Share

Bab 6

Mark kaget. Ia sangat terobsesi dengan perburuan tanaman herbal, tapi kini Profesor Jansen mengajak mereka semua untuk pulang.

"Yaaah, padahal aku mulai jatuh cinta pada kemisteriusan hutan ini," keluh Dave, sama kecewanya dengan Mark.

"Dia harus melanjutkan hidup dan kembali ke kampus," tegas Profesor Jansen, melirik Karel yang masih sibuk berlatih bela diri.

"Karena dia?" Mark dan Dave kehabisan kata untuk mendebat Profesor Jansen.

Di tengah area bersih yang tak begitu luas, Karel seperti orang kesetanan memukuli Mok Yan Jong.

Pukulan demi pukulan seakan merupakan pelampiasan dari kemarahannya yang terpendam.

Semakin jelas bayang wajah Tuan De Groot bercokol pada puncak Mok Yan Jong itu, bertambah besar pula tenaga yang ia kerahkan pada pukulannya.

"Hiyaaa!"

Tanpa diduga, seseorang menyergap Karel dari belakang.

Bugh!

"Aaakh!"

Karel menggaruk kepalanya setelah sang penyergap mendarat di tanah. Rasa bersalah menggulung jiwanya melihat Dave terkapar.

"Maaf! Aku tidak tahu itu kau." Karel mengulurkan tangan, menawarkan bantuan agar Dave bisa bangkit.

Dave terbungkuk-bungkuk sambil mengusap perutnya yang terasa sakit. Dadanya nyeri saat menarik napas.

"Gila! Tenagamu nyaris saja membuatku kelojotan."

"Apa itu sangat sakit?" Karel memapah Dave, kembali ke gua.

Dave menyingkap baju kaus yang dipakainya. "Kakimu meninggalkan stempel terang begini, mana mungkin tidak sakit!" sungutnya.

"Iya. Maaf. Salah sendiri kenapa menyergapku diam-diam."

"Namanya juga menyergap, masa iya harus koar-koar dulu."

Karel kembali menggaruk kepala.

"Lo, Dave kenapa?" tanya Mark yang baru saja selesai menyusun tanaman herbalnya ke dalam ransel.

"Aku—"

"Tidak apa-apa. Kepeleset di area latihan," potong Dave sebelum Karel menjawab dengan jujur.

Bisa-bisa ia kehilangan muka bila Mark tahu bahwa ia tumbang akibat tendangan putar dari Karel.

"Makanya, jangan pernah mengusik naga yang sedang tidur! Kena semburan apinya, kan?" ledek Instruktur Lennon.

Dari kejauhan ia menyaksikan bagaimana muridnya, Dave, sengaja menyerang Karel dari belakang.

"Apa?! Naga? Di mana naganya sekarang?" Mark berlari ke mulut gua.

Profesor Jansen geleng-geleng kepala melihat tingkah konyol muridnya. "Anak itu pintar, tapi tidak terlalu cerdas dalam memahami kata-kata. Aku jadi bertanya-tanya, apa sejak kecil ia hanya mengenal buku-buku ilmiah dan ensiklopedia?"

"Setidaknya, dia sangat cekatan dalam menyelamatkan nyawa orang dan menyelesaikan tugas dari Anda, Prof!"

"Ya. Anda benar, Instruktur!"

Selang beberapa waktu, Mark kembali dengan wajah lesu. "Instruktur, Anda pembual ulung! Tidak ada naga di sekitar gua."

Empat orang pria yang berada dalam gua itu serentak menepuk jidat. Dave bahkan melupakan rasa sakit di perutnya.

Jay dan Ben yang baru bergabung hanya bisa saling lempar pandang seraya mengedikkan bahu. Tak mengerti.

"Bagaimana perutmu? Apa masih sakit?" tanya Karel pada Dave keesokan harinya.

Mereka baru saja selesai menikmati sarapan dengan ikan bakar, hasil tangkapan ketika mandi pagi di sebuah sungai kecil berair jernih.

"Berkat ramuan dari Profesor Jansen, aku bangun dengan perut terasa nyaman. Tidak lagi merasa sakit. Terima kasih atas tendangan mautmu itu!"

Dave mengucapkan kalimat terakhir dengan nada sarkastik.

"Andai kau bersikap layaknya seorang ksatria yang menghadapi lawan dari depan, kau mungkin akan berakhir dengan lebih baik. Hanya pengecut dan pengkhianat yang menikam seseorang dari belakang."

Karel menepuk dan mencengkeram lembut pundak Dave.

Jelas-jelas Dave lebih tua darinya, tapi pola pikir Karel malah lebih bijak. Hikmah dari setiap pengalaman hidup adalah guru terbaik untuk melatih pola pikir seseorang menjadi lebih dewasa dari usia sebenarnya.

"Kalian semua sudah siap? Ayo kita mulai perjalanan pulang!" Profesor Jansen berseru lantang.

"Lo, Prof ... bukankah masih tersisa waktu dua hari lagi?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status