Mag-log inPerpustakaan
Gea berada di sebuah perpustakaan dan mencari buku tentang sistem digital. Kebetulan sekali dia adalah seorang mahasiswa tehnik elektro. Dia mencari di tumpukan buku. "Mana sih, gak ada," umpat Gea dengan kesal. Dia tidak menemukan buku yang dia cari, padahal ini sudah hampir larut malam, dia tidak tahu buku itu berada di mana. Akhirnya dia mengambil ponselnya dan memutuskan untuk menghubungi Raya. "Hallo Raya." "Kenapa Gea, malam-malam malah menghubungi aku?" "Buku yang waktu itu, tentang sistem digital tidak ditemukan. Bahkan modulnya juga tidak ada. Aku sudah mencarinya di perpustakaan kampus." "Tunggu dulu, kamu jam telah malah begini ada di kampus? Astaga Gea kamu gila yah!" ujar Raya dengan nada yang sedikit panik. Apalagi ini sudah malam, membuat Raya jadi khawatir dengan Gea. "Biasa aja kali, lagian aku juga ke perpustakaan kampus untuk mencari buku. Bukan buat hal yang aneh-aneh," balas Gea dengan santai. "Iya tetapi saja Gea. Ini sudah malam, besok saja kamu cari bukunya. Aku janji akan membantu kamu." "Kamu serius?" "Iya, aku serius." Gea tersenyum senang setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Raya barusan. Mungkin dia besok akan mencari buku tentang sistema digital itu. "Kalau begitu aku tutup dulu." Gea memutuskan untuk menutup sambungan teleponnya. Baru juga dia menutup sambungan teleponnya, tiba-tiba dia merasa kalau ada seseorang yang tengah melangkah kearah dirinya. Saat ia melangkah hendak mencari rak buku berikutnya, bulu kuduknya mendadak berdiri. Ada langkah kaki mendekat. Gea spontan menahan napas. Jantungnya berdegup tak karuan. Entah kenapa, instingnya mengatakan ia harus bersembunyi. Dengan cepat ia merunduk ke balik salah satu rak besar. Namun karena terburu-buru, tubuhnya malah bergerak terlalu cepat— Duk! Kepalanya menghantam sesuatu yang keras, tepat di atasnya. Rasa sakit langsung menyengat, membuatnya meringis sambil memegangi kepalanya. Tapi beberapa detik kemudian, saat kesadarannya terkumpul. "Tunggu, ini bukan rak buku, ini seperti-" Gea dengan perasaan campur aduk antara malu dan waspada, Gea perlahan mendongak. Nafasnya serasa berhenti. Deg. Lagi-lagi dia malah bertemu dengan pria itu. "Pak Stefano, ngapain di sini?" tanya Gea ketika melihat Stefano ada di sini. Stefano berdiri tegak, tubuhnya membuat bayangan panjang di lantai perpustakaan. Muka datarnya semakin terlihat dramatis di bawah lampu kuning redup. Tatapannya langsung mengunci Gea dengan tajam, seolah sedang menganalisis setiap gerak-geriknya. "Harusnya saya yang menanyakan hal ini ke kamu, ngapain kamu malam-malam di perpustakaan?" Nada suaranya tenang, tapi menghantam telinga Gea seperti palu. Gea menelan ludah, gugup bukan main. Entahlah, keberadaan Stefano selalu berhasil membuat dirinya seperti murid tahun pertama yang baru kepergok mencoret meja kelas. "Iya saya di sini lagi cari buku tentang sistem digital. Pelajaran Bu Dewi," jawab Gea cepat. Stefano tak langsung bergerak. Tatapannya hanya berpindah sedikit, lalu jarinya terangkat dan menunjuk ke arah atas, tepat di rak paling tinggi. Gea mengikutinya dengan pandangan. Wajahnya langsung merekah dengan senyum lega. "Terimakasih." Tanpa menunggu, Gea mendongak ke atas dan berusaha meraih buku tersebut. Namun kakinya harus menapak ujung lantai, tubuhnya sedikit terangkat, kedua tangan terjulur. Rak itu terlalu tinggi dan jarak buku itu masih terlalu jauh untuk dijangkau. Sementara itu, Stefano hanya berdiri diam di belakangnya, menyaksikan seluruh usaha Gea dari jarak yang entah sejak kapan terasa terlalu dekat. Gea terus berusaha meraih bukunya yang terselip di rak paling atas. Dia berjinjit, lalu mencoba sedikit melompat, tapi ujung jarinya tetap tak pernah menyentuh punggung buku tersebut. Stefano, yang memperhatikan usahanya sedari tadi, mendadak tersenyum kecil. “Kalau nggak