Share

Kotak Waktu

Rasa terlalu sibuk berkenalan dan mengenal yang satu tapi tidak sama lain

“Bunga itu sudah cukup indah Al, jangan kau pandangi terus”, tiba-tiba suara seorang laki-laki yang terasa asing memecahkan lamunanku menatap bunga lavender di belakang kelas. Sosok wajahya baru kukenal tapi seolah dia sudah mengenalku lama.

“Ngaco aja kamu”

“Ya sudah kalau tidak percaya, aku mengatakannya bukan untuk membuatmu percaya”

“Kok kamu tahu namaku?”.

“Siapa yang tidak tahu namamu Al, Aline Clarissa Putri.” Satu sekolah rasanya sudah tahu namamu.

“Ah masa, dari tadi kamu melantur aja”, ketus ku kesal meninggalkannya.

“Aku Theo”

Seketika aku berhenti karena mendengar namanya, teringat kepada sebuah surat misterius yang dulu keterima, tapi langsung kubuang begitu saaja. Aku menghentikan langkah ku lalu memutar badan melihatnya.

“Theo, kamu...”

“Iya Al, aku yang mengirimkanmu surat minggu kemarin, yang pada akhirnya juga kamu buang.”

“Tahu darimana kalau suratnya aku buang?,

“Tahu begitu saja”

“ah dasar nyebelin.”

"Ternyata kesan pertamaku sudah merusak suasana moodmu ya Al".

"Bagus deh kalau kamu tahu".

"Masih ingat apa yang ada dalam suratnya?"

"Ah, ga tahu. Udah lupa". Aku berjalan pamit membalikkan badanku dan meninggalkannya

"Kotak waktu Al !!"

Dia meneriakkan kalimat itu, kalimat yang pernah kubaca dalam suratnya yang kubuang kemarin. Tapi aku tetap tidak saja menggubrisnya, karena tidak paham apa maksud dan tujuannya menyebutkan itu. Aku meninggalkannya segera dan menuju kelas.

Pelajaran sekolah sudah dimulai kembali, aku dengan baik memahami apa yang dijelaskan Bu Ridha guru biologi favoritku. Pelajaran Biologi adalah pelajaran paling seru daripada pelajaran lain. Biologi itu ibarat ilmu romansa dari kehidupan, satu hal yang baru kutahu, akan membuatkan penasaran untuk mengenalnya lebih dalam. Kenapa dia seperti ini, kenapa seperti itu. Tapi beberapa menit kemudian rasa penasaranku muncul dengan kalimat yang disebutkan Theo si cowo yang misterius itu.

"Kotak Waktu"

Sekeras aku mencoba berfikir, semakin pusing dan tidak ada hasil maupun jawaban dari rasa penasaranku ini. 

"Aline,.. Al.... Hei melamun aja nih anak". Tiba-tiba Nana menepuk pundakku yang berusaha menyadarkan lamunanku yang daritadi tidak sadar kalau sedang dipanggil olehnya. 

"Haa,, apa Na?, ga melamun kok."

"Ga melamun apaan udah diteriakin dari tadi kagak juga nyaut"

"Iyah kenapa... kenapa??

"Pulang Al, udah pulang... ayoo"

"Eh udah pulang, cepet amat. Bu Ridha tadi mana ya?, ada yang mau aku tanyain nih."

"Udah keluar kelas Al, daritadi juga. Lagian sih ngelamunin apasih sampe ga sadar Bu Ridha udah keluar".

"Hemm yaudah deh, yok beres-beres, ga ngelamunin apa-apa kok Na"

"Iyaudah deh, aku mau piket dulu yah, tunggu bentar"

"Oke Na"

Aku berdiri di luar kelas sambil menunggu Nana selesai piket. Aku memandang sesekali ke bawah melihat kerumunan orang yang pulang sekolah. Ada yang sendiri enjoy berjalan, ada yang udah siap-siap main bola futsal, ada kumpulan cewek -cewek yang lagi hebohnya ngobrol sama teman mereka. Suasana kayak gini paling dirindukan kalau lagi liburan. Yang kalau di rumah cuman ngeliat abang yang super nyebelin. Tapi mengingat abang jadi kangen dibawelin dia.

Sore ini seperti cerah, senja terlalu manja untuk berbagi warna cantiknya. Kadang sembunyi di balik awan yang sudah menipis, kadang gagah berani menyilaukan mataku yang memperhatikan cahayanya dari depan kelas ini. Ditambah siaran radio sekolah yang sangat seru menutup aktivitas sekolah ini dengan paket komplit tiada duanya.

"Aline, senyum-senyum sendiri aja nih". Ian tiba-tiba muncul di sampingku. 

" Ya senang aja gitu, ngeliat warna senja"

" Al, kamu tahu nggak kenapa senja itu pemalu?"

