Home / Romansa / Lady D Milik Sang Penguasa / Bab 4. Pernikahan mantan

Share

Bab 4. Pernikahan mantan

Author: Runayanti
last update Huling Na-update: 2025-02-04 14:50:23

Jean, yang masih di telepon meskipun suara Dea terdengar dari jauh, berteriak, "Hei! Dea, hei! Apa yang kau rencanakan sekarang? Hei! Jangan lakukan sesuatu yang bodoh lagi, Dea!"

Dea tidak menjawab. Dia sudah punya satu rencana di kepalanya, meskipun belum jelas apa yang akan dia hadapi.

"Mantan kekasihku yang harus disalahkan karena semua ini!" seru Dea dengan nada geram. Tangannya terkepal, rahangnya mengeras. "Dia yang memulai kekacauan ini, dan aku akan memberi pelajaran kepadanya!"

Pernikahan sang mantan pacar adalah hari ini, dan Dea sudah memutuskan akan hadir. Bukan untuk memberikan restu, melainkan untuk memastikan dirinya tidak dianggap remeh lagi.

"Dia pikir dia bisa hidup bahagia setelah meninggalkanku begitu saja? Tidak semudah itu!" katanya pada dirinya sendiri sambil bergegas pulang. Dea mengabaikan panggilan dari Jean yang masih juga berteriak di ujung panggilan dan langsung menekan tombol mengakhiri panggilan.

Sesampainya di rumah, Dea langsung menuju kamarnya. Dia membuka lemari dengan semangat, memilih gaun terbaik yang dimilikinya. 

Lipstik merah, rambut yang digerai anggun, dan sepatu hak tinggi menjadi pilihan andalannya. Dengan riasan sederhana, dia memoles supaya luka pada sudut mata dan pelipisnya tidak terlihat.

"Hmm, masih cukup cantik," puji Dea seraya mematut dirinya di depan cermin.

Namun, sebelum sempat melangkah keluar kamar, pintu tiba-tiba terbuka lebar. Ibunya berdiri di sana, wajahnya merah padam dengan mata penuh kemarahan.

"Dea!" teriak sang ibu sambil mendekat dengan langkah cepat. Tanpa aba-aba, tangan ibunya melayang, memberikan tamparan keras di pipi kanan Dea.

"Ibu?!" Dea memegang pipinya yang terasa panas, matanya membelalak tak percaya.

"Menginap di mana kau semalam?!" seru sang ibu, nadanya penuh amarah sekaligus kekhawatiran. "Jangan katakan kau sudah menjual dirimu hanya karena uang!"

"Kau tidur dengan Sanjaya?" omel sang Ibu.

Dea terdiam, napasnya tertahan. Kata-kata itu menusuk seperti pisau tajam. Dia menatap ibunya dengan mata berkaca-kaca, ingin membela diri tetapi lidahnya terasa kelu.

"Apa yang kau pikirkan, Dea? Pergi tanpa kabar, tidak pulang semalaman, dan sekarang berdandan seperti ini?!" lanjut sang ibu sambil menunjuk gaun yang dikenakan Dea.

"Ibu, tunggu..." suara Dea akhirnya keluar, pelan dan bergetar. "Aku tidak menjual diriku. Aku hanya... aku hanya... Semua ini kesalahpahaman!"

"Aku harus pergi ke pernikahan Sanjaya."

Ibunya mengerutkan dahi, jelas tidak puas dengan jawaban itu. "Salah paham? Apa maksudmu, Dea? Kau tahu betapa cemasnya ibu? Jean sibuk mencarimu dari semalam dan sekarang kau bicara soal pernikahan Sanjaya? Dia menikah sama siapa? Apa yang sebenarnya terjadi?!"

Dea menggigit bibir bawahnya, bingung harus menjelaskan dari mana karena pertanyaan sang ibu sangat banyak.

Di satu sisi, dia merasa bersalah telah membuat ibunya khawatir, tetapi dia juga tidak bisa mengungkapkan sepenuhnya apa yang terjadi semalam, apalagi mengenai pria semalam yang sama sekali tidak dikenalnya.

