Home / Romansa / Lady D Milik Sang Penguasa / Bab 5. That's my Lady D

Share

Bab 5. That's my Lady D

Author: Runayanti
last update Last Updated: 2025-02-04 14:51:08

Lestari- Ibu Sanjaya, perempuan berpenampilan mewah dan elegan dengan wajah yang dipenuhi kebencian dan tatapan sinis, berkata lantang, “Aku tidak pernah menyukaimu sebagai kekasih anakku, Dea. Lihat dirimu, terlihat rendahan sekali. Kau tidak pantas untuk putraku.”

"Status putra tercintaku satu-satunya saat ini sudah menjadi Kepala Cabang perusahaan ternama sementara Melia, menantuku yang cantik ini adalah anak pengusaha, hanya dia yang cocok menjadi menantuku."

Lestari mengambil alih microphone yang dipegang putranya, lalu menceritakan sedikit tentang Dea di depan para tamu. Dengan nada tegas namun penuh kekecewaan, Lestari memulai ceritanya.

"Para tamu yang terhormat, mohon maaf jika saya harus mengambil waktu sejenak untuk berbicara. Ada sesuatu yang perlu saya sampaikan tentang keputusan putra saya, Sanjaya, untuk menikah dengan Melia. Ini bukan hal yang mudah bagi saya, sebagai seorang Ibu, untuk mengungkapkan hal ini di depan kalian semua, namun saya merasa ini adalah waktu yang tepat untuk menjelaskan."

Semua tamu mulai hening, penuh perhatian mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut Lestari. 

Dia melanjutkan, "Dea, mantan kekasih Sanjaya, ternyata menyimpan rahasia yang sangat mengecewakan kami semua. Selama bertahun-tahun, kami mengira dia adalah sosok yang sempurna untuk Sanjaya, tetapi baru-baru ini kami mengetahui bahwa dia terlibat dalam masalah yang sangat serius."

Lestari berhenti sejenak, menarik napas panjang sebelum melanjutkan, "Dea ternyata mandul, dan saya meragukan apakah dia tidak sedang terlibat hubungan dengan ... seorang wanita bernama Jean."

"Haaahh?" 

Suara riuh para tamu mulai terdengar dan Dea menatap Lestari tanpa berkedip, tidak percaya dengan apa yang baru saja disampaikan oleh ibu Sanjaya tersebut.

"M-mandul?" Dea merasa semakin bingung dan tertekan. Dia tidak mengerti mengapa mereka memberikan vonis seperti itu.

Dea ingin menjelaskan bahwa Jean adalah sahabat terbaiknya dan apa yang dituduhkan Ibu Sanjaya adalah sebuah fitnahan. Namun, bibir Dea terasa kelu.

"Ini tentu tidak terpuji dan akan merusak reputasi keluarga kami. Dia bukan hanya terlibat dalam tindakan yang tidak etis, tetapi juga membawa pengaruh buruk bagi Sanjaya. Ini membuat Sanjaya sangat terpukul dan memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka. Kami semua sangat kecewa, namun kami mendukung keputusan Sanjaya untuk melanjutkan hidupnya tanpa Dea."

"Sanjaya butuh seorang istri ... yang normal dengan status sosial yang tinggi dan bisa dibanggakan!" Lestari menantang tatapan tajam dari Dea sambil tersenyum mencibir.

Para tamu saling berbisik, terkejut mendengar pengungkapan tersebut. Melia segera menggandeng tangan Sanjaya seolah-olah ingin menguatkannya, mereka mengarahkan pandangannya ke Dea, yang terlihat tenang meski sedikit terkejut dengan situasi yang terjadi. 

"Kami sangat bersyukur Sanjaya bertemu dengan Melia. Dia adalah sosok yang baik hati, penuh pengertian, dan memiliki nilai-nilai yang sesuai dengan keluarga kami."

Lestari menoleh ke arah pasangan yang sedang berbahagia tersebut lalu melanjutkan kalimatnya, "... dan Melia sangat cantik, saya mempercayakan putra kesayanganku, dia akan bisa merasakan kasih sayang seorang wanita dan Ibu atas cucu-cucuku yang lucu nantinya."

