Share

Bab 7. Bad Mood

Semua orang sudah lebih dulu turun, tinggalah Deline yang baru saja ingin menyusul. Tiba-tiba sana tangannya dicekal dari belakang, langkahnya terhenti dan tentu terlihat terkejut. Tangan itu memegang pergelangan Deline dengan sedikit kuat.

"Kau gila? Lepaskan aku!"

"Aku akan lebih gila jika kau tetap memberontak," jawab Arya.

Deline akhirnya diam, tidak mencoba melepaskan diri. Ia menunggu apa yang ingin lelaki di hadapannya ini bicarakan. Seandainya Arya tahu, saat ini hati Deline tengah tak karuan, ia bahkan tidak melihat lawan bicara.

Merasakan tangan mulus gadis di hadapannya mulai melemah, Arya langsung saja bicara. Padahal, bila dipikirkan itu sudah tidak ada gunanya, kisah mereka sudah lama berlalu. Jadi, untuk apa ia mengungkitnya lagi? Namun, ia rasa hal tersebut perlu ditanyakan dari pada mati karena penasaran.

"Ingat apa yang pernah kutanyakan di kedaimu waktu itu?"

"Apa?" Mengenyeritkan dahi.

"Aku bertanya, bagaimana caranya melupakan semua tentangmu? Tapi waktu itu kau tidak menjawab. Sekarang kutanyakan lagi pertanyaan yang sama," ujar Arya.

Apa-apaan dia ini? Tiba-tiba menanyakan hal yang tidak jelas. Lagi pula, bagaimana Deline akan menjawab sedangkan dirinya sendiri tidak tahu. Sungguh! Jika ia tahu, sudah sejak lama Arya dilupakan. Deline mungkin saja sudah bahagia bersama lelaki lain.

"Oh, apa kau tidak punya jawaban?" Arya kembali bertanya.

"Lepaskan tanganku." 

Apa yang harus Deline jawab jika dirinya sendiri tidak bisa? Tidakkah Arya membebaskannya dari keadaan canggung ini? Deline tidak tahan terus berada di dekatnya!

"Jawab dulu."

"Untuk apa kau tahu? Untuk apa menanyakan hal itu? Bukankah kau punya cara sendiri? Semuanya sudah berakhir bertahun-tahun lalu.  Dan jika kau masih penasaran bagaimana aku bisa melupakanmu seperti sekarang, akan kukatakan, aku mengingat pengkhianatanmu! Dalam pikiranku tentangmu hanya pengkhianatan dan tidak akan berubah! Dengan begitu sangat cepat bisa kulupakan kau, sebab seorang pengkhianat, pembual, pembohong! Tidak pantas diingat."

Jawaban dari gadis yang masih memakai kain cokelat begitu menohok. Ia bisa merasakan sendiri ucapan tajamnya. Arya bahkan tidak menyangka akan mendapat jawaban seperti itu. Beruntung mereka masih dalam ruangan, sehingga suara Deline yang lumayan kencang tidak terlalu jelas bila didengar dari luar.

Namun, tidak semua ucapan Deline itu benar! Sudah dikatakan, 'kan? Ia sendiri tidak tahu, semua perkataan itu tidak sepenuhnya dari hati. Deline mengarang agar tidak terlihat lemah. Pasal hati nyatanya ia rapuh.

"El ... saat itu Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan, apa kau tidak mencoba mengerti?"

El tersenyum remeh. "Mencoba mengerti? Mencoba mengerti dirimu lalu mengabaikan rasa sakitku? Mengapa kau sangat egois?"

"Aku terpaksa menikahinya, El."

Lagi-lagi senyum remeh El mengiringi pembelaan Arya.

"Terpaksa atas perbuatanmu sendiri. Lagi pula bukankah kau sudah punya anak? Urus dia dengan baik, kuharap dia tidak menjadi pelampiasan setiap kali kau marah. Dia sudah tidak punya ibu untuk mengadu."

"Bagaimana kau tahu Naomi sudah tidak ada?" tanya Arya penasaran.

Tanpa menjawan lagi, Deline bergegas pergi dengan cepat menuruni tangga. Dirasa sudah cukup berlama-lama berbicara dengan Arya, saat ini amarah dan perasaan lainnya bercampur aduk, jika ia berada di sana lebih lama lagi mungkin saja Deline bisa menangis.

Ternyata, mobil berlogo yang tadi dinaikinya masih terparkir. Kak Maxi di dalamnya terlihat tertidur menunggu Deline. Gadis itu lalu mengetuk kaca mobil sedikit kuat agar terdengar.

"Kak Maxi, maaf membuatmu menunggu. Aku mengenal seseorang di dalam, jadi berbincang sebentar."

"Not problem, El. Oh, apa kau ingin langsung diantar pulang?" tanya Kak Maxi. Matanya sudah terlihat merah akibat mengantuk.

El menjawab mereka ke kedai saja dulu, untuk mengambil kendaraannya. Tidak mungkin ia membiarkan motor kesayangannya ditinggal.

***

Seharian harus satu ruangan dengan Arya, melelahkan. Pukul delapan lewat lima belas Deline sudah merebahkan diri di kasur ternyaman. Hari ini lebih lelah dari pada hari-hari biasa saat melayani pembeli.