"Ibu, aku... aku akan menjelaskan nanti. Tapi sekarang, aku harus pergi," katanya akhirnya, menghindari tatapan ibunya dan bergegas  melangkah menuju pintu.

"Dea! kembali! Hei! Jangan buat masalah lagi! Dengarkan ibu!" panggil sang ibu dari belakang, tetapi Dea terus melangkah keluar dan berlari secepat mungkin.

Saat berada agak jauh dari rumah dan yakin bahwa langkah sang ibu sudah ketinggalan, Dea akhirnya bisa menarik napas panjang, berusaha menenangkan diri. Namun, hatinya tetap bergejolak.

"Aku harus fokus," gumam Dea, mencoba meyakinkan dirinya sendiri. "Pelajaran pertama adalah untuk Sanjaya yang tidak setia! Sesudahnya, aku akan berurusan dengan pria sombong bernama Yama itu!"

***

Dea memasuki gedung di mana pesta pernikahan mantan kekasihnya diangsungkan dengan penuh percaya diri. 

Namun, ketika pandangannya tertuju pada altar, jantungnya serasa berhenti.

Di sana, berdiri Melia dengan gaun pengantin putih berkilau nan mewah, dan di sampingnya, dengan setelan jas hitam yang elegan, adalah pengantin pria, Sanjaya.

"Sanjaya!" seru Dea dengan suara bergetar. 

Mata Dea melebar, dan tangan yang menggenggam tas selempeng mulai gemetar

Kepala Dea dipenuhi pertanyaan dan kebingungan. Bagaimana mungkin kekasihnya tiba-tiba menikah dengan teman kerjanya sendiri tanpa sepengetahuannya?  Sejak kapan mereka mulai berselingkuh?

Semua terasa seperti mimpi buruk. Tanpa sadar, air mata mengalir di pipinya. Di tengah kebingungannya, seorang pelaksana acara menepuk bahunya, “Nona, anda ingin naik ke panggung untuk memberi ucapan selamat? Di belakangmu masih banyak yang sedang mengantri.”

"Oh!"

Dengan tangan gemetar, Dea mengangguk lalu mundur beberapa langkah, memberi jalan kepada tamu yang lain untuk lewat dan naik ke panggung.

Dea bisa melihat Melia yang tersenyum bahagia sambil berjabat tangan dengan beberapa tamu yang memberi selamat. 

Senyum yang dulu Dea kenal begitu baik kini terasa seperti pisau yang menusuk hatinya. Teman kerjanya selalu siap memberikan bantuan pada saat dia mengalami kesulitan di kantor, saat ini malah merebut kekasihnya.

Sementara Sanjaya mematung dan melihat keberadaan Dea di sudut tangga menuju panggung, dengan lidah yang terasa kelu.

Dea berbalik dengan lutut lemas dan pandangan mata yang mulai buram, berusaha meninggalkan gedung dengan langkah berat. Namun, sebelum ia mencapai langkah ketiga, Sanjaya memanggilnya, “Dea, tunggu!”

Dea berhenti, punggungnya kaku. Air mata masih mengalir di pipinya, tapi ia tidak berbalik dan tidak berkata apa pun. Saat ini, dia tahu bahwa semua mata hadirin sedang tertuju padanya dan Sanjaya.

“Aku bisa jelaskan semua ini,” kata Sanjaya dengan nada mendesak.

Jarak mereka berada sejauh dua meter dan Dea menahan langkahnya. Musik yang mengalun mendadak terdiam, seolah-olah sudah diatur sedemikian rupa sehingga mereka menjadi fokus utama.

Dea menghela napas dalam, menguatkan diri sebelum akhirnya menoleh, menatap Sanjaya dengan mata penuh kebencian dan rasa sakit. “Kau punya banyak hal untuk dijelaskan, Sanjaya, tapi aku tidak yakin aku siap mendengarnya.”

"S-selamat," ucapnya dengan suara parau.

Dengan kata-kata itu, Dea berbalik, melangkah keluar, berusaha meninggalkan Sanjaya yang terpaku di tempat. Hatinya hancur, tapi ia tahu satu hal: hidupnya tak akan pernah sama lagi!

