Share

Lavender di Penghujung September
Lavender di Penghujung September
Author: Aponi Line

Aromaterapi yang hilang

Perlahan kau menghadiahkan rambu-rambu di tengah perjalanan kita.

Cukup dekat. Bahkan sudah nampak bagiku dari tepi jalan sini.

Aku cukup bingung untuk melangkah ataupun berhenti.

Sebaiknya aku harus bagaimana menurutmu??

Hujan yang telah menetap dari semalaman pelan-pelan telah mendaftar menjadi teman dengan suasana hatiku yang kacau dari tadi malam. Suasana dingin yang tidak kentara menjadi pelengkap tangis yang sudah habis semalaman. Hati yang pilu sepertinya tidak cukup paham untuk cepat sembuh hari ini. Sudah waktunya untuk bangun tapi selimut masih terasa berat untuk dilepaskan. Mataku bahkan cukup berat untuk dibuka karena terasa banget bengkaknya karena menangis yang tidak ada puas-puasnya.

Matahari sepertinya juga sudah tinggi berdiri, telah nampak dari celah-celah selimut yang kubuka perlahan. Udara yang kutabung semalaman terasa sesak seperti sudah tak ada lagi oksigen untuk dihirup, aku mencuri waktu sedikit demi sedikit untuk mendapatkan udara baru. Perlahan mataku kubuka walau masih sangat tidak cukup waktu untukku tidur.

"Uni,,, bangun udah siang ini, mau sampe jam berapa lo tidur?" teriak abangku yang super nyebelinnya. Beberapa kali dia mengetuk pintu kamarku karena tidak ada jawaban dariku. Entah nada memanggilnya yang terdengar cemas karena takut ada yang terjadi denganku, tapi sepertinya tidak dia lebih terasa menyebalkan saja memang sifatnya dari lahir seperti itu. Sesekali dia memainkan gitarnya dengan begitu keras di depan kamarku, sampai terdengar bunyi pionika adik perempuanku yang dia tiup sangat keras supaya terasa sengaja sekali memaksaku bangun.

"Ihh abang berisik tahu, aku belum mau bangun"

"Cepet, sekarang harus bangun, udah jam 10 ini lo belum sarapan"

"Nggak mau makan, mau tidur aja"

Tiba-tiba suara menyebalkannya tidak lagi terdengar. Aku kembali memasukkan kepalaku lagi kedalam selimut dan menikmati sisa waktu yang terbuang gara-gara berdebat dengan manusia super nyebelin. Tapi disisi lain aku juga tahu dibalik sifat dia yang nyebelinnya tingkat dewa dia selalu menjaga aku adik perempuannya.

Kalau ada yang macem-macem dan jahatin lo, bilang ke abang yaa. Masih teringat satu kalimat itu yang selalu dia jaga sampai sekarang melindungi adik perempuannya ini. Dulu waktu masih dibangku sekolah dasar, ada temen sekelasku namanya Theo seingatku dia pernah mencopot kerudungku waktu istirahat lalu dia tinggalkan di pohon cemara sekolah kami. Saat abang tahu dia menjahiliku, abang langsung keluar kelas saat itu padalah masih jam pelajaran, terus dia bawa kayu entah dapat darimana lalu menuju kelasku untuk memberi pelajaran ke Theo. Dia kadang kalau marah kebangetan untuk membalas perbuatan orang-orang yang menyakitiku, tapi saat-saat seperti itu aku merasa bangga punya abang seperti dia. Andai saja aku berani bilang ke abang siapa yang membuatku menangis daritadi malam, tapi aku tidak ingin dia jadi hilang karena abang.

"Dorr!!!", teriak abang membuka pintuku yang padahal aku kunci.

"Lah, kok kebuka?"

"Ya gue kan pinter, ada tuh kunci cadangan di laci meja papa"

"Ih dasar nyebelin emang"

"Uni udah lo bangun sekarang, nanti magh nya kambuh lagi, cepett!!! Atau gue tarik nih kakinya sampai ke meja makan". Dia mengomel sambil membuka selimutku sepenuhnya dan menarik tanganku supaya bangun.

"Iyaa bawel, aku mau gosok gigi dulu. Udah abang sana keluar dulu jangan gangguin aku gosok gigi ya bawel".

"Idih siapa juga yang minat, cepet nanti Bunda keburu pulang nanti kamu dimarahin belum sarapan mau?"

"Iyaaa abanggg"

"Cuci tuh muka, kelamaan tidur liat sembab mata lo udah kaya disengat lebah"

Aku langsung menutup pintu kamar mandi meninggalkan wajahnya yang nyebelin itu. Terdengar suara jendela kamarku yang dia buka, yang sering Bunda lakukan sekarang juga dia lakukan. Anehnya Bunda tidak sebegitu cerewetnya dibanding abang.

