Share

6. Pesan

Author: VAD_27
last update Last Updated: 2025-03-28 17:29:19

"Walikota! Kau—, ba-bagaimana mungkin?" Sentak Kael, rantainya berderak memaksa Kael berdiri di tempat tatkala tubuhnya maju, ingin menarik kerah Walikota yang kini membuang muka dengan raut tidak terbaca.

Jantung Kael bergemuruh dengan wajah memerah, perasaan marah meletup-letup namun dia tahan sampai giginya menggertak dan pundak naik turun.

Wajah Kael menunduk dalam dengan urat leher mengencang, buku-buku jarinya memutih mau seberapa emosi pun dirinya saat ini, tetap saja semua kata meleleh ditenggorokannya. Dia sudah tidak tahu harus berkata apa mengomentari atau mengumpati Walikota yang menghianatinya dan rencananya yang gagal.

Gigi Kael menggertak dengan dada bergemuruh, kenapa walikota menghianatinya? Amarah Kael tidak bisa meluap tatkala fragmen ingatan wajah hangat Walikota yang tengah tersenyum saat membantu rakyat Tydoria memperbaiki infrastuktur terasa jelas di netra Kael.

Rasa bersyukur dan senang yang bahkan tidak dia rasakan sendiri begitu meluap begitu fragmen ingatan itu muncul. Namun kenapa Walikota memutuskan melaporkannya? Padahal dia adalah orang yang paling tulus, bertanggung jawab dan berempati tinggi pada rakyat Tydoria.

Kenapa Walikota menghianati Kael dan malah memihak Kekaisaran yang jelas-jelas menginjak rakyat Tydoria?

Apa alasannya? Dipikirkan sampai kepalanya berdenyut pun, Kael tidak menemukan jawabannya karena wajah Walikota yang tulus terus menerus memenuhi benaknya bagai asap yang tidak mau pergi.

Pengadilan terlewati dengan Kael yang bergelut dengan kepalanya sendiri sampai hakim Agung membacakan putusan terakhirnya.

"Terdakwa Kaelthar S. Azure."

Pundak Kael ditegakan dengan netra bergetar dan jantung bergemuruh, mendongkak menatap lurus pada Hakim Agung. Suasana hening mencekam saat semua orang yang hadir menanti putusannya.

"Hall of Celestial Judgement memutuskan memberikan penghakiman untuk penghianatan pada Kekaisaran Ardor yaitu hukuman mati secara terbuka di depan seluruh rakyat Kekaisaran Ardor untuk pemberontakan yang dilakukan oleh Kaelthar S. Azure."

Putusannya bagai petir di siang bolong.

Jantung Kael mencelos dengan napas tercekat.

Bibirnya bergetar dengan dingin yang mencekik tengkuknya. "H-hukuman mati?"

Dari semua hukuman mengerikan, Kael diberikan hukuman mati di depan semua rakyat Kekaisaran?

Ini ... benar-benar mengguncang kewarasannya.

Termasuk satu oknum.

Siapa sangka pria paruh baya yang telah melaporkannya lebih terkejut daripada Kael sendiri.

...

"Pa-pangeran,"

Kael menunduk dengan netra meredup, kehilangan binarnya. Raut wajahnya menurun, duduk di ruangan kecil yang terbuat dari batu hitam, berhadapan dengan ruangan lain di depannya yang dibatasi partisi kaca dengan tiga lubang.

"Kenapa saksi sekaligus pelapor diijinkan menemui terdakwa?" Tanya Kael lirih, tanpa mendongkak.

"Jen-jendral Shipor Black yang membantuku dengan koneksinya. Meskipun waktuku terbatas." Jawab Walikota dengan kepala menunduk, berdiri di sebrang partisinya.

"Aku tidak mengerti, Walikota." Bisik Kael lirih, ujung bibirnya bergetar. "Kenapa kau menghianatiku dan berpihak pada Kekaisaran? Apa ingatan tentangmu yang aku lihat hanya sebuah kebohongan? Aku sungguh tidak mengerti." Tukas Kael, rantainya berderak saat dia menjambak rambutnya sendiri.

"Aku merasa seperti, tidak mengenalmu sama sekali. Setelah aku sudah setengah jalan memahami karakteristik dan tujuan Kaelthar, setelah aku sudah menerima diriku sendiri bahwa aku adalah Kaelthar, tapi kau datang, dan menghancurkan segalanya—kepercayaanku terhadap diriku sendiri, rencana besarku untuk menggulingkan Kekaisaran sialan ini, dan hatiku yang menangkap sikap tulusmu." Gumam Kael gemetar, gelombang rasa yang membuat jantungnya bergemuruh dengan bulu kuduk berdiri.