"Nah itu yang aku pikirin daritadi, kenapa hayo?"

" Sebenarnya bukan pemalu Al, dia takut telalu egois untuk menjadi pusat dari tatapanmu yang sudah dari tadi menatapnya tanpa henti"

" Hahaha, ga gitulah konsepnya. Secara teorinya kan ada awan yang kadang menutupinya karena  sesekali terbawa oleh arus angin yang mencoba menutupinya Ian"

"Dahlah kamu gak akan paham Al"

Kami tersenyum berdua melihat kekonyolan obrolan ini. Sambil menikmati detik-detik terakhir senja akan berpisah tapi untuk datang lagi di kemudian hari. Karena kata pergi untuknya bukanlah kata berakhir, karena pulangnya akan selalu tahu rumahnya adalah disini. Semua punya timing yang pas buat kembali.

Setelah selesai menunggu Nana piket, seperti biasanya kunci kelas akan aku titipkan di ruang tata usaha. Tapi kali ini Ian menawarkan diri dia saja yang mengantarkannya. Jadi aku dan Nana langsung pulang ke asrama karena sudah mau gelap juga.

Hari ini begitu random untuk diceritakan dalam catatan harianku. Tapi mungkin saja hal random ini akan menjadi sebuah cerita ataupun kenangan yang manis untuk di baca lagi kembali suatu hari nanti. Kebiasaanku menulis apa yang terjadi hari ini adalah suatu aktivitas favoritku, seolah mengulang kembali segala perasaan tentang hari ini. Aku percaya semesta telah merancang indah setiap hari dengan sangat rapi, dan untuk meromansakan satu hari yang semesta berikan, aku akan mengabadikannya dalam momen ceritaku kali ini.

"Haloo.. Bunda.."

"Haloo, eh ada si jelek". sudah terbaca olehku dari suaranya yang menyebalkan itu. Abang yang selalu riweh dengan segala tentang hidupku. Tapi dia abang terbaik dan  menyebalkan tiada tandingannya di dunia ini. Aku bersyukur semesta menghadirkan dia untuk menjagaku dengan tingkah menyebalkannya.

"Ihh malah dijawab sama orang jelek, mana bundaa??.. 

"Apa Uni jelek, tuh Bunda tapi abang ga mau ngasih telponnya.. Gimana dong". Jawabnya dengan nada yang menyebalkan dan membuatku sangat kesal.

"Ih dasarr, abang kasih ke Bunda, aku mau ngomong. Kangen Bunda.."

"Kangen abang gak?".

"Kagak lah, jelek sih!"

"Ih dasar penyu"

"Tuhkan emang orang jelek nih suka menyebalkan". 

Walau sebenarnya abang tidak jelek dan dia punya penggemar cewek yang suka meribetkan hidupku karena mereka ingin mencoba dekat dengannya. Wajah gantengnya yang menyebalkan dan ribet itu jadi kusebut jelek saja.

"Halo nak, ini Bunda. Tadi lagi ada tamu sayang"

"Siapa Bunda"

"Itu Om Suryo, kamu masih inget gak. Tetangga rumah kita dulu waktu di Jogja, yang anaknya Om Suryo suka main bareng kamu di rumah pohon dulu"

"Ehhh iyaa bunda aku inget. Siapa yah namanya anaknya...Soma... Soma bunda , nama anaknya Om Suryo" Jawabku sambil mencoba mengingat-ingat lagi kenangan yang cukup sebentar itu.

"Iya nak, Soma namanya. Om Suryo pindah dinas kerjanya kesini, jadi dia mampir ke rumah deh"

"Iya Bunda titip salam sama Om Suryo ya Bunda, tanyain Soma juga yah"

"Iyah sayang, ngomong sama abang dulu yah". 

"Oke Bunda"

Setelah mengobrol sedikit dengan Bunda dan menceritakan kedatangan Om Suryo sekilas, aku melanjutkan ngobrol dengan abang. Dengan saling menceritakan apa kejadian konyol yang terjadi antara kita berdua yang belum diceritakan. Sudah habis waktu setengah jam ngobrol dengan abang dan juga udah habis waktu batas nelponku di asrama karena sudah waktunya tidur. Kami pamitan dengan segala kericuhan dan kekonyolan obrolan yang pastinya akan dirindukan kembali.

Kadang setiap momen yang terkesan bosan bisa jadi hal yang dirindukan dengan segala kericuhannya.

*******************

Terimakasih yang sudah mau membaca cerita ini, 

Maaf untuk segala kekurangan penulisan, maklum penulis pemula yang akan terus belajar dan memperbaiki agar menuju kata sempurna

Bantu cerita ini dengan cara vote dan comment ya, jangan lupa.

With Love, Aponi line❤️

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status