***

Aku mengetok pintu kamar abang yang selalu terpampang jelas Sign Board Label "Orang jelek gaboleh masuk" aneh-aneh aja memang kebiasaannya. Terdengar dari luar dia memainkan gitar yang tadi dia pakai untuk membangunkanku. Tapi bedanya saat tadi dia membangunkanku nadanya rock yang bikin jantung orang kaget. Tetangga juga kayaknya bakal kebangun kalau dia maininnya tengah malam begitu. Sekarang sudah seperti alunan musiknya Boyce Avenue.

"Apa Uni jelek?, gabisa baca ya lo?. Orang jelek nggak boleh masuk"

"Idih gue kan cantik" sambil menginjak kakinya dengan sandal tidurku dan aku langsung masuk ke kamarnya selagi ada kesempatan saat dia menahan rasa sakitnya

"Aww sakit tahu, dasar jelek emang lo. Jelek permanen dah fix"

"Ih ada ya orang bilangin adeknya jelek permanen" jawabku sinis menatapnya.

"Ada gue, mau apa lo"

Aku mengambil komik One Piece yang rapi dan banyak banget di lemari dia yang sudah seperti rak di toko buku. Sambil mengikuti iringan musik yang dia setel di piringan hitam favoritnya.

I wanna be your favorite boy. I wanna be the one that makes your day. The one you think about as you lie awake. I can't wait to be your number one. I'll be your biggest fan and you'll be mine. But I still wanna break your heart and make you cry.

Lirik terakhir tadi seperti menjemputku kembali kepada suasana tadi malam. Tanpa sengaja aku meneteskan air mataku setelah mendengar lirik tadi. Abang mulai menyadari ada hal yang aneh dariku.

"Uni kenapa?"

"Engga, kelilipan doang. Kamar abang banyak debu, nggak sehat banget hidup disini. Jual tuh komik debu-debunya udah sejibun banget". Aku kemudian meninggalkan kamarnya menuju kamarku yang berada di lantai 1. Anehnya aku lebih males untuk turun tangga daripada naik tangga tidak kebanyakan orang. Ketika turun tangga rasanya aku akan berada di bawah setelah di atas segalanya. Tangga membuatku merasa lebih takut untuk merasa dijatuhkan lagi ketika sudah berada di atas seperti perihal perasaan maupun segalanya aku lebih senang untuk menaiki tangga menuju yang teratas.

Aku memilih duduk sebentar di tangga ini sebelum aku benar-benar harus menuju kamar untuk menuruninya. Tiba-tiba pikiranku kembali runyam seolah banyak hal yang mengantri dari luar untuk masuk ke dalam memoriku untuk kembali aku pikirkan. Aku hanya bisa berbicara sendiri dalam hati sedikit lebih banyaknya.

Terimakasih semesta telah kau hadiahkan luka yang cukup dalam menampar kebahagianku perlahan. Sampai batas mana kau paksa aku untuk kuat semesta?.

**

"Al,, Aline!!" teriak seseorang perempuan yang suaranya sudah tidak asing lagi olehku. Dia Nana sahabat terbaikku semenjak SMP. Tahun ini kami sama-sama keterima di Fakultas Kedokteran di salah satu universitas terbaik di Yogyakarta. Nana sudah seperti saudaraku, hampir segala hal baik ataupun buruk selalu kuceritakan kepadanya. Termasuk tentang dia.

" Gue udah nungguin lo daritadi di kantin kampus, eh lo nya disini bengong begini"

"Astaga iya, gue lupa Na, sorry ya"

"Kenapa lagi?, jarang banget lo nggak fokus gini. Ian masih belum bisa dihubungin ya?".

"Nggak tahu ah, capek banget nangisin orang yang nggak tahu entah di bagian bumi mana sekarang, kayak nangisin angin. Merasa dia ada tapi nggak ada, nggak bisa, nggak bisa dijangkau, dilihat, diomelin, dimarahin. Nggak bisa semuanya Na". Lagi-lagi air mata keluar sendiri, kemudian Nana langsung memelukku mencoba memberikan ketenangan diriku yang sudah sangat terluka ini.

"Sabar Aline, gue tahu lo kuat, lebih tahu dari kebanyakan orang di luar sana, semua ini akan berjalan ke sebuah tempat yang namanya usai".

"Jadi semua ini akan usai Na menurut lo?"

"Duh salah ngomong lagi gue, bukan itu Al, kesedihan lo ini yang akan usai. Tuhan nggak akan tega ngasih ujian ini untuk lo dalam waktu yang lama kok".

"Udah yok, bentar lagi kelas mulai nih, kita beli minuman dulu biar lo nya juga bisa lebih tenang"

"Oke Na, tapi muka gue nggak keliatan habis nangis kan Na?"

"Nggak kok, cantiknya kan alami jadi nggak akan luntur sayang"

*************

Terimakasih yang sudah mau membaca cerita ini,

Maaf untuk segala kekurangan penulisan, maklum penulis pemula yang akan terus belajar dan memperbaiki agar menuju kata sempurna.

Bantu cerita ini dengan cara vote dan comment ya, jangan lupa.

With Love, Aponi line❤️

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status