Namun, sebelum ia mencapai pintu keluar, sebuah suara wanita dari speaker terdengar lantang, “Tunggu, Dea!”

Dea berhenti, jantungnya berdetak kencang. 

Seluruh ruangan hening, dan semua mata sudah pasti sedang tertuju pada mereka. Menyimak, memantau dan sebagain mulai mencibir dengan bumbu-bumbu yang lezat tentunya.

Di panggung, Melia memegang microphone dengan senyum penuh kemenangan. 

“Sanjaya ingin kamu mendengar beberapa hal sebelum kamu pergi,” katanya dengan nada yang dibuat-buat manis, tapi penuh sindiran.

Dea merasakan dunia berputar di sekitarnya. 

Perlahan, Sanjaya mengambil alih microphone dan mulai berkata-kata  “Ini semua sudah diatur,” kata Sanjaya pelan, hampir berbisik.

"Kedua orang tuaku menganggap pernikahanku dengan Melia adalah lebih tepat daripada bersama denganmu," lanjutnya sambil menatap Dea dengan tatapan penuh arti.

Sebelum Dea bisa merespons, suara lain terdengar dari sudut panggung. Berteriak dengan suara lantang tanpa menggunakan microphone.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Lady D Milik Sang Penguasa   Bab 189

    Frans menunduk, dadanya terasa sesak. Untuk pertama kalinya, dia benar-benar kehilangan kendali atas semuanya. Dea hilang. Elsa ditarik paksa. Dan sang Ratu... kini memandangnya seolah dia bukan lagi bagian dari keluarga kerajaan.Ratu duduk kembali ke kursi mewahnya, tenang namun mematikan. “Siapkan armada pencarian. Dan jika Dea ditemukan lebih dulu daripada kehormatanku dipulihkan... maka yang akan kuhukum bukan hanya wanita jalang itu, tapi juga kamu, Frans.”Frans jatuh berlutut, akhirnya menyadari betapa fatal kesalahan yang telah ia buat."Tidak adil!"Tiba-tiba sebuah suara wanita muncul di tengah pintu.Elsa berdiri dengan kedua mata memerah, dia berhasil melarikan diri dari dua pengawal yang menariknya tadi.Ratu memicingkan kedua matanya, "siapa yang tidak adil?""Yang Mulia!" sahut Elsa. Namun, dua pengawal itu sudah berhasil menarik tanganny

  • Lady D Milik Sang Penguasa   Bab 188

    Waktu seakan membeku. Elsa yang berbaring dengan wajah pucat, menundukkan kepala. Matanya bersinar, tapi bukan karena sedih—melainkan puas. Tapi dia menutupinya dengan gerakan menggenggam perut sambil meringis.“Aku... aku khawatir dengan Dea... tolong cari dia, Frans... dia mungkin terluka,” ucap Elsa dengan suara pilu yang dibuat-buat.Frans sudah tidak mendengarnya. Ia sudah keluar dari kamar, berteriak ke koridor, memanggil semua kepala pengawalnya.“Kerahkan semua tim pencari! Cek semua rumah sakit, hutan, jalur kereta, terminal! Blokir semua bandara! Jangan ada yang keluar dari negara ini tanpa izin dariku!”Namun, perintahnya sudah terlalu lambat. Dea sudah jauh dari sana.Beberapa pengawal langsung bergerak. Frans mencabut ponsel, menghubungi Ratu.“Ratu, Yang Mulia, ini darurat.”Frans melaporkan semuanya dengan sin

