Mendengar ucapan dari Fines membuat Kencana mendapatkan informasi yang sangat berguna, terlebih mengenai keempat kaisar siluman yang masih-masing memegan potongan Kitab Surgawi.
Tetapi masalahnya Kencana masih akan hidup atau tidak, dengan Fines yang masih mencoba membunu Kencana. Tidak hanya itu, masalah berikutnya ialah jika Kencana berhasil selamat tentu yang menjadi pokok utama adalah mengalahkan keempat kaisar siluman yang Kencana ketahui mereka sangat kuat.
Kencana bahkan sempat melupakan keberadaan Lengkukup yang tidak tau entah berada dimana namun pikiran Kencana itu secepat mungkin ditepisnya melihat Fines yang sudah bergerak kearahnya.
“Lambat…” ucapnya ketika menyerang Kencana.
Melihat kecepatan Fines yang sangat lincah membuat Kencana mengambil tindakan dengan cara melompat kebelakang seraya menebaskan pedang pusaka miliknya, “Tebasan 7 Bintang…” Kencana memekik menggunakan tenaga
Sesaat sebelum Kencana menebaskan pedangnya dengan jurus Tebasan 7 Bintang, Fines merasa dapat mengatasi serangan itu dengan mudah, akan tetapi Fines sudah sangat keliru. Dirinya tidak menduga bahkan mata Fines sempat terbelalak ketika ratusan pedang angin mengarah tepat kearahnya. Fines sempat berdecak beberapa kali sebelum dirinya hendak menghindari serangan dari Kencana dengan cara melompat kesamping. Namun sesaat dirinya hendak melangkah, tiba-tiba Fines merasakan ada sesuatu yang aneh dengan dirinya yang tidak bisa bergerak. Rupanya serangan dari jurus Tapak Kencana memberikan luka dalam yang sangat berarti sehingga Fines terpaksa menerima ratusan pedang angin milik Kencana yang kini menghantam tubuhnya. “Keparat, tunggu pembalasanku mahluk rendahan…” Fines memekik, menandakan amarah yang sangat meluap. Suara ledakan menggema mengisi udara, dari jurus Kencana menimbulkan kepu
Mendengar ucapan siluman rubah yang menyebutkan tentang gurunya, membuat Lengkukup naik pitam, tawaran yang semula terlihat menarik kini berubah menjadi kemerahan yang meluap-luap. Lengkukup tidak ingin lagi mendengarkan ucapan siluman yang berada tepat didekatnya Karena merasa telah salah berucap siluman rubah ingin memperbaikinya dengan cara meminta maaf, akan tetapi sebelum kalimatnya selasai, Lengkukup memilih tindakan dengan cara memukul wajah siluman rubah yang berada didepannya. Meski siluman rubah itu seorang wanita, hal itu tidak membuat Lengkukup merasa peduli atau merasa iba sedikitpun. Setelah memberikan satu pukulan diwajah siluman rubah, Lengkukup berucap dengan nada yang tinggi, “Kau boleh menghinaku, tapi tidak dengan guruku…” ucap Lengkukup.”Aku pikir tawaranmu cukup menarik, ternyata tidak!” Lengkukup menambahkan. Karena merasa tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, Lengkukup meninggalkan si
Dilain sisi, siluman rubah sedang melihat dari kejauhan pertarungan yang dihadapi Lengkukup dengan Fines, meskipun seolah tidak peduli namun siluman rubah sempat beberapa kali melangkahkan kakinya ketika melihat Lengkukup kesulitan menghadapi Fines yang saat ini belum menyerang. Kencana bahkan kebingungan dengan tindakan Fines yang tidak ingin menghabisi mereka dengan cepat, mengingat kemampuan mereka yang terpaut jauh. Harapan satu-satunya bagi mereka untuk menghadapi Fines sekarang ialah Lengkukup seorang. Namun tiba-tiba langkah kaki Fines berubah, dirinya terlihat ingin mengabaikan Lengkukup dan menuju Kencana yang kini bertambah bingung. Dari arah berlawanan Kencana tersenyum menatap Fines seraya menghunuskan pedangnya kearah Fines berada, tindakan itu tidak lain karena Kencana merasa Fines akan membunuhnya lebih dulu. “Badai Menerpa!” Kencana berseru lantang ketika jarak mereka tinggal beberapa meter. Namun s
