Masuk"Itu sangat memalukan!"
Gea sudah berada di sebuah kafe dan dia tengah menyusun gelas dengan benar. Dia terus saja memikirkan dosen barunya itu. Bisa-bisanya tadi dia malah asal masuk ke dalam mobil orang dan ternyata adalah mobil dosennya sendiri. "Memalukan. Kenapa malah masuk mobil dia pula?" Gea terus merutuki kesalahannya tadi, sampai ada salah satu temannya datang menghampiri dirinya. Dia adalah Andin. "Gea, tolong kamu kasih kopi late ini ke meka nomor 9 yah." Gea hanya mengangguk mendengarkan apa yang dikatakan oleh Andin. "Okeh." Akhirnya Gea memutuskan untuk berjalan menuju kearah meja yang disebutkan oleh Andin barusan. Baru beberapa langkah dia langsung menaikan sebelah alisnya. "Sepertinya aku tidak asing dengan orang itu," gumam Gea. Dia memastikan kembali orang yang tengah duduk barusan. Kemudian dia menggelengkan kepalanya. "Pak Stefano, tidak mungkin dia bukan? Pasti itu karena aku terlalu memikirkan orang itu, makanya tamu yang datang seperti dalam bayanganku. Tidak mungkin kalau itu Pak Stefano." Gea berusaha meyakinkan dirinya sendiri, sampai dia akhirnya menaruh minumannya itu ke atas meja tersebut. "Silakan minumannya." Stefano awalnya terkejut ketika melihat orang yang memberikan minum padanya, dia langsung menerimanya dan mengucapkan terimakasih. "Terimakasih." Gea hendak akan pergi, tetapi setelah mendengar suara bas itu mirip Stefano. Akhirnya Gea menoleh kembali kearah Stefano dan memastikan lagi. "Tidak mungkin Pak Stefano bukan?" "Kamu pikir saya hantu?" Deg Lagi-lagi Gea harus ketemu dengan dosennya itu. Dia memastikan sekitarnya dulu kalau tidak ada yang mengenal mereka. Lalu dia langsung menatap kearah Stefano. "Pak Stefano mengikuti saya?" Stefano menaikan sebelah alisnya ketika mendengar hal tersebut. "Untuk apa saya mengikuti kamu." "Buktinya sekarang Pak Stefano ada di tempat saya kerja," kata Gea. Stefano menatap kearah Gea yang memang memakai baju pelayan kafe di sini. "Oh, jadi kamu bekerja di tempat ini," jawab Stefano dengan santai. Berbeda dengan ekspresi wajah dari Gea terlihat kesal, dia yakin kalau dosennya itu mengikuti dirinya sampai ke sini. Bukannya sudah dia bilang kalau seharusnya mereka tidak saling kenal. "Pak Stefano gak usah pura-pura, pasti Pak Stefano sengaja datang ke tempat kerja saja untuk menguntit saya bukan? Bukannya saya sudah bilang kalau kita tidak boleh saling kenal!" umpat Gea dengan kesal. "Pertama, Saya tidak sedang menguntit kamu, saya datang ke sini memang akan bertemu dengan seseorang, kedua dengan kamu berbicara seperti itu kepada saya, semua orang pasti akan merasa curiga kalau kita saling kenal, bukannya kamu sendiri yang bilang kalau kita tidak boleh bertemu dan terlihat saling kenal," balas Stefano. Gea tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh laki-laki tersebut. Dia yakin kalau Stefano pasti sengaja mengikutinya. "Saya tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Stefano." Stefano menyilangkan kaki dan menatap kearah Gea dengan santai. "Terserah kalau kamu tidak percaya dengan saya," kata Stefano. Sebelum akhirnya ada seseorang datang menghampiri Stefano dan langsung memeluk dirinya dengan akrab. "Hallo Bro, apa kabar? Sudah lama tidak bertemu," sapa laki-laki tersebut pada Stefano. Stefano menyapa laki-laki tersebut dengan santai. "Lain kali kalau mau ketemu, cari kafe yang lebih bagus dari ini, biar aku gak di tuduh menguntit orang." "Hahah aneh banget bro!" Gea benar-benar merasa malu, jadi benar Stefano ke sini untuk bertemu dengan temannya bukan untuk menguntit dirinya. Mau di taruh di mana sekarang mukanya. "Eh ini pelayan kafenya yah?" tanya orang itu pada Gea. Stefano hanya mengangguk tanpa menoleh kearah Gea sama sekali, dia kembali menyesap minuman yang dia pesan tadi. "Saya