"Apa yang kau rasakan?" Begitu polos dan naifnya pertanyaan yang dilontarkan oleh Bulan.
Apa yang James rasakan? Tidak ada, dia hanya kaget dengan keberanian istrinya itu. Tanpa bisa ditahan, dia mendorong bahu Bulan agar menjauhinya. Bulan menatapnya kebingungan, serentak dengan rasa malu dan penyesalan."Jangan lagi lakukan itu," ujar James dingin. Wajahnya terlihat kesal."Aku tidak menyukainya, kau mengerti?"Bibir Bulan bergetar, mata beningnya berkaca-kaca. Rasa malu sama besar dengan rasa sakit yang tak mampu dijelaskan. Dia tau pasti James tak menyukainya, tapi alangkah sakitnya saat langsung ditolak. Itu ciuman pertamanya, dia tak pernah menyentuh atau pun disentuh oleh laki-laki selama ini, dan saat ini, malah dia dianggap seperti kotoran yang menjijikkan, bahkan James menghapus bibirnya sendiri dengan kasar. Seolah jijik dengan sentuhan itu."Ma ... Maaf!" Suara Bulan bergetar, bahkan dia merasa tubuhnya menggigil karena cemas."Aku telah berikan semua fasilitas dan materi sangat banyak padamu. Lakukan apa pun yang kau suka, dengan satu syarat, jangan menyentuhku!" James mengetatkan rahangnya, lalu pergi tanpa permisi pergi meninggalkan Bulan.Bulan menekan dadanya yang sakit. Sangat sakit, seakan ada pisau yang menancap di sana, menghancurkan hatinya dan berdarah. Bulan melepaskan tangisnya sendiri, menutup matanya dengan ke dua belah tangannya.***Mata kosongnya menatap lurus ke luar kaca jendela besar yang ada di depannya. Sambil menghisap rokoknya dalam. Seseorang yang tak kalah gagah dengannya menatapnya gusar. Pria berambut gondrong, dengan tubuh kurus dan berkulit putih pucat. Dia memakai baju kaus polo dan celana jins selutut."Honey, aku tau ada yang tengah menganggu pikiranmu. Bicaralah! Aku akan mendengarkan, dan ini, benda ini tak boleh lagi menjadi pelampiasanmu." Laki-laki dengan ukuran tubuh lebih pendek dari James merebut begitu saja rokok yang baru dihisap pria itu."Bertengkar lagi dengan istrimu?""Jika aku jelaskan kau pasti takkan menyukainya, Riyan.""Ada apa? Apa dia bertingkah kasar?""Dia menciumku."Mata Riyan melebar, bahkan dia mengepalkan tangannya karena marah dan cemburu."Sudah kubilang, wanita dengan wajah polosnya, hanya akan menipu dirimu. Seharusnya kau tak menikah dengannya.""Riyan, please! Jangan mulai lagi, aku sudah jelaskan semua dari awal, ini hanya sementara.""Sampai kapan?" Suara Riyan meninggi. "Apakah aku harus menunggu sampai dia membawamu tidur bersama.""Riyan!" James mengacak rambutnya, meminta pengertian pada kekasihnya itu. "Aku sudah cukup pusing dengan masalah ini, jangan membuat kepalaku makin sakit. Aku ke sini untuk menenangkan diri, apa kau bisa mengerti?"Wajah Riyan melunak. Lalu dia bangkit, dan menumpukan dagunya ke bahu kekar James."Tinggallah di sini! Kau butuh istirahat dan kehadiranku.""Aku tak bisa, Riyan.""Hanya malam ini saja.""Maaf! Aku benar-benar tak ingin berurusan dengan ayahku. Kau mengerti kan?" James menangkup pipi Riyan."Seharusnya kita menikah saja,""Kau tau pasti, itu takkan terjadi selagi orangtuaku masih hidup."Riyan menunduk sedih."Sampai kapan aku harus menunggumu, Honey?""Tunggulah sebentar lagi, sampai dia sendiri yang ingin melepaskan diri."Riyan hanya mengangguk pasrah, sifat itu lah yang sangat disukai James dari Riyan, kekasihnya itu penurut dan perhatian. James menyayanginya,Tapi rasa itu belum bisa dikategorikan