Mengingat perdebatan kecilnya dengan lelaki itu tadi. Deline langsung mengambil ponsel dari tas selempangnya, mencari nomor seseorang lalu mengetikkan sebuah pesan di sana.

[Kate, Setelah pulang bekerja besok aku ingin langsung saja ke rumahmu. Hari ini begitu buruk, Kate.]

Tak lama sebuah balasan terkirim.

[Sudah kutebak, El. Apa yang lelaki itu katakan? Baiklah besok saja. Beruntung kakakku, istri, dan anaknya sedang pergi berlibur.]

[Hari ini berat untukku, Kate.]

[Rileks, Princess.]

Mendapat balasan terakhir dari Kate, Deline tersenyum kecil. Gadis itu lalu meletakkan ponselnya di nakas dan berlalu ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Langkahnya terhenti saat melalui kaca kamar mandi tempatnya selalu mencuci muka. Sebuah kain cokelat bermotif putih masih dengan rapi membentuk di kepalanya, mengapa Deline tidak sadar? Itu milik Arya. Perlahan dilepaskannya dan digantung di dekat cermin.

Malam yang melelahkan bagi Deline, ia bangun sedikit lebih siang dari sebelumnya. Langsung mandi, bersiap-siap kemudian turun mencari makanan. Mood-nya agak buruk sejak kemarin.

"Ibu, Dady dan Kak Die sudah pergi?" tanya Deline ketika menuruni anak tangga, melihat sang ibunda sedang merapikan meja makan.

"Baru saja, Sayang. Hari ini kau bangun terlambat, apa terlalu lelah? Ayo sarapan."

"Seseorang membuatku kesal kemarin, Bu."

***

Deline tak terlalu memperhatikan keramaian kedai hari ini. Ia juga lebih banyak menghabiskan waktu di wastafel, hanya mencuci gelas dan peralatan kotor lainnya. Ketika mood-nya sedang tidak baik, itu akan berpengaruh saat ia membuat kopi.

Malam yang ditunggu-tunggu pun tiba, keduanya sampai di kediaman Katerin. Belum apa-apa Deline sudah lebih dulu menangis memeluk sang sahabat.

"Hei, ayo ceritakan padaku. Apa dia menyakitimu?" Kate mengelus rambut El seperti seorang kakak untuk adiknya.

"Mengapa dia selalu ada di saat aku ingin belajar melupakannya?! Dia bahkan tidak membiarkanku tenang, Kate!"

Sikap pura-pura tidak peduli yang Deline tunjukkan agar ia terlihat biasa saja di depan orang-orang tetaplah sebuah kepura-puraan. Buktinya saat ini gadis itu kembali rapuh untuk hal yang bodoh. Air matanya mengalir karena lelaki yang sama. Bahkan saat menatapnya saja Deline bisa menangis.

"Kemarin malam dia kembali membahas hal itu. Memintaku mengerti dirinya sedangkan dia tidak mengerti diriku! Mengapa tidak pergi saja dari hidupku?!" El melampiaskan kekesalan yang sejak kemarin malam ditahan. Hanya pada Katerin ia bisa menuangkan segalanya, apalagi urusan cinta.

"Sejujurnya aku pun tidak mengerti, kenapa kalian selalu dipertemukan, bahkan saat kisah kalian sudah lama berakhir." Katerin Bersuara, sambil tangannya terus mengelap air mata El.

"Seakan-akan mencari perhatian darimu," lanjutnya.

Semua teman-teman semasa kuliah Deline tahu betapa dekatnya Deline dan Arya. Mereka saling melengkapi, lelaki itu tidak pernah sekali saja marah pada sang kekasih meskipun memiliki sifat keras.

Hingga kabar berakhirnya hubungan pasangan kekasih itu sempat menghebohkan kampus. Banyak yang bertanya-tanya mengapa tega Arya menikah dengan wanita lain? Tak sedikit yang menyayangkan berakhirnya hubungan yang sudah lama dirajut. Mereka beranggapan bahwa ternyata Arya seorang pengkhianat cinta. Sudah ada satu, malah mencari yang lain.

Terasa sulit menerima alasan Arya, meskipun benar adanya. Lelaki itu juga tidak menghindar dari tanggungjawab, tetapi itu lah yang menyakiti Deline. Sudah berapa banyak janji yang Arya ucapkan? Bertunangan, menikahinya, memulai segalanya dari awal, membahagiakan, tidak satu pun menjadi kenyataan.

Janji itu seolah-olah terbang terbawa angin, kemudian berpencar ke segala arah. Janji itu tinggalah ingatan yang sakit untuk dikenang, sebab hanya akan menjadi duri.

Sebelumnya Deline tidak pernah mencintai lelaki sebegitu dalam kecuali terhadap kakak dan ayahnya. Namun, sekali ia mencintai sosok seperti Arya, bertahun-tahun pula ia merasakan sakit pengkhianatan. Jika saja melupakan bisa semudah saat ia mencintai lelaki itu, maka tentu saja saat ini Deline sudah bahagia menemukan pengganti.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status