pesan jus alpukat yah, sama kentang goreng," ujar pria tersebut. Gea sedikit gugup dan dia mencatat pesanan tersebut. "Baik silakan tunggu." Setelah itu Gea langsung buru-buru berlari karena dia sangat malu. Sampai menuduh Stefano menguntit dirinya tadi. "Ah ini sangat memalukan sekali!" umpatnya lalu masuk ke dapur dan memberikan catatan note kepada temannya yang bernama Andin. "Ini meja nomor 9 pesan jus alpukat dan kentang goreng," jelas Gea. Andin hanya mengangguk sambil menatap kearah Gea. "Kamu kenapa? Habis dimarahin sama costumer yah? Kok keliatannya tadi kamu lama mengobrol dengan beliau. Apa kamu kenal dengan orang yang di meja nomor 9?" Deg Gea benar-benar tidak tahu harus menjawab apa sekarang, rasanya dia ingin menenggelamkan wajahnya saat ini. "Eh tidak Kok, Andin. Kita tidak saling kenal," elak Gea karena khawatir ketahuan. "Kamu yakin gak kenal dengan dia? Katanya dia adalah dosen baru loh di universitas kamu," jelas Andin kembali. Skakmat, kenapa juga Andin bisa tahu sesuatu tentang Stefano yang dosen baru itu. Bagaimana sekarang dia menjelaskan pada Andin agar wanita itu tidak curiga. Apalagi kalau Andin tahu dia pernah tidur satu ranjang dengan pria itu. "Aku gak tahu, sudah lebih baik kamu buatkan pesanan itu. Aku akan cuci piring," kata Gea mengalihkan pembicaraan. "Baiklah," ujar Andin sambil tersenyum dengan penuh arti. Gea akhirnya memutuskan untuk mencuci piring, dia tidak mau mengantar makanan lagi ke tempat Stefano berada sekarang. Dia benar-benar sudah dibuat malu tadi. "Sialan Stafano, kenapa dunia ini sempat sekali!" BERSAMBUNGRumor tentang Gea berada di perpustakaan bersama dengan Stafano kini kian menyebar. Semuanya karena Satpam itu yang membicarakan ini pada penjaga lainnya. Bahkan mahasiswa lain juga ada yang ikut mendengar rumor tersebut. "Tidak menyangka yah, Gea orang yang seperti itu.""Demi nilai, dia merendahkan dirinya sendiri," bisik yang lainnya. Banyak sekali orang yang membicarakan tentang dirinya. Semuanya saling berhubungan satu sama lain. Bahkan dia tidak yakin semuanya jadi seperti ini. Gea melewati orang-orang yang membicarakan dirinya, ada rasa malu dan rasanya dia ingin pergi dari sini. Bruk Gea tidak sengaja menabrak dada seseorang karena terburu-buru. "Aw...""Kamu tidak apa-apa?" tanya Stefano yang kini menatap kearah Gea. Gea langsung bersidekap menatap kearah Stefano dengan pandangan yang sedikit sinis. "Pak Stefano sengaja yah nabrak saya?" tuduh Gea. "Justru kamu yang sengaja menabrak saya," kata Stefano dengan santai. Seketika Gea teringat dengan rumor tentang dirin
Gea langsung panik ketika melihat satpam itu memergoki dirinya dengan Stefano, bahkan dengan posisi mereka sekarang yang sulit sekali untuk diartikan. "Pak Stefano, anda dengan mahasiswa itu! Astaga."Satpam itu langsung pergi dengan begitu saja setelah melihat Gea dan Stefano dengan posisi Stefano menindih tubuh Gea. "Tunggu, Pak. Ini tidak seperti yang sebenarnya!"Gea langsung mendorong tubuh Stafano, dia berusaha untuk menjelaskan semuanya. Khawatir kalau nanti malah akan menjadi rumor buruk. "Sudahlah, dia sudah pergi."Stefano bangun kembali setelah dia tidak sengaja mencium bibir manis milik Gea tadi. Sedangkan Gea melotot tajam kearah Stefano. Dia benar-benar masih kesal dan tidak percaya dengan semuanya. "Ini semuanya gara-gara Pak Stefano. Coba saja tadi tidak seperti itu, mungkin satpam itu tidak akan salah paham!" marah Gea dengan Stefano. "Kok kamu kesananya kaya menyalahkan saya? Sudah jelas bahwa tadi itu kecelakaan, kamu tidak lihat benda itu tadi jatuh," tunjuk
