Mag-log inGea di depan pintu ruangan pribadi milik Stefano. Ada rasa perasaan gelisah ketika dia handak akan masuk ke dalam ruangan tersebut. Akhirnya dia memutuskan untuk mengetuk pintu dengan pelan.
Tok tok tok... "Masuk." Mendengar suara maskulin itu membuat Gea sedikit ragu, sampai akhirnya dia memberanikan diri untuk masuk ke dalam ruangan itu. Setelah dia masuk ke dalam, akhirnya dia melihat pria berbadan tinggi dengan tubuh yang kekar. Laki-laki itu melepaskan kacamatanya. "Maaf Pak Stefano, saya hanya ingin memberikan buku ini." Ingin rasanya Gea pergi dengan begitu saja dari tempat ini. Apalagi atmosfer disekitarnya sudah merasa tidak nyaman. "Kamu masuk langsung pergi begitu saja?" "Maksud Pak Stefano?" tanya Gea menaikan sebelah alisnya heran. Stefano mengangkat pandangannya perlahan, menatap Gea yang kini berdiri canggung di depan pintu. Tatapan mata laki-laki itu tajam namun tenang, seolah bisa menembus kegelisahan yang Gea rasakan. “Kenapa berdiri di situ? Duduklah.” Suaranya dalam, tenang, tapi memberi tekanan yang membuat Gea refleks melangkah mendekat. Dengan langkah hati-hati, Gea duduk di kursi di seberang meja kerjanya. Tangannya ia genggam di pangkuan, mencoba menenangkan diri. Ruangan itu wangi, dengan aroma kayu dan sedikit wangi kopi yang masih mengepul dari cangkir di sisi kanan Stefano. "Apa ada yang ingin Pak Stefano tanyakan?" Stefano menatap kearah Gea dengan sekilas. Dia tidak buta, dia tahu kalau wanita yang ada dihadapannya adalah wanita yang semalam tidur dengannya. “Nama kamu siapa?” Gea melotot tajam, pria itu menyuruh datang ke ruangannya hanya ingin menanyakan namanya saja? Yang benar saja begitu. “Apa itu penting Pak?” “Kamu tidak sopan sama sekali, jangan lupakan kalau sekarang saya adalah dosen kamu.” Gea menghela napas panjang, dia ingat kalau orang itu sekarang adalah dosennya. "Iya maksud saya, ngapain Pak Stefano ingin tahu nama saya? Memangnya kita akrab apa," dengus Gea. Stefano memiringkan wajahnya kearah Gea sekarang. Senyuman liciknya terlihat dari bibirnya. "Untuk ukuran orang yang pernah merasakan tubuh saya seperti apa rasanya, itu bisa dikatakan lebih dari akrab yah.” Gea langsung menutup mulut dosennya itu dengan kesal. Apalagi ketika mendengar perkataan vulgarnya barusan. Dia khawatir kalau sampai ada mahasiswa atau dosen lain yang mendengar percakapan mereka. “Pak Stefano gila yah?, kenapa malah membahas itu sih!" dengus Gea tidak terima. "Memangnya kenapa? Bukannya itu kenyataan." "Pak Stefano ingat yah, kita sudah berjanji akan melupakan kejadian satu malam itu. Kita harus layaknya orang asing jangan saling kenal!" ujar Gea mengingatkan kembali. Stefano menyesap kopinya dengan perlahan. Wanita muda itu ingin melupakan kejadian yang terjadi padanya. "Baiklah jika itu yang kamu mau, terus bagaimana kalau kamu hamil?" tanya Stefano. "Tidak akan, saya akan memastikan sendiri!" Stefano hanya mengangguk saja, seolah dia percaya dengan apa yang dikatakan oleh wanita yang ada dihadapannya barusan. "Okeh, jadi kamu mau kita seperti orang asing begitu." "Iya, sebaiknya Pak Stafano tidak usah tahu nama