Share

Bab 6. Terlibat Kerja Sama

Seluruh karyawan mendapat pesan dari Bos Lin King lewat grup W******p sejak semalam, hari ini kedai harus tutup. Mereka harus mempersiapkan perlengkapan kopi, bubuk kopi yang sudah dikemas ke dalam kemasan berlogo RC, serta memasukkan barang-barang yang diperlukan ke dalam mobil putih yang logonya sama.

"Detail, sempurna, tepat waktu. Kita harus punya semua itu! Anak-anak! Pastikan tidak ada yang kurang sedikitpun!" teriak Bos Lin King yang berdiri mengawasi karyawannya.

Pria itu melirik arlojinya. "Satu jam lagi kita harus berangkat!"

"El, kau sudah persiapkan semuanya? Celemek baru, baju yang cocok, semuanya. Kau harus terlihat rapi saat mempromosikan." Bos Lin King mendekat ke arah Deline.

"Sudah, Bos. Semuanya sudah di mobil."

Bos Lin King dengan yang lainnya satu mobil, menjadi pemandu tempat yang dituju. Sedangkan Deline bersama Kak Maxi yang menyetir mengikuti dari belakang menggunakan mobil Romantica Coffe.

***

Tibalah mereka di sebuah gedung yang menjulang tinggi. Beberapa asisten dari gedung itu sudah menunggu kedatangan mereka sejak tadi ternyata, sebab saat kendaraan masuk halaman, orang-orang berseragam hitam tersebut langsung membantu menurunkan barang-barang dan membawanya ke lantai delapan belas, diiringi Bos Lin king serta yang lain.

Belum lama setelah dipersilahkan duduk di ruang tunggu, seorang pria berusia diperkirakan tiga puluh tahun ke atas, berkemeja merah maroon keluar dari balik pintu kaca dan langsung menyapa Bos Lin King.

"Anak-anak, dia Tom Fernandez, pemilik rumah produksi ini," ucap Bos Lin King memperkenalkan lelaki di sampingnya, dibalas sapaan kecil oleh Deline dan lainnya.

"Selamat datang semuanya. Oh, Deline! Putri Handrey seorang pembisnis besar. Senang bertemu denganmu."

Gadis bertubuh ramping itu sudah tidak terkejut lagi jika Tom Fernandez ini mengenal siapa dirinya. Semua pembisnis dalam bidang apa pun juga tahu daftar dan gambar keluarga Handrey. Nama keluarga Handrey sudah dikenal di mana-mana meskipun tidak memiliki nama belakang khusus.

Dari mulai kakek Deline, hingga keturunanya dari pihak ibu maupun ayah, semua piawai dalam berbisnis, itu lah alasannya keluarga mereka dikenal sebagai kelompok pemburu dolar. Deline punya kemampuan memimpin yang sama, bahkan sangat berbakat, tetapi gadis itu berbeda. Di saat semua keluarganya langsung berkecimpung di dunia bisnis sejak lulus perguruan tinggi, ia malah mengatakan bahwa dirinya belum mempunyai kesiapan.

"Selagi menunggu fhotografer terbaik andalan saya, mari bawa semua barang-barang itu ke ruangan yang sudah disiapkan." Tom lalu mengarahkan ke ruangan tidak jauh dari tempat mereka saat ini.

"Aku sudah memperhatikan dan mencari tahu tentang kafe-mu sejak beberapa bulan terakhir, salah satu fhotograferku juga bercerita bahwa tempat kalian memang selalu ramai, dia sering ke sana. Katanya, pelayanan dan suasana kafe kalian sangat menyenangkan. Kupikir berita itu sudah cukup untuk mengajak kerja sama," jelas Tom saat baru saja membuka pintu kaca ruangan tempat pemotretan.

"Ya ... kami mengutamakan kenyamanan pelanggan dan kualitas biji kopi serta bahan. Didukung pula dengan keahlian anak-anak ini, mereka sangat membanggakan," sahut Bos Lin King menanggapi.

"Tidak akan ada Romantica Coffe yang punya cita rasa unik tanpa mereka." 

Bertepatan setelah Bos Lin King melanjutkan ucapannya, seorang lelaki dengan jaket kulit putih, kaus hitam serta kacamata hitam masuk sambil memegang kotak perlengkapan kamera. Lelaki itu masih menunduk melihat barang-barang yang ia bawa.

"Maaf, Bos. Jalanan sangat padat," ujarnya.

