Share

Lelaki Sombong Dan Wanita Baik

Tidak seperti biasanya Daffa tidur begitu pulas, kesempatan ini tidak ku  sia-siakan. Aku mengemas barang-barang dan bersiap untuk melanjutkan perjalanan.

“Sudah mau pergi?” Tanya lelaki bertubuh kekar itu

Aku sedikit terkejut ketika menoleh ia sudah berada di belakangku, aku mengangguk pelan. “Iya, aku sudah mau pergi, terima kasih sudah mengizinkan aku dan anakku untuk bermalam di sini.”

“Hemm,,,, sama-sama. Oh iya, mana suamimu?”

Seketika mataku melotot menatapnya. “Dia sudah mati!” Seruku, tanpa aku sadari air mataku mengalir deras, teringat akan kejadian beberapa bulan lalu ketika suamiku pergi begitu saja tanpa mau bertanggung jawab pada Daffa anakku.

“Oo,,,, oh maaf, maaf aku tidak bermaksud,,,,”

“Ah sudahlah, tidak apa-apa. “ Jawabku langsung memotong perkataannya.

“Sungguh aku minta maaf,”

Aku menyeka air mataku dan tersenyum. “Kalau begitu aku pergi dulu,”

“Hey, nona! Siapa namamu?”

Aku menghentikan langkahku dan menoleh ke belakang.

“Namaku, Yonna.”

“Sampai bertemu lagi, Yonna.”

Ketika aku ingin melangkah pergi, aku kembali menoleh ke belakang dan ternyata lelaki tersebut belum pergi, ia memandangiku dari kejauhan.

“Siapa namamu!” Teriakku

“Namaku, Jay.”

“Baiklah, Jay. Terima kasih sampai bertemu lagi di lain waktu.”

Dari kejauhan aku lihat ia mengangguk, dalam hati aku berbisik, ternyata dia tidak sejahat yang aku pikirkan.

Perjalanan yang cukup panjang sudah ku lewati, kini aku tepat berada di perbatasan perkampungan dan kota. Ku lihat banyak sekali mobil dengan laju yang sangat kencang, aku melambaikan tangan pada setiap kendaraan yang melintas namun, tidak ada yang mau memberiku tumpangan sama sekali.

Kupandangi wajah anakku Daffa, ada rasa sakit yang luar biasa di dalam hatiku.

“Tiiiinnnn,,,, tiiiiinnnnn,,,,”

“Mau mati kamu, ya!” Teriak seorang pengendara mobil mewah yang ternyata seorang lelaki tampan.

“Ma,,,, maaf. Maaf aku tidak sengaja.”

“Ini jalan besar, jangan melamun. Untung saja kamu tidak aku tabrak.”

“Sekali lagi, aku minta maaf.”

“Pergi-pergi.”

Sebelum pergi, kupandangi wajah lelaki sombong itu dan Ternyata ia mengetahuinya.

“Apa! Kamu kenapa melihatku seperti itu.”

“Akh, tidak. Tidak apa-apa.”

“Dasar wanita gila!”

Aku langsung tersentak. “Siapa yang kau sebut gila?”

Lelaki itu berdecak, dan menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Pergi! Selain gila kau juga ternyata wanita bodoh,” umpat lelaki itu.

“Coba ulangi perkataanmu tadi!”

Lelaki itu tidak menjawab, ia hanya tersenyum sinis memandangiku.

“Dasar sombong!”

“Sudah, pergilah wanita bodoh. Kamu sudah membuang buang waktu ku, yang lebih penting dari pada dirimu yang sangat kotor ini.”

“Kau,,,,” Mataku melotot dan langsung menamparnya.

“Plaakkkk,,,,”

“Barani sekali kau menamparku, wanita Kotor!” Bentak lelaki itu padaku, ia terlihat merasa kesakitan.

“Jaga ucapanmu! Jangan hanya karena kamu orang kaya, jadi seenaknya merendahkan orang lain!” Seruku dengan mata yang berkaca-kaca menahan tangis.

Setelah mengatakan itu aku langsung pergi, dengan bercucuran air mata.

Tiba-tiba ada sebuah mobil berhenti tepat di depanku, aku langsung berhenti melangkah. Ternyata itu adalah mobil lelaki sombong tadi. “ Wanita kotor!!!!” Teriaknya dari kaca mobil, dan langsung pergi begitu saja.

Ucapannya sangat melukai perasaanku, aku menangis dan berteriak.

“Tuhannnn!!!! Mengapa dunia ini sangat tidak adil bagiku.”

Orang-orang yang melintas melihatku namun, mereka tidak peduli sama sekali.

Daffa menangis, ternyata ia lapar. Aku memutuskan berhenti di sebuah warung pinggir jalan.

“Permisi?”

Seorang Wanita Paruh baya keluar dari dalam warung tersebut.

“Iya, mau beli apa, Nak?”

“Emm,,,, saya tidak mau beli apa-apa, Buk.”

Wajah wanita itu terlihat bingung. “Lalu?”

“Saya,,,, saya mau minta air putih, boleh?” Tanyaku, sambil menyodorkan sebuah botol yang aku bawa.

“Ohh, tunggu sebentar.”

“Terima kasih ya, Buk.”

Setelah beberapa menit menunggu, wanita itu keluar dengan membawakan bungkusan dan sebotol air minum.

“Ini untuk kamu.”

“Apa ini, Buk?”

“Sudah, ambil saja.”

“Terima kasih banyak ya, Buk. Maaf sudah merepotkan.”

Wanita itu tersenyum ke arahku.

“Iya, tidak apa-apa. Kamu mau ke mana?”

“Aku,,,, aku tidak tahu, Buk.” Aku dari kampung dan ingin pergi ke kota.”

“Pergi ke kota? Suami kamu mana?” tanya wanita tersebut bingung.

Aku menghela nafas. “Dia pergi meninggalkan kami berdua, Buk.”

“Ya ampun, Nak. Malang sekali nasibmu, kalau begitu tunggu sebentar.”

“Mau ke mana, Buk?”

“Tunggu saja.”

Wanita itu langsung masuk dan seperti sedang mengambil sesuatu dari dalam dompet.

“Ini, ini untuk ongkos. Jadi kamu tidak perlu jalan kaki, Nak. Kota itu jauh dari sini.” Jelasnya sambil menyelipkan beberapa lembar uang di tanganku.

“Loh, Buk. Ini tidak perlu, air minum yang ibuk berikan ini saja sudah cukup.”

“Sudah, sudah tidak apa-apa. Kamu hati-hati ya? Kasian anak kamu masih kecil.”

Seketika aku memeluk wanita itu sambil menangis.

“Terima kasih ya, Buk. Aku akan ingat semua kebaikan, Ibuk padaku.”

Wanita itu hanya tersenyum. Melihat wajahnya aku teringat akan ibuku yang sudah meninggal, setidaknya rasa rindu akan pelukan sosok seorang ibu, kini sedikit terobati.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status