saya juga," jelas Gea. "Loh, kalau itu tidak bisa. Kamu sekarang adalah mahasiswa saya. Jelas saya harus tahu siapa kamu, apalagi kamu pernah mengajak tidur saya!" Memalukan sekali, Gea memang yang awalnya mengajak pria asing itu untuk tidur dengannya. Tetapi dia tidak pernah menyangka kalau orang yang dia ajak tidur adalah dosennya sendiri. Ini memang sedikit agak memalukan untuk dirinya. "Lupakan tentang ajakan tidur itu, benar-benar sangat memalukan!" dengus Gea. "Baiklah, jadi sepakat yah kita akan melupakan kejadian semalam itu?" ujar Stefano. Gea hanya mengangguk membenarkan semuanya. "Iya tentu saja. Saya harap Pak Stefano menghindari saya. Karena saya tidak mau nanti kalau ada orang yang curiga, anggap saja kita sebagai orang asing yang tidak mengenal sama sekali karena aslinya kita memang asing." Stefano tersenyum ketika melihat kegigihan dari wanita itu. Kali ini dia akan mengikuti permainan dari wanita itu. "Baiklah, jika itu yang kamu inginkan." Gea menghela napas panjang, artinya dosennya itu sudah setuju dengan dirinya. Dia akhirnya memutuskan untuk keluar dari ruangan tersebut. "Saya permisi." Stefano hanya memperhatikan kepergian wanita itu dalam diam. **** Gea merasa lega setelah keluar dari ruangan mencekam itu. Akhirnya dia memutuskan untuk pulang karena sore nanti dia akan bekerja di sebuah kafe. Dia memang bekerja paruh waktu di kafe tersebut, demi untuk melunasi semua uang kuliahnya. Dia bekerja apapun asal halal. Dia terburu-buru hendak akan pulang, tetapi ketika hendak akan pulang, dia malah bertemu dengan mantannya. "Gea tunggu." Gea menoleh kearah orang yang memangilnya yang rupanya adalah Marvel. "Kenapa lagi sih?" "Aku minta maaf soal yang terjadi kemarin. Aku masih cinta padamu." Gea menatap sinis pria yang ada di hadapannya barusan. "Kamu bilang kamu masih cinta? Kalau masih cinta tidak mungkin selingkuh." "Aku minta maaf, bagaimana sebagai gantinya aku antar kamu pulang saja," tawar Marvel. Gea jelas menolak tawaran tersebut. Tetapi dia harus pura-pura dihadapannya Marvel. "Tidak usah, lagian aku sudah ada yang jemput kok," kata Gea berbohong. "Siapa?" tanya Marvel menaikan sebelah heran. Gea kebingungan ketika akan menjawab, sampai dia melihat sebuah mobil berwarna hitam melaju dengan begitu tenang. Dia langsung menghentikan mobil tersebut. "Berhenti!" Ketika mobil itu berhenti, Gea langsung masuk dengan begitu saja ke dalam mobil itu tanpa melihat siapa pengemudinya. "Aku duluan!" Gea mengatakan itu dengan berani pada Marvel sebagai bentuk balas dendamnya. Marvel sendiri bingung ketika Gea seperti sudah mendapatkan orang yang baru. Dia mengepalkan tangannya lalu memutuskan untuk pergi. "Kamu mau menumpang mobil saya?" Deg Gea menoleh kearah samping dan baru menyadari kalau orang yang dalam mobil tersebut adalah dosennya sendiri. "Pak Stefano?" Gea langsung melotot tajam, padahal dia sudah berjanji akan melupakan pria itu, kenapa dia sekarang malah masuk ke dalam mobilnya. "Kamu tidak melupakan apa yang tadi kamu ucapan bukan? Bukannya kamu mau kita seperti orang asing?" "Eh iya, maaf Pak Stefano." Gea yang merasa malu