Share

5. Perintah Menikah

Author: 5Lluna
last update Last Updated: 2025-09-28 17:36:20

"Selamat, akhirnya kau sudah punya pasangan."

Elian langsung melotot dan mengikuti langkah orang yang barusan mengatakan kalimat horor itu padanya. Demi apa pun, padahal baru kemarin Anna menjodohkan dirinya dengan Sebastian dan sekarang sudah ada yang memberi selamat?

"Padahal kemarin aku jelas-jelas menolak," gumam Elian berbicara sendiri di dalam lift, masih dengan mata melotot. "Kenapa gosip aneh itu makin meluas?"

"Hai, Eli." Seorang perempuan menyapa ketika pintu lift tiba-tiba terbuka. "Hari ini kau kelihatan lebih glowing dari biasanya."

"Lebih Glowing? tanya Elian dengan kedua alis terangkat.

"Yah, mungkin efek itu." Perempuan tadi terkikik pelan, diikuti dengan teman yang naik lift bersamanya.

"Efek itu apa?" tanya Elian dengan kening berkerut, tapi malah hanya suara kikikan yang dia dengar sebagai jawaban.

Paling parah lagi, sekarang semua orang menatapnya terang-terangan. Orang-orang masih bergosip dengan bisik-bisik, tapi tatapan mereka tidak lagi dijaga dengan baik. Hal yang jelas saja membuat Elian risih dan memilih untuk menghampiri biang gosip.

"Aku mau bicara denganmu." Elian masuk ke dalam ruangan Sebastian tanpa mengetuk pintu.

"Oh. Elian." Sebastian langsung berdiri dari kursinya, mengabaikan perempuan yang berdiri di depannya. "Senang kau datang berkunjung."

"Apa aku mengganggu?" tanya Elian dengan sebelah alis terangkat, sambil melirik perempuan yang sekarang melipat kedua tangan dan masih berdiri di tempatnya.

"Sama sekali tidak." Sebastian dengan cepat menggeleng. "Dia hanya datang untuk diskusi tentang lagu baru dan sekarang sudah selesai."

Tahu dirinya diusir, perempuan berambut pirang yang dimaksud memilih untuk beranjak. Namun, dia sempat melirik Elian dengan sinis ketika berpapasan.

"Kalau kau suka pada perempuan juga, kenapa kau tidak mengejar mereka saja?" tanya Elian setelah pintu ruangan tertutup.

"Apa kau pikir aku tertarik dengan dia?" Alih-alih menjawab, Sebastian malah bertanya balik.

"Aku yang duluan bertanya, jadi jawab yang benar," hardik Elian sudah mulai melotot.

"Tapi aku hanya tertarik padamu." Sebastian mengedikkan bahu dengan santai. "Aku tidak mau tahu dengan yang lain."

"Sayangnya, aku tidak tertarik dengan cowok." Elian menegaskan. "Jadi berhenti ganggu aku dan tolong hentikan juga semua gosip yang beredar."

Sebastian tidak langsung membalas ucapan Elian yang lebih memilih berdiri, alih-alih duduk di sofa dengannya. Alhasil, dia memilih untuk berdiri dan menghadapi Elian dengan lebih serius.

"Aku tahu kau, Eli," ucap Sebastian pelan, dengan kedua tangan di dalam kantong celana. "Aku rasa, aku juga tahu apa yang kau sembunyikan di balik kerah turtle neck dan jas yang kau pakai."

"Jangan sok tahu." Elian menepis tangan Sebastian yang sempat menyentuh kerah turtle neck yang dia pakai. "Kau tidak tahu apa-apa."

"Kalau gitu, aku juga tidak tahu apa-apa soal gosip yang beredar." Sebastian mengedikkan bahu dengan santai.

"Jangan pura-pura tidak tahu, karena satu kantor sudah tahu." Elian jelas akan protes. "Kau penyebab semua gosip itu, jadi kau harus tanggung jawab."

"Bagaimana kalau tanggung jawabnya dengan nikah aja?" tanya Sebastian malah tersenyum. "Dengan begitu, gosipnya jadi nyata kan?"

"Dasar gila," pekik Elian dengan mata melotot, sebelum akhirnya memilih untuk pergi saja.

Elian menyugar rambut pendeknya dengan asal. Makin lama, Elian makin merasa sakit kepala dengan lirikan dan bisikan orang-orang, setiap kali dia lewat. Bahkan sampai pulang kantor pun dirinya masih jadi bahan gosip, apalagi Sebastian adalah orang yang gigih.

[Sebastian Leclerc: Bagaimana? Mau nikah denganku tidak? Atau mau pacaran saja dulu?]

