Home / Romansa / Laki-Laki Misterius / Yang Pergi dan Yang Ditinggalkan

Share

Yang Pergi dan Yang Ditinggalkan

Author: Sam Handi
last update Last Updated: 2021-08-26 11:19:20

Bolak-balik aku memeriksa HP, menunggu kabar terbaru dari Mas Bambang.

Mataku yang masih sembab berulang kali membaca percakapan kami yang terakhir, sebelum Mas Bambang harus mematikan HP karena sudah waktunya naik ke atas pesawat.

Di situ aku curahkan seluruh perasaanku padanya. Tentang pernikahan ini. Tentang kemarahanku karena dia sudah merenggut masa mudaku untuk alasan yang sangat konyol menurutku.

Namun juga tentang bagaimana hatiku mengharapkan cintanya.

Jawaban Mas Bambang membuat hatiku pedih dan hampir-hampir kembali marah padanya.

Dia masih saja berkutat pada perbedaan usia di antara kami. Pada kesalahan yang dia lakukan. Dan pada masa depanku yang masih terbuka.

Sampai akhirnya aku membalikkan semua argumen yang dia ajukan.

Ratna: "Mas katakan bahwa Mas bersalah sudah merenggut masa laluku. Apakah Mas mau melakukan kesalahan yang sama untuk kedua kalinya?"

Bambang: "Apa maksudmu? Justru itu yang ingin aku hindari. Aku ingin mengembalikan kemudi atas masa depanmu kembali pada tanganmu sendiri."

Ratna: "Kalau begitu, Mas Bambang tak berhak mengakhiri pernikahan kita, tanpa mempertimbangkan pendapatku!"

Butuh waktu cukup lama sebelum pesan itu berbalas.

Bambang: "Kita bicarakan kembali, sekembalinya aku dari Jakarta."

Membaca pesan itu, aku yang sudah mengenal sifat Mas Bambang cukup dalam pun berhenti mendesaknya lebih jauh. 

'Terkadang dia bisa lebih kekanak-kanakan dari diriku,' pikirku dalam hati.

Aku pun mengalihkan pembicaraan kami ke soal lain. Mas Bambang tidak mau menceritakan apa tujuan kepergian dia ke Jakarta kali ini. Dari jawaban yang dia berikan, sepertinya kepergian dia kali ini berhubungan dengan beberapa nama besar di negeri ini.

Dia berharap bisa mencegah sesuatu yang menurut dia akan berakibat buruk bagi negeri ini.

Membaca beberapa pesan terakhirnya, aku merasakan dadaku seperti ada balon yang pelan-pelan menggelembung makin besar dan menekan dinding dadaku.

Aku tak suka Mas Bambang ikut campur dalam urusan yang kedengarannya terlalu besar untuk dirinya. Meski bisa kubayangkan dia dengan bersemangat menasehati, bahkan mungkin memaki orang-orang penting, ketika hal itu berhubungan dengan sejarah dan arkeologi. 

Dua hal itu hampir-hampir sakral bahinya, tanpa gentar dia akan melabrak siapa saja yang bermain di sana, tanpa peduli akan status dan jabatan mereka.

Sudah dua jam lewat sejak Mas Bambang mematikan HPnya, tapi belum juga ada pesan baru yang masuk.

Sesekali aku mencoba mengirimkan pesan untuk menanyakan kabar Mas Bambang. Bahkan meneleponnya langsung, tapi HPnya masih belum aktif sampai sekarang.

Kecemasanku semakin menjadi-jadi, entah firasat apa yang melintas di otakku, ketika dengan tangan gemetar aku mengetikkan di g****e, nama maskapai yang digunakan oleh Mas Bambang untuk pergi ke Jakarta. Gambar beputar yang menunjukkan sistem gawaiku yang sedang mengakses internet terasa sangat lambat meski sebenarnya hanya beberapa detik saja.

Ya, hanya butuh beberapa detik saja lamanya.

Beberapa detik kemudian bermunculan judul-judul break news memenuhi halaman gawaiku.

Pesawat yang ditumpangi Mas Bambang tidak pernah sampai ke tujuan.

AKu tidak ingat apa yang terjadi setelah itu, mungkin aku menjerit atau berteriak. Atau mungkin aku sempat pingsan.

Entahlah.

Ketika aku mengingat-ingat lagi apa yang terjadi waktu itu, semuanya seperti menonton film kuno yang terlalu cepat diputar. Adegan-adegan yang kabur dan ingatan yang tercampur. Setengah dari diriku seperti bekerja secara otomatis. Menghubungi pihak yang berwajib, menanti kabar lanjutan, dan bersama dengan keluarga-keluarga yang lain mengharapkan keajaiban yang tak pernah datang.

Satu per satu keluarga dan sahabat Mas Bambang mulai menghubungi. Beberapa orang yang tak bisa kusebut satu per satu, ikut mendampingi selama aku menjalani semua proses yang ada.

Tidak kurang dari 4 bulan, aku hidup dengan pikiran yang berkabut dan kacau balau.

