LOGIN
Dunia saat ini berada di-era kekuasaan hierarki 11 perguruan ilmu beladiri yang melindungi para manusia dari invasi kaisar ibis kegelapan.
Perguruan Tapak Putih, Tapak Racun, Singa Kumbang, Langit Malam, Puncak Jaya, Es Abadi, Hutan Bambu, Lembah Suci, Awan Tenggara, Awan Barat, dan Awan Selatan.
11 sesepuh dari perguruan tersebut dijuluki sebagai Dewan tertinggi yang telah mencapai puncak kekuatan.
Di Pimpin oleh Brahma Arya, 11 perguruan ini membentuk pasukan tempur dari para murid terpilih sebagai pertahanan menyambut perang besar yang akan datang.
**
Awal cerita kita akan diperlihatkan pada seorang anak kecil bernama Lintang yang hidup di wilayah kekuasaan perguruan Awan selatan.
Lintang adalah seorang anak yang terlahir cacat tanpa memiliki inti energi di dalam tubuhnya, dimana setiap manusia yang tidak memiliki inti energi pada era ini dianggap sebagai sampah.
Orang tuanya merupakan petani miskin yang hidup dari menjual bahan obat hasil perburuan mereka di dalam hutan.
Terlahir sebagai manusia cacat, Lintang tidak memiliki banyak teman, kesehariannya dihabiskan dengan membantu sang ayah mencari tanaman obat.
Sudah dua bulan Lintang mencari tanaman obat seorang diri karena kedua orang tuanya mengalami sakit yang sukar disembuhkan, mereka hidup di sebuah desa terpencil bernama Desa Selayu.
Sebuah desa yang terkenal sebagai tempat peracik obat terbaik di wilayah perguruan Awan Selatan.
Hampir setiap penduduk di sana merupakan tabib peracik obat, sebagian lain merupakan petani biasa yang berkerja mengolah ladang dan berburu tanaman obat seperti kedua orang tua Lintang.
Hari ini Lintang pergi ke dalam hutan dengan ditemani sahabat satu-satunya bernama Sugi, keduanya sama-sama penduduk miskin yang hidup bergantung pada hasil penjualan tanaman obat.
Sugi adalah anak berbakat dengan inti energi sempurna, sudah beberapa kali cabang perguruan Awan Selatan menawarinya untuk masuk menjadi murid, namun Sugi selalu menolak karena tengah merawat ibunya yang sudah tua.
Bersama Sugi, Lintang kali ini berniat mencari jamur Katumbar yang tumbuh di sisi tebing hutan Manula di sebelah barat desa.
Jamur itu memiliki harga cukup mahal karena keberadaanya yang sangat langka dan hanya tumbuh di tempat yang sulit dijangkau manusia.
Keduanya bahu membahu mencapai tebing dengan saling mengikatkan diri pada batang pohon menggunakan sulur dari akar rambat.
Cukup lama mereka bergelayutan pada tebing demi mengambil 4 jamur yang tumbuh hanya sekali dalam setahun di hutan itu.
Setelah berhasil mendapatkannya dengan pertaruhan nyawa, Lintang dan Sugi segera naik kepermukaan agar dapat kembali pulang.
Saat itu hari telah senja membuat mereka harus berlarian keluar dari hutan Manula karena malam disana sangat berbahaya dimana terdapat banyak binatang buas.
Tetapi baru beberapa saat keduanya berlari, mereka dikejutkan oleh sebuah ledakan besar yang terdengar dari arah desa.
Lintang dan Sugi segera menuju tempat tinggi untuk memastikan apa yang terjadi, namun langkah mereka harus kembali terhenti ketika langit tiba-tiba berubah gelap mencekam.
Gema guntur menggelegar memekakan telinga, petir menyambar dimana-mana membuat beberapa pohon seketika tumbang terkena sambarannya.
Lintang dan sugi yang ketakutan memutuskan berlarian menghindari sambaran petir, tetapi sebuah cahaya terang melemparkan tubuh mereka sejauh puluhan depa hingga menghantam bebatuan.
