Share

3

"Apa yang kau rasakan?" Begitu polos dan naifnya pertanyaan yang dilontarkan oleh Bulan.

Apa yang James rasakan? Tidak ada, dia hanya kaget dengan keberanian istrinya itu. Tanpa bisa ditahan, dia mendorong bahu Bulan agar menjauhinya. Bulan menatapnya kebingungan, serentak dengan rasa malu dan penyesalan.

"Jangan lagi lakukan itu," ujar James dingin. Wajahnya terlihat kesal."Aku tidak menyukainya, kau mengerti?"

Bibir Bulan bergetar, mata beningnya berkaca-kaca. Rasa malu sama besar dengan rasa sakit yang tak mampu dijelaskan. Dia tau pasti James tak menyukainya, tapi alangkah sakitnya saat langsung ditolak. Itu ciuman pertamanya, dia tak pernah menyentuh atau pun disentuh oleh laki-laki selama ini, dan saat ini, malah dia dianggap seperti kotoran yang menjijikkan, bahkan James menghapus bibirnya sendiri dengan kasar. Seolah jijik dengan sentuhan itu.

"Ma ... Maaf!" Suara Bulan bergetar, bahkan dia merasa tubuhnya menggigil karena cemas.

"Aku telah berikan semua fasilitas dan materi sangat banyak padamu. Lakukan apa pun yang kau suka, dengan satu syarat, jangan menyentuhku!" James mengetatkan rahangnya, lalu pergi tanpa permisi pergi meninggalkan Bulan.

Bulan menekan dadanya yang sakit. Sangat sakit, seakan ada pisau yang menancap di sana, menghancurkan hatinya dan berdarah. Bulan melepaskan tangisnya sendiri, menutup matanya dengan ke dua belah tangannya.

***

Mata kosongnya menatap lurus ke luar kaca jendela besar yang ada di depannya. Sambil menghisap rokoknya dalam. Seseorang yang tak kalah gagah dengannya menatapnya gusar. Pria berambut gondrong, dengan tubuh kurus dan berkulit putih pucat. Dia memakai baju kaus polo dan celana jins selutut.

"Honey, aku tau ada yang tengah menganggu pikiranmu. Bicaralah! Aku akan mendengarkan, dan ini, benda ini tak boleh lagi menjadi pelampiasanmu." Laki-laki dengan ukuran tubuh lebih pendek dari James merebut begitu saja rokok yang baru dihisap pria itu.

"Bertengkar lagi dengan istrimu?"

"Jika aku jelaskan kau pasti takkan menyukainya, Riyan."

"Ada apa? Apa dia bertingkah kasar?"

"Dia menciumku."

Mata Riyan melebar, bahkan dia mengepalkan tangannya karena marah dan cemburu.

"Sudah kubilang, wanita dengan wajah polosnya, hanya akan menipu dirimu. Seharusnya kau tak menikah dengannya."

"Riyan, please! Jangan mulai lagi, aku sudah jelaskan semua dari awal, ini hanya sementara."

"Sampai kapan?" Suara Riyan meninggi. "Apakah aku harus menunggu sampai dia membawamu tidur bersama."

"Riyan!" James mengacak rambutnya, meminta pengertian pada kekasihnya itu. "Aku sudah cukup pusing dengan masalah ini, jangan membuat kepalaku makin sakit. Aku ke sini untuk menenangkan diri, apa kau bisa mengerti?"

Wajah Riyan melunak. Lalu dia bangkit, dan menumpukan dagunya ke bahu kekar James.

"Tinggallah di sini! Kau butuh istirahat dan kehadiranku."

"Aku tak bisa, Riyan."

"Hanya malam ini saja."

"Maaf! Aku benar-benar tak ingin berurusan dengan ayahku. Kau mengerti kan?" James menangkup pipi Riyan.

"Seharusnya kita menikah saja,"

"Kau tau pasti, itu takkan terjadi selagi orangtuaku masih hidup."

Riyan menunduk sedih.

"Sampai kapan aku harus menunggumu, Honey?"

"Tunggulah sebentar lagi, sampai dia sendiri yang ingin melepaskan diri."

Riyan hanya mengangguk pasrah, sifat itu lah yang sangat disukai James dari Riyan, kekasihnya itu penurut dan perhatian. James menyayanginya,

Tapi rasa itu belum bisa dikategorikan cinta, hatinya masih masih sakit oleh cinta masa lalu yang tak terbalas.

"Aku harus pulang!" kata James tiba-tiba.

"Apa? Bahkan kau di sini belum satu jam." Riyan protes. "Aku masih ingin bersamamu."

"Riyan, hubungan kita tidak mudah, ada banyak mata-mata di sekelilingku yang diutus oleh ayahku, jika sampai hubungan kita ketahuan, yang akan dihancurkan bukan hanya aku, tapi kau juga. Dia bukan orang yang pemaaf." James mengatakan apa adanya. Orang yang ditakuti oleh James, siapa lagi kalau bukan ayahnya.

"Sampai kapan aku harus bersembunyi di sini?" Wajah tirus itu memelas, pandangan matanya terlihat putus asa.

"Riyan, bersabarlah! Semua akan baik-baik saja jika kita lebih berhati-hati. Aku butuh dukungan dan kesabaranmu. Oke?"

"Baiklah!"

"Nah! Begitu, terimakasih."

Riyan menengguk, dia mengunci pandangan James, ketika jarak hanya tinggal satu senti James malah memalingkan wajahnya.

"Kau menolak lagi!" Riyan kecewa.

"Ada saatnya, tapi bukan sekarang." James menepuk kecil pipi Riyan. "Aku pergi, jaga dirimu. Jika kau perlu seseuatu, jangan sungkan meminta padaku."

Riyan mengangguk lemah. Kemudian, James memungut helmnya, membawa motor besar itu dengan kecepatan tinggi.

Salah satu fakta, dia tak suka siapapun menciumnya. Hal itu yang membuat dia kesal dengan Bulan. Sebenarnya, James merasa tidak tega pada wanita itu, dia sempat melihat air mata sudah menganak di pelupuk matanya. Namun, dia tak ingin memulai, tak ingin memulai atau mencoba untuk menjalin hubungan dengan Bulan. Wanita itu terlalu baik untuk pria brengsek sepertinya, sedangkan harapan Bulan hanya akan memberikan rasa kecewa, karena dia tak mungkin mencintai wanita itu.

Satu jam berkendara, James sampai di  apartemen miliknya, pintu rumah terbuka sedikit. James masuk dengan langkah pelan, menyisir seluruh ruangan, tapi tak ada Bulan di sana.

Dia berjalan ke arah kamar, membuka kamar wanita itu sambil menjulurkan kepalanya di sana.

Tiba-tiba mata James terbuka, bulan terkapar di atas lantai, dengan masih memegang sisir di tangannya, rambutnya masih basah, wajahnya pucat seperti mayat.

"Bulan?" James masuk lalu merengkuh wanita.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Eneng Dliyyuen
ceritanya selalu menarik
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status