sebuah pistol. Luna berencana mengirimkan alat tersebut ke Indonesia dengan jalur ilegal melalui seorang kenalannya di prganisasi.

Tok..tok..tok..

"siapa?"

"Ini aku" Margareth dapat berbahas indonesia dengan fasih, namun dia merasa lebih nyaman menggunakan bahasa ibunya.

"Masuk bibi Mar" Margareth memandang isi koper perak Luna ngeri.

"Apa kau yakin akan pergi ke sana?"

"Hm" angguk Luna.

"Beberapa kali aku menyuruhmu untuk berhenti melakukan hal itu tapi kau tak pernah mendengarkanku. Dasar anak nakal!" 

"Bibi." Luna memeluk Margareth "aku pasti sangat merindukanmu dan ayam kalkun panggang madu mu itu"

"Apa kau akan kembali ke sini?"

"Aku belum tau bi, bisa iya bisa tidak dan mungkin bisa jadi ini adalah misi terakhirku."

Empat tahun yang lalu Luna menerima email dari organisasi mata-mata. Organisasi tersebut tertarik akan kecerdasan Luna dan memintanya untuk bergabung di dalamnya. Melalui informasi tersebut Luna mencari beberapa informasi tentang Reza isnandar yang sekarang menjabat sebagai seorang kepala polisi. Lelaki itu memiliki seorang anak yang cacat akibat kecelakaan setahun silam bernama Kevinardian Isnandar dan seorang anak perempuan yang meninggal karena sakit. Beberapa informasi mengatakan bahwa anak perempuannya meninggal secara tidak wajar.

Setelah sekian lama memperhatikan kondisi Negara kelahirannya itu dari jauh, Luna mendapatkan sebuah misi dari organisasi untuk memata-matai seorang lelaki bernama Harrys Pramu Ilyas. Misinya adalah untuk mencari tahu tentang dokumen yang di simpan oleh almarhum kakek lelaki itu. Dokumen itu tentang, apa luna tidak terlalu mengetahuinya. Organisasi sangat menjaga rahasia klien yang memakai jasanya.

Luna mengurai pelukannya. "Bibi bisa merahasiakannya bukan? termasuk pada daddy."

"Akan ku lakukan untukmu"

"Aku menyayangimu, bi"

"Kau tau aku juga sayang"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status