Sugi langsung pingsan seketika, sementara Lintang terbaring tidak berdaya, sekujur tubuhnya terasa sakit dipenuhi luka lebam.
Dengan susah payah Lintang berusaha bangkit dan menarik tubuh sugi mendekati sebuah pohon untuk bersembunyi, dan dari sana dia dapat melihat ada dua orang yang sedang bertarung di atas langit.
Seorang pria botak berjanggut tebal dengan memakai jubah berwarna kuning, melawan seorang berpakaian merah yang terlihat mengenakan topeng berbentuk harimau menutupi wajahnya.
“Petapa tua, cepat berikan batu jingga itu kepadaku, jika tidak, riwayatmu akan berakhir di sini.” ucap manusia bertopeng yang terlihat sangat kesal.
“Hahaha, 200 tahun aku menjaganya, tidak akan kubiarkan batu ini jatuh pada manusia laknat seperti dirimu, ambil saja jika kau mampu.” jawab pria botak nampak tenang.
“Bangsat, jangan salahkan aku jika kau tewas ditanganku hari ini.” Manusia bertopeng kembali menyerang.
Pertarungan tingkat tinggipun kembali terjadi, setiap serangan mereka memiliki daya hancur yang sangat besar.
Terlihat cahaya terang dari pertemuan serangan mereka, angin bertiup sangat kencang layaknya badai, ledakan demi ledakan terjadi di ketinggian.
Manusia bertopeng bertarung menggunakan pedang panjang berwarna hitam, sementara pria botak yang dipanggil petapa bertarung tanpa senjata.
Saat pedang panjang akan berhasil membabat kepala pria botak, pria itu menangkis serangan tersebut dengan lengannya, membuat ledakan besarpun kembali terjadi diangkasa.
Seluruh tubuh pria botak terlihat dilindungi oleh cahaya keemasan, membuat dirinya mampu menahan senjata tajam hanya dengan tangan kosong.
Manusia bertopeng terlempar sejauh 50 depa, sementara pria botak hanya terpundur sejauh 5 depa, kekuatannya sangat tinggi membuat manusia bertopeng terlihat kewalahan.
Namun beberapa tarikan nafas berikutnya, pria botak terlihat memuntahkan darah hitam, dirinya beberapa kali menotok tiga jalan nadi pada leher, sendi bahu dan ulu hati.
“Hahaha, tubuhmu telah terkena racunku dari lembah neraka, sebentar lagi kau akan mati petapa.” Manusia bertopeng tertawa senang karena musuhnya kini mulai melemah.
“Licik kau manusia laknat, baiklah, jika aku mati, maka kita akan mati bersama.”
Pria botak merubah kuda-kudanya menjadi berdiri tegak dengan merapatkan kedua telapak tangan membentuk posisi tapa, cahaya keemasan yang menyelimuti tubuhnya segera menyembar, membesar dan semakin besar.
Energi alam berwarna hijau ditarik oleh cahaya emas itu membentuk wujud naga raksasa yang terlihat sangat besar dan mengerikan.
Manusia bertopeng sangat terkejut mendapati musuhnya mengeluarkan jurus tertinggi untuk mengakhiri pertarungan.
“Kurang ajar, petapa tua itu benar-benar berniat mati membawaku.” tubuhnya bergetar berusaha menahan tekanan berat yang dipancarkan oleh sosok naga raksasa.
Manusia bertopeng dengan cepat mengangkat pedangnya tinggi, dia menarik semua petir yang ada dilangit masuk pada pedangnya.
“Dengan jiwa dan darah, pedang petir kebinasaan, Murkalah!” Manusia bertopeng berteriak lantang.
Pedang petir di tangannya berubah menjadi cahaya terang yang membentuk sosok burung gagak sangat besar bermata merah.
Manusia bertopeng berdiri dalam tubuh burung besar menatap tajam kearah naga raksasa yang meraung keras menyelimuti pria botak.
Pria botak selanjutnya meninjukan kedua tapaknya kearah depan, membuat naga raksasa melesat menyerang manusia bertopeng.