Padahal Elian baru saja sampai di apartemen studio miliknya dan baru mau menelepon, ketika pesan itu tiba. Hal yang membuatnya nyaris membanting ponsel ke lantai dengan kekuatan penuh. Untung saja dua denting berurutan membuatnya berhenti.

"Harus banget di situasi seperti sekarang?" gumam Elian membaca dua nama yang berbeda di ponselnya dan pada akhirnya memilih nama selain Sebastian.

[Pierre Martin: Cherie, aku merindukanmu. Apakah kau baik-baik saja di sana? Bagaimana dengan orang jahat yang tempo hari kau ceritakan?]

Elian tersenyum melihat pesan manis itu dan mau segera membalas. Tapi, pesan lain datang dan makin membuatnya sakit kepala.

[Pierre Martin: Jangan habiskan uangmu untuk obatku. Pakai juga untuk dirimu sendiri. Untuk kencan misalnya.]

[Pierre Martin: Walau kita bukan keluarga sedarah, tapi aku akan senang kalau bisa melihatmu menikah dalam waktu dekat. Biar bagaimana, kau satu-satunya harapanku. Satu-satunya orang yang bisa aku antar ke altar pernikahan.]

Kening Elian berkerut dengan tangan menggenggam erat ponselnya. Dia senang si Pierre ini mengirim pesan, tapi juga sakit kepala dengan isi pesannya. Apalagi, Sebastian kembali mengirim beberapa pesan dari Sebastian dengan isi yang serupa. Tentang pernikahan.

"Kenapa semua orang menyuruhku menikah sih?" gumam Elian dengan wajah tertunduk lesu. "Memangnya tidak ada hal lain selain itu?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Lelaki Itu, Perempuan yang Kunikahi   106. Kurang Darah

    "Leo sudah kembali." Ariana berucap pelan dan membuat Sebastian langsung berdiri.Lelaki dengan wajah kusut itu segera mendekati Leo. Sebastian bahkan menatap lengan Leo yang ditutupi dengan plester khusus."Aku berhasil donor, tapi katanya perlu waktu sampai bisa dipakai," ucap Leo terlihat kusut karena masih merasa khawatir. "Kenapa masih harus menunggu?" tanya Sebastian ikut mengerutkan kening. "Karena katanya harus tes dulu, apakah darahnya cukup bagus dan aku tidak kena penyakit." Leo sampai mengembuskan napas. "Padahal aku pikir sudah bisa menyelamatkan Elian.""Yang akan menyelamatkan Elian itu adalah tim dokter." Ariana yang masih duduk dengan perut buncitnya, langsung bersuara. "Kau memang membantu, tapi pada akhirnya yang menyelamatkan Elian adalah tim dokter dan Tuhan.""Aku rasa Ariana benar." Mau tidak mau, Sebastian ikut mengangguk, walau jelas sekali kalau dia masih merasa sangat cemas. "Jadi, dari pada kalian berdiri seperti orang bodoh di sana, sana pergi d

  • Lelaki Itu, Perempuan yang Kunikahi   105. Golongan Langka

    Semua terjadi begitu cepat. Walau Sebastian tadi sudah berteriak keras, tapi nyatanya teriakan itu nyaris tidak berguna. Apalagi, Lexi rupanya bukan hanya penyanyi yang bagus, tapi dia juga pelari handal.Langkahnya begitu ringan saat berlari mendekati Elian yang jaraknya agak dekat dengannya. Jarak Hugo memang lebih dekat dengan Elian, tapi si pengawal tadi sempat terkejut dan terlambat bergerak. Wajar, karena Lexi memang terlalu tenang dan tidak ada yang melihatnya memegang pisau.Hugo masih sempat menarik tangan Elian, tapi itu pun tidak berguna. Pisau tetap saja menancap ke tubuh Elian."ELIAN!"Sebastian dengan cepat berlari ke arah sang istri. Dia membiarkan Lexi diringkus oleh para pengawal, yang awalnya harus mengawasi dan melindungi bintang utama konferensi. Bahkan Sebastian mendorong Lexi agar dia bisa lewat."Rasakan itu," pekik Lexi dengan tawa lebar, tidak melawan ketika dipegangi banyak orang. "Lebih baik kau mati saja. Aku tidak bisa bersama Sebastian, maka kau ju