Perpustakaan Gea berada di sebuah perpustakaan dan mencari buku tentang sistem digital. Kebetulan sekali dia adalah seorang mahasiswa tehnik elektro. Dia mencari di tumpukan buku. "Mana sih, gak ada," umpat Gea dengan kesal. Dia tidak menemukan buku yang dia cari, padahal ini sudah hampir larut malam, dia tidak tahu buku itu berada di mana. Akhirnya dia mengambil ponselnya dan memutuskan untuk menghubungi Raya. "Hallo Raya.""Kenapa Gea, malam-malam malah menghubungi aku?""Buku yang waktu itu, tentang sistem digital tidak ditemukan. Bahkan modulnya juga tidak ada. Aku sudah mencarinya di perpustakaan kampus.""Tunggu dulu, kamu jam telah malah begini ada di kampus? Astaga Gea kamu gila yah!" ujar Raya dengan nada yang sedikit panik. Apalagi ini sudah malam, membuat Raya jadi khawatir dengan Gea. "Biasa aja kali, lagian aku juga ke perpustakaan kampus untuk mencari buku. Bukan buat hal yang aneh-aneh," balas Gea dengan santai. "Iya tetapi saja Gea. Ini sudah malam, besok saja
"Itu sangat memalukan!"Gea sudah berada di sebuah kafe dan dia tengah menyusun gelas dengan benar. Dia terus saja memikirkan dosen barunya itu. Bisa-bisanya tadi dia malah asal masuk ke dalam mobil orang dan ternyata adalah mobil dosennya sendiri. "Memalukan. Kenapa malah masuk mobil dia pula?"Gea terus merutuki kesalahannya tadi, sampai ada salah satu temannya datang menghampiri dirinya. Dia adalah Andin."Gea, tolong kamu kasih kopi late ini ke meka nomor 9 yah."Gea hanya mengangguk mendengarkan apa yang dikatakan oleh Andin. "Okeh."Akhirnya Gea memutuskan untuk berjalan menuju kearah meja yang disebutkan oleh Andin barusan. Baru beberapa langkah dia langsung menaikan sebelah alisnya. "Sepertinya aku tidak asing dengan orang itu," gumam Gea. Dia memastikan kembali orang yang tengah duduk barusan. Kemudian dia menggelengkan kepalanya. "Pak Stefano, tidak mungkin dia bukan? Pasti itu karena aku terlalu memikirkan orang itu, makanya tamu yang datang seperti dalam bayanganku. Ti
Gea di depan pintu ruangan pribadi milik Stefano. Ada rasa perasaan gelisah ketika dia handak akan masuk ke dalam ruangan tersebut. Akhirnya dia memutuskan untuk mengetuk pintu dengan pelan. Tok tok tok..."Masuk."Mendengar suara maskulin itu membuat Gea sedikit ragu, sampai akhirnya dia memberanikan diri untuk masuk ke dalam ruangan itu. Setelah dia masuk ke dalam, akhirnya dia melihat pria berbadan tinggi dengan tubuh yang kekar. Laki-laki itu melepaskan kacamatanya. "Maaf Pak Stefano, saya hanya ingin memberikan buku ini."Ingin rasanya Gea pergi dengan begitu saja dari tempat ini. Apalagi atmosfer disekitarnya sudah merasa tidak nyaman. "Kamu masuk langsung pergi begitu saja?" "Maksud Pak Stefano?" tanya Gea menaikan sebelah alisnya heran. Stefano mengangkat pandangannya perlahan, menatap Gea yang kini berdiri canggung di depan pintu. Tatapan mata laki-laki itu tajam namun tenang, seolah bisa menembus kegelisahan yang Gea rasakan.“Kenapa berdiri di situ? Duduklah.” Suarany
Gea sudah mulai melupakan kejadian yang terjadi padanya. Dia tidak tahu pria asing yang tidur dengan dirinya semalam. Gea duduk di kursi kampusnya, berusaha terlihat tenang di antara mahasiswa lain. Tapi pikirannya terus berputar. Ia menatap kosong halaman catatan yang belum disentuh sama sekali.“Hei, kamu malah melamun,” suara familiar membuyarkan lamunannya.Gea menoleh cepat. “Astaga, Raya, kamu bikin kaget aja!”Raya mengangkat alis, menatap sahabatnya dengan senyum menggoda. “Kamu masih mikirin pacar kamu yang selingkuh itu, ya?”“Ingat yah Raya, mantan pacar. Aku sudah putus dengan dia!” dengus Gea dengan nada yang sedikit marah. Raya ikut menanggapi karena kemarin dia melihat sendiri bagaimana orang itu selingkuh. “Sorry lupa. Laki-laki bajingan itu memang pantas kamu tinggalkan.”"Iya betul.""Oh iya, semalam kamu langsung pulang? Aku tidak bisa mengantar kamu," ujar Raya. Pertanyaan itu membuat napas Gea tertahan sesaat. Seketika, kenangan samar itu datang, kilatan lampu k