Ch.22 Sisi Gelap Yang Tersembunyi Fines melesat kearah Lengkukup dan memberikan sebuah serangan yang mematikan, akan tetapi semua serangan Fines dapat dibaca dengan mudah oleh Lengkukup. Fines menggigit bibirnya sendiri sehingga tampak berdarah, ketika sedang berhadapan dengan Lengkukup. Tiba-tiba Lengkukup bereaksi dengan menyerang kedua sayap Fines, menangkapnya, seolah Fines adalah seekor anak burung yang tengah belajar terbang. Fines terperanjat mendapati kedua maskotanya digenggam hanya menggunakan satu tangan Lengkukup saja. “Kalian para siluman, sudah sangat keterlaluan karena berani mempermainkanku.” Ucap Lengkukup dengan suara yang sangat mengerikan. Sebelum Fines sempat membuka mulut, Lengkukup lebih dulu bereaksi dengan mencabik-cabik sayap Fines sehingga membuatnya kesakitan dan mencoba untuk melepaskan diri. Namun semua usaha yang dilakukan Fines seolah sia-sia, kini dirinya tengah mengha
Melihat kedua siluman didepannya sudah tidak berdaya, Lengkukup yang saat ini dalam bentuk iblisnya tertawa lantang seolah menikmati detik detik kematian yang akan segera menjemput mereka. Tiba-tiba Fines ingin menangis, tetapi tidak mungkin dia lakukan didepan adiknya terlebih saat ini Lengkukup tertawa seolah mengejek. Fines sedikit mencoba meraih tangan adiknya dengan harapan bisa memegangnya untuk yang terakhir kali. Tidak jauh halnya dengan Conan yang saat ini pasrah menerima nasibnya sembari mencoba meraih tangan Fines yang masih terlalu jauh untuk ia genggam. Ketika jarak mereka tinggal beberapa meter, Lengkukup berniat menghabisi keduanya dengan satu serangan, Kencana dapat dengan jelas melihatnya dari balik bebatuan. “Maafkan aku…” gumam Fines. Namun takdir mungkin berkata lain, 2 detik tidak, 1 detik ketika Lengkukup akan memberikan serangan kematian, tiba-tiba gerakannya terkunci l
Mendengar ucapan dari Lengkukup membuat mata Kencana sempat berkaca-kaca. Kencana merasa sangat bersyukur mendapati muridnya tidak terluka sedikitpun. Kini yang menjadi masalah tidak hanya persediaan air saja namun saat ini mereka kehabisan persediaan makanan. Makanan yang mereka bawa sebelumnya telah tertinggal, pada saat Fines menyerang Kencana di lereng bukit berbatu. “Syukurlah kau sudah sadar Leng!” ucap Kencana dengan menatap Lengkukup penuh arti. “Aku akan mencari makanan untukmu.” Tambahnya. Lengkukup hanya mengangguk pelan seolah mengerti dengan ucapan dari Kencana yang kini telah beranjak dari tempat duduknya. Namun sesaat Kencana berdiri, dari atas pohon raksasa tempat mereka beristirahat, tampak pohon itu menjatuhkan buah berwarna biru tua. Kencana sempat terkejut dan mengambil posisi waspada ketika buah itu terjatuh karena menyangka jika itu merupak
Dengan cepat Kencana melihat kearah yang ditunjuk oleh Lengkukup dan mendapati sebuah pemandangan yang langka, Kencana sempat membuka matanya lebar seolah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Tampak tanah beserta isinya melayang di udara yang terlihat seperti melawan gravitasi, tidak hanya satu mungkin ada puluhan yang berjejer kearah atas seolah ada tempat asing diatas sana. Kencana hanya menduga jika itu merupakan sebuah fenomena alam yang langka dan tidak begitu penting, sehingga Kencana memalingkan muka setelah melihatnya. Kencana memperhatikan dengan seksama laju perjalanan mereka yang semakin jauh dari awal kepergian mereka, jika dugaan Kencana benar dalam beberapa menit lagi mereka akan segera tiba dilokasi. “Guru, kau mendengarnya?” Lengkukup bertanya kepada Kencana yang sedikit antusias. “Tent saja Leng, aku rasa harapan kita tidak sia-sia.” Kencana menjawab dengan senyum penuh arti. &
Lengkukup sempat melotot kearah Kencana, karena merasa tidak terima dengan perlakuan gurunya tersebut, ia bahkan belum sempat menjawab karena banyaknya air yang tertelan. Namun Kencana sedikitpun tidak memperdulikan terlalu jauh keadaan Lengkukup karena dia tahu sendiri bagaimana kondisi Lengkukup sekarang. Beberapa menit berlalu, Lengkukup sudah bisa menarik nafas lega, ketika berhasil mengeluarkan begitu banyak air yang tertelan, sedangkan Kencana tidak terlihat dilokasi, entah pergi kemana pria paruh baya itu. Lengkukup tidak melihat Kencana pergi, ketika dirinya berusaha sendirian mengeluarkan air dari dalam perutnya. Namun perkiraan Lengkukup tidak jauh berbeda dari kebanyakan yang orang pikir tentang Kencana, dirinya mungkin mencari buah-buahan atau daging siluman untuk dimakan. Karena sudah pasti tidak mungkin Kencana mencari seorang wanita di lembah siluman bukan? Hampir 1 jam Lengkukup menunggu kedatangan