pun akhirnya langsung buru-buru keluar dari mobil milik Stefano. Benar-benar sangat memalukan. Beruntung Marvel sudah tidak ada, jadi dia bisa keluar dari mobil Stefano. Sedangkan Stefano hanya mengulas senyumnya setelah melihat Gea keluar dari mobil tersebut. BERSAMBUNGRumor tentang Gea berada di perpustakaan bersama dengan Stafano kini kian menyebar. Semuanya karena Satpam itu yang membicarakan ini pada penjaga lainnya. Bahkan mahasiswa lain juga ada yang ikut mendengar rumor tersebut. "Tidak menyangka yah, Gea orang yang seperti itu.""Demi nilai, dia merendahkan dirinya sendiri," bisik yang lainnya. Banyak sekali orang yang membicarakan tentang dirinya. Semuanya saling berhubungan satu sama lain. Bahkan dia tidak yakin semuanya jadi seperti ini. Gea melewati orang-orang yang membicarakan dirinya, ada rasa malu dan rasanya dia ingin pergi dari sini. Bruk Gea tidak sengaja menabrak dada seseorang karena terburu-buru. "Aw...""Kamu tidak apa-apa?" tanya Stefano yang kini menatap kearah Gea. Gea langsung bersidekap menatap kearah Stefano dengan pandangan yang sedikit sinis. "Pak Stefano sengaja yah nabrak saya?" tuduh Gea. "Justru kamu yang sengaja menabrak saya," kata Stefano dengan santai. Seketika Gea teringat dengan rumor tentang dirin
Gea langsung panik ketika melihat satpam itu memergoki dirinya dengan Stefano, bahkan dengan posisi mereka sekarang yang sulit sekali untuk diartikan. "Pak Stefano, anda dengan mahasiswa itu! Astaga."Satpam itu langsung pergi dengan begitu saja setelah melihat Gea dan Stefano dengan posisi Stefano menindih tubuh Gea. "Tunggu, Pak. Ini tidak seperti yang sebenarnya!"Gea langsung mendorong tubuh Stafano, dia berusaha untuk menjelaskan semuanya. Khawatir kalau nanti malah akan menjadi rumor buruk. "Sudahlah, dia sudah pergi."Stefano bangun kembali setelah dia tidak sengaja mencium bibir manis milik Gea tadi. Sedangkan Gea melotot tajam kearah Stefano. Dia benar-benar masih kesal dan tidak percaya dengan semuanya. "Ini semuanya gara-gara Pak Stefano. Coba saja tadi tidak seperti itu, mungkin satpam itu tidak akan salah paham!" marah Gea dengan Stefano. "Kok kamu kesananya kaya menyalahkan saya? Sudah jelas bahwa tadi itu kecelakaan, kamu tidak lihat benda itu tadi jatuh," tunjuk
Perpustakaan Gea berada di sebuah perpustakaan dan mencari buku tentang sistem digital. Kebetulan sekali dia adalah seorang mahasiswa tehnik elektro. Dia mencari di tumpukan buku. "Mana sih, gak ada," umpat Gea dengan kesal. Dia tidak menemukan buku yang dia cari, padahal ini sudah hampir larut malam, dia tidak tahu buku itu berada di mana. Akhirnya dia mengambil ponselnya dan memutuskan untuk menghubungi Raya. "Hallo Raya.""Kenapa Gea, malam-malam malah menghubungi aku?""Buku yang waktu itu, tentang sistem digital tidak ditemukan. Bahkan modulnya juga tidak ada. Aku sudah mencarinya di perpustakaan kampus.""Tunggu dulu, kamu jam telah malah begini ada di kampus? Astaga Gea kamu gila yah!" ujar Raya dengan nada yang sedikit panik. Apalagi ini sudah malam, membuat Raya jadi khawatir dengan Gea. "Biasa aja kali, lagian aku juga ke perpustakaan kampus untuk mencari buku. Bukan buat hal yang aneh-aneh," balas Gea dengan santai. "Iya tetapi saja Gea. Ini sudah malam, besok saja