sampai, tinggal bilang. Saya nggak akan gigit." Nada suaranya rendah dan hangat, terlalu hangat untuk seorang dosen. Pipi Gea spontan memanas, apalagi ketika Stefano mendekat dan tubuh mereka hanya terpisah sejengkal. Dengan mudah, Stefano meraih buku itu. Tapi sebelum dia sempat menurunkannya, sebuah kotak kecil yang berada di ujung rak justru goyah. Gea melihat itu duluan. “Pak Stefano, awas!” Kotak itu jatuh, dan Stefano refleks bergerak menghindar, tapi rak yang dia pegang justru membuatnya kehilangan keseimbangan. Sedangkan Gea berada tepat di bawahnya. Brug! Dalam sekejap, dunia seperti berhenti. Stefano menindih tubuh Gea di lantai, satu tangannya menahan agar dia tidak menekan Gea terlalu keras. Namun momen itu terlalu singkat untuk dihindari, bibir Stefano sempat menyentuh bibir Gea. Hanya sekejap, tapi cukup untuk membuat tubuh keduanya membeku. Deg. Suara degupan jantung entah milik siapa, terasa menghentak di antara jarak yang terlalu dekat. Ruangan redup ini seketika terasa sedikit panas dengan posisi mereka yang sekarang. Mata Stefano melebar, napasnya tercekat. “Gea… aku—” Gea sendiri tak bisa bicara. Wajahnya panas, tubuhnya seperti kehilangan tenaga. Bibirnya masih terasa kesemutan, entah karena benturan atau karena sesuatu yang jauh lebih berbahaya dari itu. Sampai tiba-tiba ada satpam yang masuk ke dalam dan menyaksikan adegan tersebut. Ketika Stafano menindih tubuh Gea. Dia langsung menyoroti kedua orang tersebut. "Apa yang kalian lakukan?" Gea dan Stefano seketika melihat kearah pintu di mana ada seorang penjaga keamanan yang memergoki mereka. Lebih parah lagi dengan posisi mereka yang seperti ini. "Kalian tengah berbuat mesum?" "Bagaimana ini?" panik Gea kebingungan harus bagaimana sekarang. BERSAMBUNGRumor tentang Gea berada di perpustakaan bersama dengan Stafano kini kian menyebar. Semuanya karena Satpam itu yang membicarakan ini pada penjaga lainnya. Bahkan mahasiswa lain juga ada yang ikut mendengar rumor tersebut. "Tidak menyangka yah, Gea orang yang seperti itu.""Demi nilai, dia merendahkan dirinya sendiri," bisik yang lainnya. Banyak sekali orang yang membicarakan tentang dirinya. Semuanya saling berhubungan satu sama lain. Bahkan dia tidak yakin semuanya jadi seperti ini. Gea melewati orang-orang yang membicarakan dirinya, ada rasa malu dan rasanya dia ingin pergi dari sini. Bruk Gea tidak sengaja menabrak dada seseorang karena terburu-buru. "Aw...""Kamu tidak apa-apa?" tanya Stefano yang kini menatap kearah Gea. Gea langsung bersidekap menatap kearah Stefano dengan pandangan yang sedikit sinis. "Pak Stefano sengaja yah nabrak saya?" tuduh Gea. "Justru kamu yang sengaja menabrak saya," kata Stefano dengan santai. Seketika Gea teringat dengan rumor tentang dirin
Gea langsung panik ketika melihat satpam itu memergoki dirinya dengan Stefano, bahkan dengan posisi mereka sekarang yang sulit sekali untuk diartikan. "Pak Stefano, anda dengan mahasiswa itu! Astaga."Satpam itu langsung pergi dengan begitu saja setelah melihat Gea dan Stefano dengan posisi Stefano menindih tubuh Gea. "Tunggu, Pak. Ini tidak seperti yang sebenarnya!"Gea langsung mendorong tubuh Stafano, dia berusaha untuk menjelaskan semuanya. Khawatir kalau nanti malah akan menjadi rumor buruk. "Sudahlah, dia sudah pergi."Stefano bangun kembali setelah dia tidak sengaja mencium bibir manis milik Gea tadi. Sedangkan Gea melotot tajam kearah Stefano. Dia benar-benar masih kesal dan tidak percaya dengan semuanya. "Ini semuanya gara-gara Pak Stefano. Coba saja tadi tidak seperti itu, mungkin satpam itu tidak akan salah paham!" marah Gea dengan Stefano. "Kok kamu kesananya kaya menyalahkan saya? Sudah jelas bahwa tadi itu kecelakaan, kamu tidak lihat benda itu tadi jatuh," tunjuk