Lestari kembali melihat ke arah Dea lalu berkata, "Kami percaya bahwa dengan Melia, Sanjaya bisa menemukan kebahagiaan yang sejati."

Melia tersenyum, berusaha menahan rasa gugupnya. Lestari mengakhiri pembicaraannya dengan, "Kami berharap semua tamu yang hadir di sini bisa mendukung keputusan Sanjaya dan Melia, dan memberikan doa terbaik untuk kehidupan mereka ke depan."

"... dan sekarang, duduklah dengan sopan di kursi yang sudah disediakan bagimu dan silakan mengikuti acara bila Anda merasa berhak, tetapi bila merasa tidak nyaman, kami juga tidak melarang Anda pergi. Yang penting, jangan menggila di sini atau Anda akan berhadapan dengan pihak yang berwajib."

Setelah itu, Lestari mengembalikan microphone kepada Melia.

Kalimat itu menghantam Dea seperti gelombang besar. Dia merasa terluka, dan dipermalukan di depan begitu banyak orang. Air mata sudah terasa penuh di matanya, namun ia menguatkan diri untuk tidak menunjukkan kelemahannya.

Dea menatap Sanjaya dan ibunya sejenak sebelum memutar tubuhnya. Dia merasa dipermalukan saat itu juga. Dia merasa harus menghilang  dari sana saat itu juga.

Namun, dia ingat tujuan dia hadir di dalam pesta tersebut lalu dengan langkah mantap mengambil sebotol minuman dari salah satu meja pesta yang terdekat.

"Pesta mewah ini bahkan menyajikan anggur berharga fantastis, setidaknya saya harus mengambil sebotol anggur dan mengucapkan selamat dengan tulus untuk kedua mempelai," ucap Dea lalu meminum anggur tersebut dengan sekali teguk, langsung dari botolnya sambil menaiki panggung, melangkah mendekati Sanjaya dan Melia.

Dengan mata memancarkan keberanian dan berkaca-kaca, Dea lalu menuangkan minuman tersebut ke atas kepala Sanjaya dan Melia secara cepat. Kedua pasangan itu mundur serentak karena terkejut.

Namun sebelum Sanjaya bisa bereaksi, Dea tertawa dengan keras dan merebut microphne yang dipegang oleh Melia sebelumnya.

"Dengarkan semua orang!" ucap Dea dengan suara yang tegas dan bersemangat, membuat semua mata tertuju padanya. 

"Saya tidak akan membiarkan diri saya direndahkan oleh siapa pun, termasuk oleh Sanjaya dan Ibunya!"

Sebuah keheningan tegang melanda ruangan, dan Dea bisa merasakan detak jantungnya dipercepat. Namun, dia tidak mundur.

"Kalian bisa mempermalukan saya di depan semua orang, tapi saya tidak akan membiarkan itu menghentikan saya. Saya akan membuktikan bahwa saya lebih dari sekadar orang yang bisa diinjak-injak!" lanjutnya dengan penuh semangat.

Beberapa tamu mulai bertepuk tangan, mendukung keberaniannya. Dea melihat langsung ke arah Sanjaya, dengan tatapan yang penuh dengan tekad dan api yang menyala.

"Dalam hidup ini, kita mungkin menghadapi cobaan dan penolakan, tapi yang penting adalah bagaimana kita bangkit kembali dan menjadi lebih kuat dari sebelumnya! Jadi, terima kasih atas 'keputusan' Anda, Sanjaya! Saya akan menggunakan itu sebagai bahan bakar untuk mencapai impian saya!"

Dengan itu, Dea melemparkan botol minum berisi anggur ke lantai panggung dengan penuh semangat, suaranya mengelegar, membuat beberapa tamu terpana.  

Ada yang mendukung dan ada sebagian yang mencibir.