cinta, hatinya masih masih sakit oleh cinta masa lalu yang tak terbalas."Aku harus pulang!" kata James tiba-tiba."Apa? Bahkan kau di sini belum satu jam." Riyan protes. "Aku masih ingin bersamamu.""Riyan, hubungan kita tidak mudah, ada banyak mata-mata di sekelilingku yang diutus oleh ayahku, jika sampai hubungan kita ketahuan, yang akan dihancurkan bukan hanya aku, tapi kau juga. Dia bukan orang yang pemaaf." James mengatakan apa adanya. Orang yang ditakuti oleh James, siapa lagi kalau bukan ayahnya."Sampai kapan aku harus bersembunyi di sini?" Wajah tirus itu memelas, pandangan matanya terlihat putus asa."Riyan, bersabarlah! Semua akan baik-baik saja jika kita lebih berhati-hati. Aku butuh dukungan dan kesabaranmu. Oke?""Baiklah!""Nah! Begitu, terimakasih."Riyan menengguk, dia mengunci pandangan James, ketika jarak hanya tinggal satu senti James malah memalingkan wajahnya."Kau menolak lagi!" Riyan kecewa."Ada saatnya, tapi bukan sekarang." James menepuk kecil pipi Riyan. "Aku pergi, jaga dirimu. Jika kau perlu seseuatu, jangan sungkan meminta padaku."Riyan mengangguk lemah. Kemudian, James memungut helmnya, membawa motor besar itu dengan kecepatan tinggi.Salah satu fakta, dia tak suka siapapun menciumnya. Hal itu yang membuat dia kesal dengan Bulan. Sebenarnya, James merasa tidak tega pada wanita itu, dia sempat melihat air mata sudah menganak di pelupuk matanya. Namun, dia tak ingin memulai, tak ingin memulai atau mencoba untuk menjalin hubungan dengan Bulan. Wanita itu terlalu baik untuk pria brengsek sepertinya, sedangkan harapan Bulan hanya akan memberikan rasa kecewa, karena dia tak mungkin mencintai wanita itu.Satu jam berkendara, James sampai di apartemen miliknya, pintu rumah terbuka sedikit. James masuk dengan langkah pelan, menyisir seluruh ruangan, tapi tak ada Bulan di sana.Dia berjalan ke arah kamar, membuka kamar wanita itu sambil menjulurkan kepalanya di sana.Tiba-tiba mata James terbuka, bulan terkapar di atas lantai, dengan masih memegang sisir di tangannya, rambutnya masih basah, wajahnya pucat seperti mayat."Bulan?" James masuk lalu merengkuh wanita.James bernafas lega, setelah dia mengusapkan minyak kayu putih ke hidung Bulan, wanita itu mulai membuka matanya. Tatapan kaget, canggung menguasai Bulan, tapi dia belum berniat beranjak dari pangkuan laki-laki itu."Apa yang terjadi denganmu?" James mulai tak nyaman, Bulan akhirnya memutuskan untuk bangkit walaupun penglihatannya masih berkunang-kunang. Dia menarik dirinya, lalu duduk di atas ranjangnya sendiri. James bangkit, ekspresi menunggu terlihat dari wajahnya. "Oh, aku merasa pusing, kemudian mendadak pandanganku menjadi gelap, sekarang sudah tidak apa-apa." Bulan memaksakan senyum dibibirnya yang pucat."Tunggu di sini! Aku akan buatkan teh hangat untukmu."Bulan mengangguk, matanya berbinar, seolah rasa sakit menguap begitu saja saat perhatian kecil James membuatnya tersanjung. Memang, mereka tak memiliki pembantu di apartemen ini. James pernah menawarkan pada Bulan, tapi wanita itu menolak, dengan alasan dia akan bosan jika tak ada pekerjaan yang dilakukannya. Dan bagi B