Seperti pesawat yang terbang auto-pilot aku melalui waktu yang sekian bulan lamanya itu. Aku tak tahu, seperti apa orang-orang melihatku saat itu, tidak pula aku peduli.

Sebagian besar waktu aku jalani dengan berdiam sendiri di kamarku. Sebagian besar waktu yang lain aku gunakan untuk mengurus semua urusan administratif yang bertele-tele, tapi cocok untuk membuat hati dan pikiranku kebas. Perlahan-lahan rasa sakit itu berkurang dan hari ini, rasa sakit itu tak lagi melumpuhkanku.

Bangun!’ teriakku pada diriku sendiri.

Kulirik jam dinding yang menggantung tepat di atas pintu kamarku. Jarum pendeknya baru saja melewati angka empat.

Bagus …,’ pujiku pada diri sendiri.

Sambil menggertakkan gigi aku melompat bangun dari pembaringan. Mas Bambang sudah pergi, tapi aku masih di sini. Di usiaku yang baru 21 tahun, aku sudah menjadi seorang janda.

Predikat yang terkadang mengundang reputasi tak sedap.

Namun aku sudah siap dengan kehidupanku yang baru. Teringat kembali kata-kata Mas Bambang, “Masa mudamu ..., aku tak bisa mengembalikannya. Hanya ini yang bisa kulakukan sekarang, mengembalikan kemudi atas masa depanmu ke dalam genggaman tanganmu.

Seulas senyum kupaksakan membentuk di wajahku, meski hatiku masih terasa perih, tapi sakitnya sudah tak lagi melumpuhkanku.

Bagus kau Mas Bambang, memang kau tak pernah mau kalah dalam berdebat,’ ujarku dalam hati.

Apapun perasaanku padanya, dia sudah pergi.

Aku tak mau terjebak dan terbelenggu dalam masa lalu. Aku sudah kehilangan sebagian besar masa mudaku. Masa remajaku tak akan kembali dan aku tak sudi kalau aku harus kehilangan juga masa depanku.

“Wuut… wuut…” Terdengar suara udara mendesir, saat aku melontarkan pukulan dan tendangan ke ruang kosong yang ada di depanku.

Semalam aku sudah membuat catatan, target pertamaku adalah mendapatkan pekerjaan. Sebenarnya Mas Bambang meninggalkan tabungan yang kalau aku hemat-hemat akan cukup untuk kehidupan sehari-hari selama beberapa tahun. Belum lagi harta warisan orang tuaku yang sudah diuangkan Mas Bambang dan disimpan ke dalam deposito atas namaku. Singkatnya aku tidak perlu kuatir tentang biaya hidup, setidaknya untuk beberapa tahun ke depan.

Namun, aku tidak mau cuma jadi seonggok tulang dan daging yang hanya tahu makan dan tidur.

Tidak.

Aku mau melaju dan meraih semua ketertinggalanku selama beberapa tahun ini. Teman-temanku saat SMP dulu, tentunya sekarang sebagian besar sudah selesai kuliah dan sedang mencari-cari pekerjaan, atau sedang memulai karier mereka.

Aku tak mau kalah.

Dan satu hal lagi yang aku catat dengan tulisan besar-besar di diary-ku.

Mulai sekarang, panggil aku, “Dewi.”

Ya, Dewi, seperti idolaku Shana Devi. 

Dengan nama itulah aku ingin dipanggil. Ratna sudah mati empat bulan yang lalu dan jenazahnya sudah aku kuburkan semalam. Yang berdiri di sini sekarang ini adalah Dewi. Kukerjapkan mataku, dengan kesal aku menggosok mataku yang mulai berair lagi.

Sudah cukup,’ geramku dalam hati.

Cepat-cepat aku beralih pada satu daftar catatan yang sudah aku buat semalam. Sebaris nama, nomer telepon, alamat kantor dan alamat email. Tidak semuanya memiliki informasi yang lengkap, sebagian besar hanya nama dan nomer telepon.

Aku membuat daftar itu dari berbagai kartu ucapan duka dan juga kartu nama yang aku terima dari kolega-kolega Mas Bambang. Tidak ada salahnya kan mencoba kekuatan “orang dalam” yang katanya bertuah itu?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Laki-Laki Misterius   Harvey!