  • Lelaki Itu, Perempuan yang Kunikahi   104. Akhir Konferensi

    Beberapa jam sebelum konferensi pers. "Elian." Yang empunya nama langsung menoleh dengan ekspresi kesal ketika namanya dipanggil. Padahal tadinya Elian sangat buru-buru karena hari ini dia terlambat bangun, bahkan sampai membuat Sebastian harus berangkat duluan. Tapi sekarang langkahnya malah dihalangi. "Ada apa sih?" tanya Elian pada perempuan yang menghampirinya. "Ini ada kiriman untukmu." "Hah? sepagi ini?" tanya Elian kini dengan kening berkerut bingung. "Iya, aku juga bingung. Soalnya waktu aku datang, ini sudah ada di atas meja resepsionis," ucap perempuan yang menghampiri tadi. "Tapi yang penting sekarang sudah aku berikan padamu." Tanpa banyak bicara lagi, Elian langsung mengambil paket itu. Dia lagi buru-buru, jadi tidak banyak bertanya. "Apa yang kau bawa itu?" Leo menyambut Elian. "Aku sudah tunggu dari tadi loh." "Aku terlambat bangun dan mengacau di rumah," ucap Elian membanting kotak yang dia bawa ke atas meja. "Jadi, itu kiriman dari mana?" Leo kemb

  • Lelaki Itu, Perempuan yang Kunikahi   103. Orang Mencurigakan

    "Hei, Nona. Butuh tumpangan?"Elian hanya bisa menggeleng, ketika mendengar suara yang sudah sangat dia kenali. Dia juga tidak perlu mencari arah datangnya suara, karena mobil Sebastian sudah terparkir di depannya dengan jendela terbuka."Aku tidak butuh tumpangan, tapi aku butuh makan," jawab Elian yang akhirnya membuka pintu mobil dan masuk."Bagaimana pertemuanmu dengan Sandy?" Sebastian langsung bertanya, setelah yakin istrinya sudah duduk dengan nyaman."Tidak terlalu buruk, tapi tetap saja menyebalkan." Elian mengedikkan bahu dengan santai. "Dia mengancam.""Mengancam seperti apa?" Sebastian yang kaget, tidak sengaja menaikkan intonasi suaranya.Tadi, Elian memang memberi tahu Sebastian soal ajakan Sandy. Itu pun dia lakukan saat sudah dalam perjalanan menunjuk ke tempat janjian. Biar bagaimana, Elian tetap mau suaminya tahu, tanpa perlu ikut campur. Untung Sebastian mau menjemput dan menunggu dengan tenang."Katanya kalau aku menolak permintaan dia hari ini, dia tidak b

  • Lelaki Itu, Perempuan yang Kunikahi   102. Pendatang Baru

    Elian menatap Leo yang melangkah dengan canggung, sambil mengangguk kepala. Pembicaraan mereka sudah selesai dan kini Elian hanya bisa menatap lelaki yang sebenarnya adalah saudara kembarnya itu. "Kau yakin dengan keputusanmu itu?" Ariana bertanya dengan tangan terlipat di depan dada, sambil bersandar di pintu. "Yakin." Elian mengangguk pelan. "Tidak usah ditanya lagi." Sebastian ikut membela sang istri. "Elian juga pasti sudah berpikir dengan baik, sebelum memutuskan untuk tidak memberi tahu Leo." "Biar bagaimana, Leo mengenaliku sebagai Elian Vollen. Bukan Leonie Moretti, saudara kembarnya," lanjut Elian kini memilih untuk melanjutkan pekerjaan. "Lagian, dia sama sekali tidak kenal aku kan?" "Iya sih." Ariana mengangguk pelan. "Padahal tidak terlalu banyak yang berubah darimu, tapi dia masih tidak sadar juga. Apalagi sekarang kau sudah mulai berpenampilan sebagai perempuan." "Dalam pikiran Leo, adiknya Leonie sudah mati," balas Elian diikuti dengan embusan napas pelan. "

  • Lelaki Itu, Perempuan yang Kunikahi   101. Bicara Serius

    "Wah, coba lihat dia." "Apa itu benar Elian?" "Kalau diperhatikan lagi, dia kelihatan seperti Cara Delevingne ya." "Tampan dan cantik." "Sejak dulu dia memang begitu, tapi sekarang jadi lebih gila lagi." Elian berdehem pelan, saat dia masuk ke dalam lift. Itu dia lakukan karena dirinya bisa mendengar semua celotehan orang-orang di sekitar. Bahkan di dalam lift yang tidak banyak orang pun masih ada yang menatapnya dari atas sampai bawah sambil berbisik. "Kau kenapa?" Sebastian bertanya, sambil menatap sang istri. "Apa tenggorokanmu gatal? Gejala batuk?" "Tidak apa-apa kok." Elian dengan cepat menggeleng. "Mungkin kurang minum air." "Oh, aku bawa tumbler." Sebastian segera mengambil ransel yang tersampir di bahunya. "Minum saja dulu ini, lalu nanti aku akan belikan obat pelega tenggorokan." "Wah, kau lihat itu?" "Sebastian manis sekali ya." "Perhatian banget. Aku juga mau suami seperti itu." Mendengar suara bisikan di sekitarnya, Elian yang sedang minum itu sampa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status