Perpustakaan Gea berada di sebuah perpustakaan dan mencari buku tentang sistem digital. Kebetulan sekali dia adalah seorang mahasiswa tehnik elektro. Dia mencari di tumpukan buku. "Mana sih, gak ada," umpat Gea dengan kesal. Dia tidak menemukan buku yang dia cari, padahal ini sudah hampir larut malam, dia tidak tahu buku itu berada di mana. Akhirnya dia mengambil ponselnya dan memutuskan untuk menghubungi Raya. "Hallo Raya.""Kenapa Gea, malam-malam malah menghubungi aku?""Buku yang waktu itu, tentang sistem digital tidak ditemukan. Bahkan modulnya juga tidak ada. Aku sudah mencarinya di perpustakaan kampus.""Tunggu dulu, kamu jam telah malah begini ada di kampus? Astaga Gea kamu gila yah!" ujar Raya dengan nada yang sedikit panik. Apalagi ini sudah malam, membuat Raya jadi khawatir dengan Gea. "Biasa aja kali, lagian aku juga ke perpustakaan kampus untuk mencari buku. Bukan buat hal yang aneh-aneh," balas Gea dengan santai. "Iya tetapi saja Gea. Ini sudah malam, besok saja
"Itu sangat memalukan!"Gea sudah berada di sebuah kafe dan dia tengah menyusun gelas dengan benar. Dia terus saja memikirkan dosen barunya itu. Bisa-bisanya tadi dia malah asal masuk ke dalam mobil orang dan ternyata adalah mobil dosennya sendiri. "Memalukan. Kenapa malah masuk mobil dia pula?"Gea terus merutuki kesalahannya tadi, sampai ada salah satu temannya datang menghampiri dirinya. Dia adalah Andin."Gea, tolong kamu kasih kopi late ini ke meka nomor 9 yah."Gea hanya mengangguk mendengarkan apa yang dikatakan oleh Andin. "Okeh."Akhirnya Gea memutuskan untuk berjalan menuju kearah meja yang disebutkan oleh Andin barusan. Baru beberapa langkah dia langsung menaikan sebelah alisnya. "Sepertinya aku tidak asing dengan orang itu," gumam Gea. Dia memastikan kembali orang yang tengah duduk barusan. Kemudian dia menggelengkan kepalanya. "Pak Stefano, tidak mungkin dia bukan? Pasti itu karena aku terlalu memikirkan orang itu, makanya tamu yang datang seperti dalam bayanganku. Ti
Gea di depan pintu ruangan pribadi milik Stefano. Ada rasa perasaan gelisah ketika dia handak akan masuk ke dalam ruangan tersebut. Akhirnya dia memutuskan untuk mengetuk pintu dengan pelan. Tok tok tok..."Masuk."Mendengar suara maskulin itu membuat Gea sedikit ragu, sampai akhirnya dia memberanikan diri untuk masuk ke dalam ruangan itu. Setelah dia masuk ke dalam, akhirnya dia melihat pria berbadan tinggi dengan tubuh yang kekar. Laki-laki itu melepaskan kacamatanya. "Maaf Pak Stefano, saya hanya ingin memberikan buku ini."Ingin rasanya Gea pergi dengan begitu saja dari tempat ini. Apalagi atmosfer disekitarnya sudah merasa tidak nyaman. "Kamu masuk langsung pergi begitu saja?" "Maksud Pak Stefano?" tanya Gea menaikan sebelah alisnya heran. Stefano mengangkat pandangannya perlahan, menatap Gea yang kini berdiri canggung di depan pintu. Tatapan mata laki-laki itu tajam namun tenang, seolah bisa menembus kegelisahan yang Gea rasakan.“Kenapa berdiri di situ? Duduklah.” Suarany
Gea sudah mulai melupakan kejadian yang terjadi padanya. Dia tidak tahu pria asing yang tidur dengan dirinya semalam. Gea duduk di kursi kampusnya, berusaha terlihat tenang di antara mahasiswa lain. Tapi pikirannya terus berputar. Ia menatap kosong halaman catatan yang belum disentuh sama sekali.“Hei, kamu malah melamun,” suara familiar membuyarkan lamunannya.Gea menoleh cepat. “Astaga, Raya, kamu bikin kaget aja!”Raya mengangkat alis, menatap sahabatnya dengan senyum menggoda. “Kamu masih mikirin pacar kamu yang selingkuh itu, ya?”“Ingat yah Raya, mantan pacar. Aku sudah putus dengan dia!” dengus Gea dengan nada yang sedikit marah. Raya ikut menanggapi karena kemarin dia melihat sendiri bagaimana orang itu selingkuh. “Sorry lupa. Laki-laki bajingan itu memang pantas kamu tinggalkan.”"Iya betul.""Oh iya, semalam kamu langsung pulang? Aku tidak bisa mengantar kamu," ujar Raya. Pertanyaan itu membuat napas Gea tertahan sesaat. Seketika, kenangan samar itu datang, kilatan lampu k