Melihat serangan musuh melaju dengan kecepatan tinggi, manusia bertopeng segera membuka kuda-kuda lebar untuk bertahan.
Dua serangan maha dahsyatpun bertemu, Naga raksasa dan burung besar saling mendorong menciptakan cahaya terang memenuhi angkasa.
Sang naga yang ukurannya lebih besar berhasil melilit tubuh burung tersebut dan menghancurkannya menjadi serpihan, ledakan besar maha dahsyat pun terjadi tak terelakan, mengguncang langit dan bumi secara serentak sebagaimana alam sedang mengalami keruntuhan.
Tubuh manusia bertopeng hancur menjadi debu, sementara pria botak terlempar kedaratan jatuh tepat di depan Lintang yang saat itu tengah mematung tidak percaya dengan apa yang baru saja dia saksikan.
**
Selama 10 hari Lintang terus melatih kuda-kudanya terlebih dahulu, pertama dia berdiri di atas dua batang kayu dari pagi hingga menjelang siang, dengan posisi dua kaki ditekuk sedikit lebar seperti setengah jongkok.Setelah siang, pemuda itu melanjutkan berlatih kuda-kuda langkah, seperti petunjuk yang tertera pada lembar pertama dalam kitab pemberian gurunya.Lintang harus melangkah maju sebanyak 90 langkah, dan kembali mundur sebanyak 90 langkah pula, tetapi dengan pola langkah silang, sehingga sulit untuk dilakukan, terlebih pemuda itu melakukannya diatas batang kayu.Batang kayu yang sebelumnya pemuda itu tancapkan secara vertikal di lantai goa, ternyata telah dia sesuaikan dengan pola langkah kuda-kuda seperti lukisan dalam kitab.Saat pertama kali melakukannya, Lintang terus saja gagal dan jatuh ke lantai goa, jika bukan kedua kakinya yang bertabrakan, maka langkahnya lah yang salah, membuat telapak kakinya keluar dari pijakan.Limo akan tertawa setiap kali melihat pemuda itu t
Selama satu bulan, Lintang terus berlatih pernafasan di kedalaman sungai, seperti biasa, Lintang akan menahan makan selama latihan berlangsung.Dari pagi hinga sore, Lintang akan menetap di dalam sungai, selanjutnya pemuda itu akan naik kepermukaan untuk mengambil nafas dan kembali menyelam hingga pagi menjelang.Tidak ada yang dapat melakukan hal itu selain dirinya, bahkan Ki Cokro sendiri, hanya mampu bertahan selama 4 jam saja di dalam air.Menahan nafas di tengah arus deras merupakan latihan yang sangat sulit dilakukan, karena harus berbagi tenaga dengan tetap mempertahankan detak jantung agar aliran darah selalu stabil.Jika detak jantung bertambah cepat, maka aliran darah pada tubuh juga akan bertambah cepat, itu akan cepat menguras persediaan udara di dalam tubuh, membuat paru-paru akan terasa panas dan harus segera mengambil nafas.Jika tidak, maka otak akan mati, dan seluruh tubuh akan lumbuh sebelum akhirnya tewas dengan pecahnya pembuluh darah pada otak.Tetapi sungguh ajai
“Ayo Limo, guru mungkin sudah menunggu kita di batas hutan,” ajak Lintang.Pemuda itu masih berkemas memasukan berbagai macam barang ke dalam buntelannya.Sementara beruang besar berwarna hitam tengah asik menyantap daging, dia duduk di lantai tanah seperti anak kecil pelit yang rakus memakan makanannya dengan posisi membelakangi Lintang.Hari masih 1/3 malam, para ayam jantan masih terlelap dalam mimpi indahnya, Lintang sudah menyiapkan perbekalan cukup banyak untuk persediaan 3 bulan ke depan.“Kwii, Kwiii.”Limo bangkit seraya membersihkan mulut, dia berjalan dengan empat kaki, menarik-narik lengan Lintang menggunakan mulutnya.“Beruang tengik, kau menghabiskan jatah dagingku, padahal aku juga belum makan,” ketus Lintang mendapatkan jatah sarapannya sudah lenyap tidak tersisa.Limo melepaskan tangan pemuda itu dan menyeringai nakal tanpa rasa bersalah, sebetulnya Limo masih kesal kepada Lintang, seharian kemarin dirinya di tinggal pemuda itu entah kemana.“Sudahlah, ayo kita beran