Bulan tersenyum sumringah, walaupun terpaksa, akhirnya James menyetujui idenya untuk bersepeda pagi ini. Sudah lama Bulan terkurung di rumah, dia bahkan tak sempat untuk bertegur sapa dengan orang-orang kompleks. Biasanya pada hari Minggu, orang-orang keluar rumah untuk melakukan olah raga. Bukankah ini juga kesempatan bagi mereka untuk memperkenalkan diri?James muncul di hadapan Bulan, dengan baju kaos tanpa lengan, memamerkan otot yang terpahat sempurna, dia memakai celana olahraga bewarna hitam serta sepatu sport bewarna putih. Mata Bulan berbinar, tak bisa ia menampik pesona suaminya itu. Sadar tengah diperhatikan, James melirik Bulan.Bulan telah siap dengan baju kaos lengan panjang, dan celana training, tak lupa jilbab bewarna abu-abu kontras dengan kaos lengan panjangnya yang bewarna hitam."Ayo!" Seru bulan bersemangat. Selama beberapa bulan menikah, baru kali ini mereka keluar rumah bersama.Dua sepeda Polygon telah terparkir cantik di depan rumah. Mereka meraih sepeda masi
Bulan duduk berhadapan dengan James. Jujur saja, setelah acara merajuk tadi, dia belum makan apa pun. Tentu saja, sarapan sederhana berupa sandwich itu terlihat menggoda bagi Bulan. Perutnya sudah meronta minta diisi.James memandang wajah Bulan, dia yakin wanita itu masih marah padanya, buktinya dia tak tersenyum seperti biasanya. Walaupun dia tak menolak sarapan yang dibuatkan James."Kau masih marah padaku?" tanya James.Bulan mengangangkat wajahnya, kemudian kembali fokus memakan sandwich itu."Tidak.""Aku yakin kamu masih marah. Wajahmu cemberut. Aku sudah bilang padamu, bahwa aku adalah teman yang menyebalkan? Apa kau lupa?"Pertanyaan James membuat Bulan tak berkutik."Itu baru nol koma sekian yang kau ketahui, dan kau sudah merasa tersinggung. Aku yakin kau takkan bertahan selama yang kau prediksikan.""Aku belum berfikir untuk menyerah."James baru tau, ternyata wanita yang terlihat lemah dan penakut itu gigih juga."Aku minta maaf.""Untuk?" Bulan kaget, dan tak percaya den
Sangat miris menjadi Bulan. Kenyataan buruk menimpanya berkali-kali. Menghadapi kenyataan memimiliki suami gay tidaklah mudah. Ditambah, suaminya membawa kekasihnya sendiri untuk tinggal bersama? Bukankah ini gila? Bulan marah, kecewa, terluka, dan merasa dirinya bodoh. Akan tetapi dia memilih untuk bersabar. Bukankah seseorang memiliki kesempatan untuk berubah walaupun harus berproses.Sementara, si pelaku utama yang membela kekasihnya itu menampakkan wajah begitu tenang, seolah tak ada perasaan bersalah. Saat ini mereka tengah berada di kamar Bulan. Mereka baru saja memindahkan barang-barang James. Bulan sempat mendengar protes dari Riyan, saat James mengutarakan bahwa dia akan sekamar dengan Bulan.Bulan mengelap peluhnya, untuk ke depan dia harus berlapang hati untuk tetap memakai jilbab saat di rumah. Walaupun memiliki orientasi menyimpang, namun Riyan tetaplah seorang laki-laki."Aku ingin kita menyepakati beberapa hal, jika kita ingin sama-sama nyaman di rumah ini."James mema
Bulan membuka matanya, hal pertama yang dilihatnya adalah kening mengkerut James dan wajah kesal Riyan, serta wajah lega Sinta, teman sekaligus dokter kulit yang punya klinik pribadi ini.Bulan buru-buru bangkit membenahi jilbabnya yang berantakan. Dapat dia rasakan aroma minyak kayu putih yang begitu kuat."Syukurlah! Suamimu begitu panik tadi, sampai-sampai menggedor ruanganku dengan kasar." Sinta melirik James sesaat, tapi pria itu terlihat tak peduli. Bulan sempat melihat Riyan mendecih sinis."Kurasa, ada baiknya kamu memeriksakan diri ke dokter, kata suamimu, sudah dua kali kamu jatuh pingsan dalam beberapa hari terakhir, tekanan darahmu rendah, tapi alangkah lebih baik memeriksakan diri lebih lanjut." Sinta meletakkan Tensimeter di meja kerjanya. Sedangkan Bulan turun dari ranjang dengan pelan, sebenarnya kepalanya masih pusing."Terimakasih atas bantuanmu. Mungkin aku hanya kekurangan asupan saja, kamu kan tau, aku tidak makan dengan teratur.""Itu bukan kebiasaan yang memba