"Kau menghancurkannya sampai bagian terkecil, dan aku ragu haruskah menyusun kembali kepingannya sampai utuh? Karena aku ragu apakah yang aku lakukan sebagai Kaelthar sudah benar?" Tukas Kael mendongkak dengan napas memburu, menatap nyalang.

"Kenapa kau melakukannya, Macalister?!" Bentak Kael.

Napas Kael tercekat dengan jantung mencelos mendapati walikota yang menatapnya lurus.

Dengan air mata mengalir membasahi pipi.

"Apa maksud tatapan yang kau berikan sekarang setelah tidak sudi menatapku di pengadilan sebelumnya?" Tanya Kael menggeleng pelan, dia tidak paham dengan raut wajah maupun sorot netra Walikota yang menyiratkan satu hal.

"Aku yakin, Lord of Aethelgran selalu menyertaimu, dalam tanah lindungannya yang suci, kebenaran ada di sana." Ujar Walikota lirih.

Kening Kael mengernyit samar tatkala Walikota mengubah ujung telunjuknya menjadi batu, menggesek pakaiannya saat membentuk simbol do'a membuat percikan batu halus seperti debu yang melayang masuk ke lubang partisi, lantas menempel di permukaan tangan Kael.

Pertemuan berakhir meninggalkan kegamangan di hati Kael.

...

Trang! Trang! Trang!

Suara-suara itu menimbulkan echo yang nyaring di tengah sunyinya ruang penjara yang gelap hanya diterangi cahaya dari obor remang-remang di lorong. Penjara itu hanya satu ruangan tinggi, setiap sel berbentuk persegi yang terbuat dari besi berat dengan mekanisme penguncian rumit yang hanya bisa dibuka oleh penjaga.

Setiap sel ditumpuk sampai mencapai langit-langit penjara layaknya kandang hewan.

Keringat bercucuran dari pelipis Kael, meskipun sia-sia dan mustahil, Kael tetap membenturkan liontin berlian berat pada besi sel, berharap besi itu terkikis sedikit demi sedikit.

Kael memang sempat meragukan dirinya sendiri, namun tidak bertahan lama karena setelah kembali masuk ke sel, debu halus dari telunjuk batu Walikota yang menempel pada telapak tangan Kael, bergerak dan membentuk huruf, merangkai menjadi kalimat.

Sebuah pesan rahasia dari Walikota!

Yang berhasil membuat Kael terkejut dengan dada bergemuruh, emosinya melonjak naik dengan adrenalin terpacu, setelah pesan rahasia yang Walikota beritahukan padanya, Kael tidak akan menyerah!

Dia akan keluar dari sini dan menghindari hukuman mati!

Kael adalah manusia biasa tanpa kekuatan kultivasi, maka dari itu, dia hanya bisa mencoba hal bodoh agar tidak berhenti berusaha untuk keluar dari sini.

Daripada berdiam diri mengeluhkan takdir.

Sampai usahanya mulai terasa sungguh sia-sia, Kael menghentikan kegiatannya, dia beralih menempelkan wajah ke sel, netranya mengedar untuk menilai situasi dalam sel, menghitung berapa banyak penjaga dan kemungkinan lainnya.

"Tatapan mata yang bagus. Bahkan semangatmu untuk hidup dan menggulingkan Kekaisaran tidak redup meskipun kematian menunggumu di ujung jalan tiga hari lagi."

Kael menoleh pada sel bertatahkan simbol penyegel energi, sel tahanan bagi para kultivator. Tepat berada di barisan sel Kael.

"Siapa kau?" Tanya Kael, menyipitkan netra untuk memperjelas sosok yang duduk di balik kegelapan sel.

"Maafkan atas kelancanganku. Aku memberi hormat padamu, Your Highness. Perkenalkan, aku penasihat utama dan perancang strategi di Pasukan Utama Sekte Black Ocean, namaku Gyra." Ujar lelaki berambut gondrong bergelombang yang bersimpuh, menunduk dan memberi hormat.

Kening Kael mengernyit, mencoba meniti penampilannya lebih jelas. Netra Kael melebar saat fragmen ingatan baru datang setelahnya.

"Sekte Black Ocean? Bukankah itu—," perkataan Kael terhenti, menganga tidak percaya dapat bertemu dengan mereka di penjara ini.

Gyra mengulum senyum. "Anda benar, Yang Mulia. Sekte besar yang beranggotakan para kultivator laut. Sekte dengan tujuan pemberontakan untuk menggulingkan Kaisar Plagius dan menguasai Kekaisaran Ardor. Itulah kami, Sekte Black Ocean."

Kael tertegun, suaranya lirih. "Kalian musuh utama Kekaisaran Ardor. Kupikir semua kultivator laut sudah dikubur hidup-hidup di penjara Kurozen."