Lintang dapat melihat sebuah ruangan kosong berukuran kecil, ruangan itu sepertinya hanya cukup ditempati oleh dua orang saja.Dengan sedikit ragu, pemuda itu melangkah masuk kedalam ruangan, kesan pertama yang dirasakan adalah sesak dan tidak nyaman.Pintu batu tiba-tiba kembali menutup, membuat ruangan kecil tersebut seketika berubah gelap.Namun tiga tarikan nafas berikutnya, Lintang saat terkejut, ketika ruangan itu tiba-tiba berubah menjadi sebuah tempat yang paling dia takuti.Tempat yang sangat mengerikan, dimana alam berubah kelam, dan langit bergemuruh dipenuhi petir yang menyambar kesegala arah.Lintang diam mematung, merasakan ketakutan teramat sangat, menyaksikan bagaimana petir-petir di atas langit, berkumpul membentuk sesosok burung raksasa yang memiliki mata merah menyala.Ketakutan yang tidak asing bagi Lintang, dimana kejadian itu selalu datang pada mimpinya dalam 10 tahun terakhir.Namun kali ini sedikit berbeda, karena di sana tidak terdapat petapa tua yang dahulu b
Masayu dan Bangga Sora mengutuki perbuatan Suwarna, dimana dia salah memilih meminjamkan pedang.Begitu juga Madu Ladang, dia merasa pemuda aneh itu tengah dalam bahaya dimana serangan gadis sinis itu memiliki niat membunuh.Lintang masih berusaha mencabut pedang, dia bingung kenapa pedang tersebut sangat susah dicabut.Lintang membungkuk menjepit ujung sarung pedang dengan kedua kakinya, kedua tangannya kuat menggenggam gagang.Menggunakan aliran pernafasan, pemuda itu menarik gagang pedang sekuat tenaga, berharap pedang itu akan tercabut.Kecepatan gadis yang menjadi lawannya sangat luar biasa, gerakannya hampir tidak terlihat oleh orang lain.Saat ujung pedang gadis itu sedikit lagi akan mengenai kepala Lintang, pemuda itu berteriak kencang, “Keluarlah! Pedang sialan.”Hal mengejutkan pun terjadi, semua penonton menganga menyaksikan itu, Suwarna membuka mata lebar tidak percaya.Misantanu, Silah dan Tanwiara juga demikian, mereka tidak pernah melihat hal yang semacam ini seumur hid
Para murid perguruan tapak putih juga terkejut melihat Lintang di atas arena, mereka tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.“Dia, mengapa pemuda itu masih hidup?”“Bukankah, malam itu dia tertangkap?”“Tidak mungkin!”“Dia sangat beruntung.”Banyak komentar yang terlontar dari murid perguruan Tapak Putih, mereka menggeleng mengagumi keberuntungan Lintang.Di bangku penonton lain, seorang gadis sangat cantik terlihat membuang muka ketika melihat Lintang.“Pemuda bodoh,” ucaknya ketus, dia sangat kesal melihat pemuda itu.Berikut semua temannya sesama murid perguruan es abadi, mata mereka berkilat menunjukan nafsu membunuh kepada Lintang.Lintang melambai ke arah Limo, entah apa yang dimaksudnya, kemungkinan dia mengisyaratkan, selamat bertemu di ruang perawatan.Para murid perguruan awan selatan semakin riuh melihat tingkah Lintang, mereka berteriak keras mengungkapkan kekesalannya.“Bunuh, bunuh, bunuh!”“Bunuh!”“Bunuh!”“Jangan bairkan si sampah itu lolos!”“Bunuh, Dia!”Gong tan