Sesampainya di kamar, Bulan menangis sepuasnya. Apa yang dilakukan James hari ini sukses membuat hatinya terluka. Bahkan pria itu berbicara mesra dengan Riyan sepanjang perjalan pulang tanpa peduli dengan dirinya. Dua makhluk itu menganggap dirinya hanyalah lalat yang tak berguna. Karena kelelahan menangis, Bulan akhirnya tertidur.Di tempat berbeda, James tengah duduk berdampingan dengan Riyan. Mereka tengah menonton pertandingan sepak bola. Berulangkali Riyan mengajak pria itu untuk bicara, tapi James bersikap dingin." Honey, beberapa saat yang lalu kamu begitu mesra, kenapa sekarang malah mengabaikan aku?" Riyan mendekat, mencoba melakukan kontak fisik dengan James, tapi seperti biasa, James menghindar. Pria itu memang selalu bersikap agresif pada James, bahkan tak tau tempat."Aku sedang tidak mood saat ini." James menjawab ketus. Dia sedang tak ingin diganggu. Dia ingin sendiri, tapi Riyan menempel terus padanya."Honey, aku tau Bulan keterlaluan, memaksaku memeriksakan kulit pa
Mata cantik itu melirik pintu kamar dengan pandangan cemas. Ini adalah malam ke dua setelah pernikahan mereka. Namun, James hanya satu kali menampakkan diri.Bulan membuka jendela kamarnya, bau tanah basah masuk melalui jendela yang terbuka.Hujan turun dari jam dua siang tadi, dan reda selepas Maghrib. Bulan menghirup aroma tanah basah memenuhi paru-parunya. Ini menenangkan, sedikit mengobati resah dan tak enaknya menunggu tanpa kepastian. Mata bulan terbuka, ketika mobil HR-V bewarna putih memasuki pekarangan rumah. Wanita cantik itu bergegas menutup jendela dan menyusul James ke teras rumah.Senyum lebar dipamerkan Bulan, namun pria yang sudah berstatus sebagai suaminya itu acuh tak acuh."Sini aku bantu!" Bulan mengambil tas yang berada di tangan James. "Tidak usah, aku bisa melakukannya sendiri."Bulan terdiam, walaupun hanya iba, dia tetap mengejar langkah lebar James."Aku sudah memasak, ayo! Makanlah! Aku sudah menunggumu dari siang. Dan ....""Aku sudah kenyang. Lakukan apa
***Dua manusia itu, menatap objek yang sama, sebuah jam dinding. Bulan telah dipindahkan ke ruang perawatan sejak satu jam yang lalu. Detak jarum jam begitu terasa memecah kesunyian. Bulan belum tidur, walaupun benda itu sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Banyak hal yang ingin dikatakannya, tapi melihat diamnya suaminya itu, Bulan menjadi minder.James merebahkan badannya di sofa yang berada tak jauh dari ranjang Bulan. Matanya juga masih terbuka, namun mulut laki-laki pendiam itu tertutup rapat."Tidurlah! Kenapa kau masih bergerak gelisah? Besok pagi serangkaian tes akan membuatmu lelah, kau butuh tenaga untuk besok.""Aku tidak mengantuk," jawab Bulan sambil memiringkan kepalanya, matanya berserobok dengan mata tajam James. Seperti biasa, hatinya berdebar tak karuan."Apa AC-nya terlalu dingin?""Sedikit," jawab Bulan sambil tersenyum. Memang, dia merasa kedinginan.James bangkit, memungut remote AC yang menempel di dinding dan memencet beberapa kali. Bulan tersenyum, rambu