  • Lady D Milik Sang Penguasa   Bab 187

    Bu Ranti menghela napas panjang sekali lalu bangkit berdiri, masuk ke kamarnya, dan tak lama kemudian kembali sambil membawa ponsel kecil dan sobekan kertas lusuh. Ia menekan nomor dengan jari gemetar, lalu berbicara dalam bahasa samar yang tidak dipahami Dea.Bahasa lokal yang mungkin dari salah satu suku tersembunyi di Inggris atau bahasa lokal negara lain, Dea tidak mengerti.“Dia setuju,” kata Bu Ranti setelah menutup telepon. “Orang itu akan menjemput kita jam dua malam, di gang dekat rel kereta lama. Kita harus menyamar. Aku akan ambilkan pakaian buruh pabrik—kau harus terlihat seperti pekerja harian yang tak menarik perhatian.”"Namun, aku hanya mengantarkan dirimu kepadanya, aku tidak mungkin ikut.""Baik, Bu. Sudah cukup, ini baik sekali."Dea mengangguk cepat. Ia tak peduli lagi dengan penampilan. Dia tidak peduli siapa yang akan ikut dengannya. Dia bahkan tidak peduli resiko yang

  • Lady D Milik Sang Penguasa   Bab 186

    Dea mengangkat wajahnya. Matanya merah dan tubuhnya dipenuhi luka."Tolong aku..."“Aku... baru saja dirampok,” ucapnya lemah. “Mereka ambil semuanya... aku sedang hamil... suamiku sedang di luar negeri…”Wanita itu mendesah, antara bingung dan iba. “Ya Tuhan... ayo ikut saya ke kantor polisi, biar mereka bantu—”“Jangan,” Dea memotong cepat, suaranya pelan namun tegas. “Aku takut... aku cuma ingin istirahat... tolong... bawa aku ke rumah Ibu saja. Hanya untuk malam ini. Aku akan memanggil suamiku untuk menjemputku.”Wanita itu menatapnya ragu, namun ada keibuan yang menang atas logikanya. Ia menggandeng Dea dengan lembut.“Namaku Bu Ranti. Ayo, Nak... kita ke rumah. Rumah saya tidak jauh dari sini.”Dea hanya mengangguk. Matanya mulai kabur, langkahnya melemah. Saat i

  • Lady D Milik Sang Penguasa   Bab 185

    Frans menelan ludah. Tenggorokannya tercekat. Ia sendiri tidak yakin lagi dengan kata-katanya. Yang ia tahu, pelukan Elsa tadi terasa berbeda. Ada kelembutan yang juga membuatnya merasa dibutuhkan. Tubuh Elsa yang menjadi candu baginya. Awalnya memang hanya pelampiasan kekesalan semata, tapi saat ini... dengan kondisi wanita itu sudah memberikan anak dalam rahimnya.Sungguh tidak mungkin dia mengabaikan wanita itu, terutama saat ini. Apa pun alasannya.Tapi Dea... Dea adalah wanita yang ia kejar sejak lama, yang tak pernah benar-benar menjadi miliknya.“Kamu mulai mencintainya, bukan?” ulang Dea, lirih namun tajam.Frans tidak menjawab.Dan ketidakjawaban itu terasa lebih menyakitkan daripada pengakuan apa pun.Dea menarik napas panjang, lalu duduk lebih tegak. “Kalau kamu mencintainya... kenapa kamu tidak melepaskanku saja?” ia menatap Frans lurus.“Aku akan kemb

  • Lady D Milik Sang Penguasa   Bab 184

    Lampu remang menyinari ruangan. Dea terlihat tertidur dengan selimut membungkus tubuhnya. Nafasnya teratur, wajahnya damai meskipun sedikit pucat.Frans melangkah pelan, berdiri di sisi ranjangnya, menatap lama, namun memilih tak membangunkannya. Ia hanya menarik selimut lebih rapi, membetulkan letak gelas air minum, dan menghela napas."Maafkan aku... sebentar saja dan aku akan kembali," bisiknya, lalu meninggalkan ruangan.Langkahnya menuju kamar Elsa.Di depan pintu, dua pengawal masih berjaga. Ia menghentikan langkah dan bertanya dengan suara pelan namun berwibawa, “Bagaimana hari ini?”Salah satu pengawal menjawab dengan cepat, “Semua terkendali, Paduka. Tidak ada insiden besar. Nona Elsa tidak keluar dari kamar sama sekali. Hanya meminta kami menyampaikan buah untuk Nyonya Dea, sebagai bentuk itikad baik.”Frans mengangguk pelan. “Kirim

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status