Gyra menggeleng samar, "meskipun anggota Black Ocean, sayang sekali tapi saya bukan seorang kultivator laut, Yang Mulia."

Kael mengernyit samar.

"Saya tertangkap sebagai penasihat Black Ocean, tapi karena saya manusia biasa, Kekaisaran tidak langsung membunuh saya diam-diam seperti para kultivator laut lain, tapi mereka memilih membiarkan saya membusuk di sini." Jawab Gyra.

"Itu aneh." Komentar Kael membuat Gyra mengernyit samar.

"Maaf?"

"Kenapa penasihat dan perancang strategi bisa tertangkap dengan mudah? Dengan otakmu, kau akan menjadi orang yang mustahil di tangkap Kekaisaran. Sebenarnya apa tujuanmu? Kau sengaja tertangkap dan dipenjara dengan tujuan terselubung, bukan?" Tanya Kael membuat Gyra tertegun.

Lelaki itu mengulum senyum bangga, mengangguk. "Mengagumkan sekali, Pangeran. Pemikiran anda tajam seperti yang saya harapkan. Ini membuat penantianku tidak sia-sia."

Kael mengernyit bingung.

Gyra bersimpuh, menatap Kael determinasi dengan sorot tajam. "Aku datang ke penjara ini untuk menemuimu, Pangeran Kaelthar."

"Aku?" Tanya Kael, menunjuk dirinya sendiri. "Kenapa?"

"Aku datang membawa pesan dari Sekte Black Ocean." Bisik Gyra dingin.

"Perang antara bumi dan laut sudah dimulai. Kami akan akan datang untuk menyelamatkan anda, Pangeran Kaelthar S. Azure."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Lahirnya Kultivator Dewa Samudra   110. Selesai

    Langit Tydoria hari itu seakan disikat bersih oleh para dewa. Tidak ada awan mendung. Tidak ada bayangan ancaman. Hanya biru murni, terbentang luas di atas dermaga, di atas rumah-rumah rakyat, di atas menara-menara penjaga yang kini menjadi simbol damai, bukan peringatan perang.Desas-desus telah menyebar sejak fajar. Anak-anak berlarian dengan ember air penuh bunga laut, para ibu sibuk menata meja makan besar di lapangan tengah, dan para pria membentangkan bendera biru-putih yang melambangkan laut yang tidak lagi menelan, tapi memeluk.“Dia kembali.”Itulah kata-kata yang berbisik dari satu mulut ke mulut lain. Tidak ada pengumuman resmi. Tidak ada terompet atau pengawal istana yang berteriak. Tapi laut… membawa pesan itu lebih cepat dari suara.Kael dan Anna kembali ke Tydoria.Di pelabuhan utama, Vaeli berdiri mengenakan jubah kebangsaan berlapis kerang kristal, rambutnya disanggul setengah, dan sorot matanya tak lagi keras seperti dulu. Di sampingnya, Pollux berdiri dengan jubah b

  • Lahirnya Kultivator Dewa Samudra   109. Akhir perjalanan

    Perjalanan Kael dan Anna membawa mereka jauh ke timur, melewati pelabuhan tua dan pulau-pulau tak bernama. Di peta dunia, tempat itu hanya disebut sebagai “Lingkaran Ombak”—sebuah atol yang dikelilingi sembilan pusaran laut kecil, membentuk lingkaran nyaris sempurna.Konon, di tengah lingkaran itu berdiri Kuil Ombak Terakhir, tempat di mana para pemegang esensi laut zaman kuno datang untuk menyatu dengan arus, merenung, dan meninggalkan jejak terakhir sebelum menutup perjalanan panjang mereka.Kael tahu, inilah tempat terakhir yang harus ia kunjungi sebelum kembali ke Tydoria.Ia tidak datang untuk berperang. Ia datang untuk berpamitan pada kekuatan yang telah memberinya jalan, namun juga beban....Anna dan Kael tiba di pulau tengah saat fajar belum pecah. Ombak di sekitar lingkaran benar-benar sunyi, seolah tahu siapa yang sedang mendekat.Kuil itu sederhana. Terbuat dari batu laut berusia ribuan tahun. Tidak ada ukiran mewah, hanya pilar-pilar tinggi melengkung dan lantai yang sela