"... dan ingat! Wanita yang di sampingmu saat ini!" Dea melirik ke arah Melia lalu melanjutkan kalimatnya, "adalah wanita yang licik!"

Dea tertawa lalu menoleh ke arah Ibu Sanjaya lalu mengarahkan telunjuknya, "dan dia... mertua yang sama liciknya dengan putranya!"

Dea memutar tubuhnya lalu melangkah menuruni tangga.

"Semoga Anda berbahagia seperti hari ini!"

Tanpa melihat balik, dia meninggalkan ruangan dengan langkah yang mantap dan kepala tegak.

Dea tidak tahu, di antara tamu-tamu yang hadir dan menyaksikan perseteruan mereka di atas panggung, ada sepasang mata tajam dari seorang pria tampan yang tertawa tipis sambil mengenggam gelas mewah berisi wine.

Gayanya elegan dan merasa puas karena sudah menemukan Dea tanpa perlu mencari terlalu lama.

"Hmm, Dea..." desisnya.

Pria bernama 'Yama' menggoyangkan gelasnya lalu mencicipi wine sambil tetap menatap langkah Dea.

"That's my Lady D."

Yama meneguk minumannya sampai habis lalu menyusul langkah Dea keluar dari ruangan pesta.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Lady D Milik Sang Penguasa   Bab 260

    Dea lalu mengarahkan bayinya ke dadanya, dan dalam sekejap, mulut mungil itu menemukan sumber kehidupan. Hisapannya kuat meski belum sempurna. Dea terisak, kali ini bukan karena kesedihan… tapi karena kebahagiaan yang meluap begitu saja.Perasaan menjadi ibu sungguh nyata kini. Ada sesuatu yang lahir bersamaan dengan bayi itu—sebuah kekuatan baru, kasih tak terbatas, dan ikatan yang tak akan bisa direnggut siapa pun.Yama kembali melirik. Dan pemandangan di hadapannya menghentikan waktu dalam pikirannya: Dea, duduk di tempat tidur, menyusui bayi mereka dengan mata yang berkaca-kaca dan senyum kecil yang penuh cinta.“Aku belum pernah melihatmu secantik ini,” ucap Yama dengan suara nyaris berbisik.Dea menoleh, menatapnya dengan mata merah. “Jangan ganggu momen ini.”Yama tersenyum, lalu duduk di pinggir ranjang, dekat namun tidak menyentuh.

  • Lady D Milik Sang Penguasa   Bab 259

    "Karena kita sama-sama keras kepala," jawab Yama jujur.Dea menghela napas, lalu tiba-tiba berkata, “Cium aku.”Yama terdiam. Matanya membesar sedikit, ragu-ragu menatap perempuan di hadapannya. Ia ingin memastikan—apakah ini mimpi? Apakah ini luka yang sedang menguji?Tapi Dea tak berpaling. Tatapan itu serius. Lirih. Lelah. Namun tulus.“Untuk malam ini saja…” lanjutnya, “aku ingin percaya… bahwa cinta kita belum sepenuhnya mati.”Dan dengan hati-hati, Yama mengangkat tangannya, menyentuh pipi Dea dengan penuh kelembutan. Ibu jarinya menghapus air mata yang masih tertinggal di ujung kelopak mata Dea. Ia mendekat perlahan, memberi waktu bagi Dea untuk menarik kembali kata-katanya—jika memang itu hanya kerinduan sesaat.Tapi Dea tidak menjauh.Dan akhirnya… bibir mereka

  • Lady D Milik Sang Penguasa   Bab 258

    Malam turun perlahan, membawa angin lembut yang menyusup melalui celah jendela yang sedikit terbuka. Vila tempat Dea disekap berada jauh dari kota—terpencil, sunyi, dan dijaga ketat.Di luar sana, dunia terus berjalan seperti biasa, tapi di ruangan ini, waktu seolah beku. Tidak ada suara lain kecuali detak jam dinding dan hembusan napas Dea yang teratur namun berat.Ia duduk bersandar di ranjang, selimut menutupi sebagian tubuhnya yang masih lemah. Sejak Yama mengizinkannya melihat putrinya pagi tadi—meski hanya sebentar—perasaannya campur aduk. Bayi kecil itu begitu mungil, berkulit merah muda, dengan mata yang tertutup rapat dan bibir mungil yang mengerucut pelan saat menangis.Tangan Dea masih gemetar saat mengingat detik-detik itu. Ia ingin menyentuh. Memeluk. Menyusui. Tapi semuanya dibatasi oleh satu kata: izin.Dan satu-satunya orang yang memegang izin itu… adalah Yama. 