    "Dewi, kau harus menyimpan baik-baik medali batu itu." Yolanda berpesan dengan sungguh-sungguh.Saat kami berdua berjalan kembali ke kamar kami, untuk kesekian kalinya Yolanda mengingatkan tentang medali itu padaku. Perasaanku jadi tak tenang mendengarnya, dalam hati aku berpikir akan aku ceritakan saja kebenarannya, tapi lidahku terasa kelu. Aku hanya mengangguk sambil bergumam tak jelas.Saat kami menjalani perawatan tubuh, Yolanda berhenti membicarakan tentang penyelidikan kami dan medali itu, tapi aku bisa merasakan pandangannya yang seperti berusaha menjenguk isi hatiku.Ah, Mbak Yolanda sudah curiga, pikirku dalam hati.Dua sampai tiga jam yang seharusnya menyegarkan badan dan pikiran, jadi tidak bisa kunikmati dengan

  • Laki-Laki Misterius   Ramalan Prabu Jayabaya

    "Medali itu sepertinya semacam penanda untuk membuktikan kebenaran dokumen di masa itu," jawabku."Jadi apa hubungan-nya dengan Prabu Jayabaya? Apakah medali itu penanda miliknya?" tanya Yolanda menebak-nebak."Benar dan lebih dari itu, beberapa kalimat yang terukir di medali itu yang sama dengan kalimat pembuka pada ramalan Jayabaya." Aku menyambung, memberikan lebih banyak petunjuk pada Yolanda."Artinya medali itu membuktikan bahwa ramalan itu benar-benar ditulisa oleh Prabu Jayabaya!" seru Yolanda bersemangat."Ya dan bukan cuma itu saja. Masih ada fakta lain lagi tentang medali itu," sambungku penuh misteri."Apa itu?" Badan Yolanda semakin condong saja ke arahku."Bab-bab ya

  • Laki-Laki Misterius   Rahasia di Balik Medali Batu

    Kupijit-pijit mataku sambil menyandarkan tubuh di sofa, ketika pintu kamar hotel dibuka dan Yolanda muncul sambil berkacak pinggang."Katanya tadi mau nyusul?" tanya Yolanda tak suka."Maaf Mbak, ini baru aja selesai," ucapku dengan senyum kelelahan."Huuh… sudah kuduga," kata Yolanda dengan tangan dilipat di depan dada."Tapi sekarang sudah selesai kan?" tanyanya kemudian dengan mata berkilat nakal."Iyaa … sudah, kayaknya ada rencana nih?" Melihat kilat di matanya aku bertanya curiga."Heehee, waktu aku lagi jalan ke tempat spa, aku mulai berpikir kau bakalan lama deh baca bukunya. Jadi kupikir-pikir lagi, aku akhirnya memutuskan untuk nggak ke spa dulu, samp

  • Laki-Laki Misterius   Ketakutan Yolanda

    "Haah? Takut kenapa Mbak? Siang-siang begini hantu masih pada sembunyi kok." Aku menatap Yolanda bingung.Kulihat dia benar-benar ketakutan, jadi aku berusaha membuatnya tertawa dengan sedikit becanda."Dewi …, coba kau katakan lagi, bagaimana kau tadi bisa menemukan catatan-catatan yang tepat?" Yolanda bertanya dengan hati-hati."Uhm … karena aku berpikir medali itu ada hubungannya dengan almarhum suamiku." Aku samar-samar bisa meraba ke mana arah pertanyaan Yolanda, meski masih sedikit ragu."Kemudian ternyata instingmu benar, artinya kemungkinan besar memang medali ini ada hubungannya dengan almarhum suamimu.Hal itu juga menjelaskan bagaimana dr. Satya … alma

  • Laki-Laki Misterius   Catatan Mas Bambang

    "Mbak, buku yang itu jangan ditaruh di situ, tempatnya di rak yang di sisi barat sana." Kami berdua berada di ruang perpustakaan pribadi Almarhum Mas Bambang, dari ujung mataku kulihat Yolanda hendak meletakkan catatan yang baru dia periksa di rak yang salah."Eh …, salah ya?" gumam Yolanda, tak lupa mengembalikan catatan itu di tempat yang benar.Aku hanya bisa menggelengkan kepala saja, "Mbak… makanya nyarinya yang urut gitu. Jangan lompat-lompat, nanti bingung sendiri."“Banyak banget sih Dewi … kali-kali aja kalau pas feeling-ku bener bisa langsung dapat yang cocok,” jawab Yolanda, rambutnya acak-acakan terlihat lelah dengan pencarian kami.Penampilan Yolanda membuatku ingin tertawa, tapi mengingat usahanya untuk membantuku, sebisa mu

  • Laki-Laki Misterius   Kembali ke Rumah

    Sampai aku dan Yolanda sudah berada di bandara dengan dua tas besar berisi keperluan kami selama nantinya berada di Malang, belum juga ada kabar dari Harvey."Dewi … Dewiii.... Kau dengar nggak?" Yolanda dengan setengah berteriak, bertanya padaku."Eh, maaf Mbak, sorry … sorry …. Mbak nanya apa tadi?" Aku tergagap saat menyadari Yolanda sejak tadi menanyakan sesuatu padaku."Duh … ini anak, ngelamun aja dari tadi. Ada apa sih Dewi?Kayaknya kamu jadi beda deh sejak kemarin. Apa mikirin almarhum suamimu, karena ini kita mau pulang ke rumahmu yang dulu?" Kata-kata Yolanda membuatku sedikit merasa bersalah, karena justru laki-laki lain yang saat ini membuatku melamun."Uhm, iya Mbak, sedikit," jawabku

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status