"Itu sangat memalukan!"Gea sudah berada di sebuah kafe dan dia tengah menyusun gelas dengan benar. Dia terus saja memikirkan dosen barunya itu. Bisa-bisanya tadi dia malah asal masuk ke dalam mobil orang dan ternyata adalah mobil dosennya sendiri. "Memalukan. Kenapa malah masuk mobil dia pula?"Gea terus merutuki kesalahannya tadi, sampai ada salah satu temannya datang menghampiri dirinya. Dia adalah Andin."Gea, tolong kamu kasih kopi late ini ke meka nomor 9 yah."Gea hanya mengangguk mendengarkan apa yang dikatakan oleh Andin. "Okeh."Akhirnya Gea memutuskan untuk berjalan menuju kearah meja yang disebutkan oleh Andin barusan. Baru beberapa langkah dia langsung menaikan sebelah alisnya. "Sepertinya aku tidak asing dengan orang itu," gumam Gea. Dia memastikan kembali orang yang tengah duduk barusan. Kemudian dia menggelengkan kepalanya. "Pak Stefano, tidak mungkin dia bukan? Pasti itu karena aku terlalu memikirkan orang itu, makanya tamu yang datang seperti dalam bayanganku. Ti
Gea di depan pintu ruangan pribadi milik Stefano. Ada rasa perasaan gelisah ketika dia handak akan masuk ke dalam ruangan tersebut. Akhirnya dia memutuskan untuk mengetuk pintu dengan pelan. Tok tok tok..."Masuk."Mendengar suara maskulin itu membuat Gea sedikit ragu, sampai akhirnya dia memberanikan diri untuk masuk ke dalam ruangan itu. Setelah dia masuk ke dalam, akhirnya dia melihat pria berbadan tinggi dengan tubuh yang kekar. Laki-laki itu melepaskan kacamatanya. "Maaf Pak Stefano, saya hanya ingin memberikan buku ini."Ingin rasanya Gea pergi dengan begitu saja dari tempat ini. Apalagi atmosfer disekitarnya sudah merasa tidak nyaman. "Kamu masuk langsung pergi begitu saja?" "Maksud Pak Stefano?" tanya Gea menaikan sebelah alisnya heran. Stefano mengangkat pandangannya perlahan, menatap Gea yang kini berdiri canggung di depan pintu. Tatapan mata laki-laki itu tajam namun tenang, seolah bisa menembus kegelisahan yang Gea rasakan.“Kenapa berdiri di situ? Duduklah.” Suarany
Gea sudah mulai melupakan kejadian yang terjadi padanya. Dia tidak tahu pria asing yang tidur dengan dirinya semalam. Gea duduk di kursi kampusnya, berusaha terlihat tenang di antara mahasiswa lain. Tapi pikirannya terus berputar. Ia menatap kosong halaman catatan yang belum disentuh sama sekali.“Hei, kamu malah melamun,” suara familiar membuyarkan lamunannya.Gea menoleh cepat. “Astaga, Raya, kamu bikin kaget aja!”Raya mengangkat alis, menatap sahabatnya dengan senyum menggoda. “Kamu masih mikirin pacar kamu yang selingkuh itu, ya?”“Ingat yah Raya, mantan pacar. Aku sudah putus dengan dia!” dengus Gea dengan nada yang sedikit marah. Raya ikut menanggapi karena kemarin dia melihat sendiri bagaimana orang itu selingkuh. “Sorry lupa. Laki-laki bajingan itu memang pantas kamu tinggalkan.”"Iya betul.""Oh iya, semalam kamu langsung pulang? Aku tidak bisa mengantar kamu," ujar Raya. Pertanyaan itu membuat napas Gea tertahan sesaat. Seketika, kenangan samar itu datang, kilatan lampu k