  • Lady D Milik Sang Penguasa   Bab 257

    Fatih berdiri di depan kaca tinggi kantor Yama, menatap hamparan gedung pencakar langit yang berdiri angkuh di bawah sinar matahari siang. Tangannya mengepal di saku celana, rahangnya mengeras. Sudah dua hari penuh ia melacak jejak Dea, tapi semuanya buntu.Tidak ada CCTV rumah sakit. Tidak ada data keberangkatan. Bahkan saksi mata yang terakhir melihat Dea—seorang perawat tua—mengaku disumpah untuk diam.“Aku tahu dia ada di negara ini,” ujar Fatih tajam, menatap pria di depannya. “Dia melahirkan di sini. Tidak mungkin menghilang begitu saja.”Yama duduk tenang di belakang mejanya, jari-jarinya saling bertaut di atas map dokumen yang sengaja dibiarkan terbuka—pura-pura sibuk. Namun di balik sikap ramahnya, sorot mata Yama menyimpan sesuatu yang lebih gelap: Fatih adalah pria yang akan merebut Dea.“Aku bisa mengerti kekhawatiranmu, Fatih,” ujarnya dengan nada bersahabat yan

  • Lady D Milik Sang Penguasa   Bab 256

    Langit tampak temaram dari balik jendela tinggi yang dibungkus tirai putih tipis. Aroma antiseptik samar-samar memenuhi ruangan yang terlalu sunyi untuk disebut tempat yang nyaman."Rumah sakit?"Dea perlahan membuka matanya, kelopak yang berat seperti telah tertutup selama berhari-hari. Cahaya lampu di atas membuatnya mengerjap, dan perlahan kesadarannya merambat kembali, seiring rasa nyeri yang menusuk dari perut bagian bawah.Dia berusaha mengingat, dia menyadari baru saja melahirkan dan dalam kepalanya penuh dengan pernyataan, mengapa semua terlihat berbeda?Tubuhnya terasa lemah. Saat mencoba mengangkat tangan, infus masih terpasang di sana. Tapi bukan itu yang membuat napasnya tercekat—melainkan kenyataan bahwa ini bukan kamar rumah sakit tempat dia terakhir kali sadar."Aneh..." Dea menautkan alisnya dan kedua matanya menelusuri semua isi ruangan.Bukan ruang bersalin dengan suara perawat yang hilir mudik. Tidak ad

  • Lady D Milik Sang Penguasa   Bab 255

    Dokumen medisnya hilang. Selimut terlipat rapi.Dan di meja kecil di samping ranjang, hanya ada satu amplop.Isinya:“Bukan kamu yang memutuskan kapan aku melihat anakku. Bukan kamu yang memutuskan siapa yang memeluknya pertama kali. Ini urusan antara aku dan Dea.”— YamaMalam itu, Raina berdiri di jendela ruangannya, menatap langit yang lambat laun diliputi hujan deras.Ia tidak menangis.Ia hanya diam.Dan dalam diam itu, ia tahu: permainan telah berubah dan dia kalah total.***Fatih menerima panggilan setelah semuanya berakhir. Dia dan Syeikh buru-buru kembali ke negara matahari, namun perjalanan dari Dubai ke negara matahari membutuhkan waktu 10 jam walau dengan fasilitas pesawat jet pribadi.Fatih shock karena berita Dea yang sudah menghilang. Matanya membelalak, dan tubuhnya limbung sebelum akhirnya bersandar ke dinding marmer istana. &ldqu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status