  • Lahirnya Kultivator Dewa Samudra   108. Balasan pesan

    Sore itu, langit di atas Tanah Merari, sebuah negara tropis yang tenang dan nyaris tak terjamah konflik, dilukis warna emas jingga. Di antara pohon kelapa laut yang menjulang, di antara desa-desa kecil yang hidup dengan irama gelombang, dua sosok berjalan beriringan. Kael dan Anna. Anna mengenakan gaun putih longgar yang mengikuti arah angin. Kakinya yang kini telah terbiasa berjalan, meninggalkan jejak di pasir. Di sampingnya, Kael menenteng kantong kulit berisi buah-buahan lokal dan beberapa rempah. Wajahnya lebih tenang, rambutnya lebih panjang, tapi mata birunya masih menyimpan lautan. Mereka bukan tamu kehormatan. Mereka bukan pahlawan. Mereka hanya dua jiwa yang sedang berkelana, mencari arti dari dunia setelah perang berakhir. “Orang-orang di sini sangat ramah. Aku suka dengan perjalanan kita. Tidak ada yang mengenal siapa kita, tidak ada yang menghakimi, hanya ada orang dan sesuatu yang baru. Aku sungguh menyukainya!” Ujar Anna riang sambil menatap anak-anak yang bermain

  • Lahirnya Kultivator Dewa Samudra   107. Sebuah pesan

    Hari-hari berlalu tanpa perang.Untuk pertama kalinya sejak Tydoria berdiri, kota itu benar-benar sunyi dari suara dentang senjata.Anak-anak berlarian di pelataran istana. Para penjaga tersenyum saat patroli, bukan karena tugas selesai… tapi karena dunia perlahan berubah.Ratu Vaeli memanfaatkan masa damai ini dengan membentuk Dewan Diplomasi Laut-Darat, terdiri dari perwakilan rakyat, klan laut, dan utusan negara lain. Ia ingin membangun jembatan—bukan hanya antara kerajaan—tapi juga antara peradaban.Hari itu, surat-surat dari berbagai negeri sampai ke Tydoria. Sebuah momentum yang tidak pernah mereka bayangkan akan datang.Surat dari Kerajaan Altaerin:“Kami menyaksikan kebijakan Ratu Vaeli dan Tydoria. Keputusan untuk mengampuni, bukan membalas, adalah kekuatan sejati. Dengan ini, Altaerin mengakui Tydoria sebagai negara sahabat dan membuka jalur dagang bebas mulai musim gugur tahun ini.”Surat dari Republik Sorvel:

  • Lahirnya Kultivator Dewa Samudra   106. Kedamaian

    Pagi itu, langit Tydoria mendung.Bukan mendung hujan, tapi mendung dari gelombang ancaman yang belum sepenuhnya sirna sejak Kekaisaran Ardor jatuh. Sekalipun Tydoria berdiri sebagai simbol kebangkitan dan harapan, bayang-bayang masa lalu masih menyelimuti dari arah timur.Dan ancaman itu datang… dari negeri kecil bernama Beregith.Sebuah wilayah bawahan Ardor yang dahulu menikmati perlindungan dan kekuasaan dari kekaisaran. Setelah runtuhnya Ardor, mereka merasa kehilangan status, kehilangan arah, dan menyalahkan Tydoria sebagai penyebab kehancuran tatanan lama.Mereka mengirim serangan.Tidak dalam jumlah besar. Hanya satu kapal cepat, berisi lima puluh prajurit dengan perlengkapan kultivasi bumi. Mereka menyusup melalui celah karang malam hari, berharap mengguncang dermaga barat Tydoria dan menciptakan kepanikan.Namun, Tydoria bukan lagi tanah lemah yang baru dibentuk.Patroli laut mendeteksi mereka sebelum mereka sempat mendarat. Pasukan penjaga dipimpin langsung oleh Austin, yan

  • Lahirnya Kultivator Dewa Samudra   105. Pesan dari Kaelthar

    Pagi hari di Tydoria bukan lagi disambut dengan sirene perang atau suara langkah tentara di pelatihan. Kini, yang terdengar hanyalah suara anak-anak bermain di jalanan batu, dan percikan ombak yang menyentuh dermaga. Di pusat kota, bendera biru-putih bergoyang lembut ditiup angin laut, menandakan negara ini telah berdiri tegak dengan kedamaian.Di dalam balairung utama, Vaeli duduk menghadap tumpukan dokumen yang memenuhi meja panjang dari kayu coral. Raut wajahnya fokus, tapi matanya menyimpan kelelahan.“Permintaan pasokan air murni dari sektor timur belum terpenuhi,” ujar salah satu penasihat. “Dan dermaga selatan mulai tergerus arus. Kami butuh inspeksi langsung.”Vaeli mengangguk. “Akan kutangani sendiri siang ini.”Para penasihat saling menatap, terkejut namun tak berani membantah. Sejak diangkat menjadi ratu, Vaeli tak pernah takut turun langsung ke lapangan, bahkan hingga ke dasar laut....Beberapa jam kemudian, Vaeli berdiri di pinggir tebing batu karang, mengenakan jubah ku

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status