Ketika wajah tanpa senyum itu terangkat, tentu kelima karyawan Bos Lin King terkejut. Apa lelaki tersebut juga terkejut? Tidak! Ia bahkan tidak menampakkan raut wajah apa pun. Datar dan tidak genap satu detik melihat salah satu gadis di ruangan itu.

Sayangnya tubuh Deline sudah bergetar, susah payah ia menyembunyikan, beruntung Katerin menyadari dan sigap menggenggam tangan sang sahabat untuk mengurangi gemetarnya. Katerin pun tak menyangka bahwa fhotografer yang sejak tadi Tuan Tom ceritakan adalah ... Arya, mantan kekasih Deline.

"Tidak masalah. Baik! Arya, kuharap kau dan Deline bisa bekerja sama dengan baik, sebab dia akan menjadi model iklannya."

"Arya ini sangat pandai mengambil gambar. Kami bertemu saat dia sedang mengambil potret di sebuah tempat festival sekitar tiga tahun yang lalu. Kalian akan senang mengenalnya." Tom merangkul bahu Arya seperti kakak beradik.

Beberapa saat kemudian, Bos Lin King dan Tom mulai meninggalkan ruang pemotretan, mungkin membahas masalah kerja sama ini selanjutnya. Tinggalah Deline beserta teman-temannya, juga Arya sejenak dalam keterdiaman.

Kak Maxi, Glen, dan Yuka tidak menyangka bahwa ternyata pelanggan beringas itu bekerja di tempat sebesar ini. Bahkan Yuka tak habis pikir, apa lelaki ugal-ugalan tersebut benar-benar bisa menghasilkan potret yang bagus?

"Yang akan menjadi modelnya, kurasa segerahlah bersiap-siap. Beberapa pekerja lain akan datang sepuluh menit lagi," ujar Arya tanpa menengok orang yang dirinya maksud.

Katerin mengambil barang yang tadi mereka siapkan, kemudian menarik Deline ke kamar mandi. Selain untuk bersiap, ia juga tahu bahwa hati sahabatnya itu kini tengah tak karuan.

"Kalau tahu begini, jujur, aku tidak akan pernah mau menjadi model. Biarkan saja karyawan lain. Kate! Aku sungguh tidak bisa jika harus dia yang memotret." Gadis yang sering dipanggil El itu berusaha mengecilkan suara agar keluhannya tak terdengar ke luar.

Mana mungkin dirinya harus terlibat kerja sama bersama lelaki yang seharusnya dihindari? Katakan itu berlebihan, tetapi ada kalanya seseorang menghindar dari apa yang membuatnya tidak nyaman, bukan? Untuk menyebut namanya saja rasanya lidah kelu.

"Sudahlah, El. Aku bahkan masih terkejut, tidak pernah terbayang. Huh ... Kau bisa, El. Ayo ganti pakaianmu, aku akan tunggu di luar."

Tak butuh waktu lama, Deline keluar dengan pakaian cokelat susu sedikit di atas lutut berserta celemek berlogo Romatica Coffe yang terbentuk rapi. Ikatan tali celemek pada pinggang rampingnya membuat tubuh gadis itu terlihat indah. Rambut digerai juga melengkapi gaya khas barista kekinian.

"Oh shit, El! You are beautiful!" Glen langsung berdiri dan mengelilingi temannya itu saking kagumnya.

"Kau tak kalah cantik dengan model-model lainnya, El," puji Yuka tersenyum bangga.

Saat El keluar setelah bersiap-siap, ternyata ruangan tersebut sudah diisi beberapa orang baru. Mungkin orang yang Arya maksud tadi, ada beberapa lelaki dan satu orang peremuan yang diperkirakan make up model. Mereka bahkan kagum padahal baru pertama kali melihat El.

Namun, alih-alih memuji. Arya malah menarik kain cokelat bermotif putih persegi empat yang sejak tadi tergantung di saku celananya, melipat menjadi persegi tiga. Tanpa izin langsung membentuknya rapi di kepala Deline dan diikat di belakang telinga.

Yuka mencubit lengan Katerin saking gemasnya melihat pemandangan di depannya.

"Ya Tuhan, Kate! Seperti sepasang kekasih!" bisiknya. Kate menanggapi dengan tatapan malas.

"Lebih bagus untuk tema iklan kopi," ujar Arya.

Seperti saat Arya mengelap lukanya di festival karena tertusuk duri malam itu, El merasakan perasaan tak karuan yang sama. Ia tak mengelak dan membantah saat lelaki dua puluh tujuh tahun itu mengikatkan kain di kepalanya. Embusan napas berat Arya sedikit terasa menerpa rambut El, membuat kegugupan sejenak menjadi.

"Kau bisa sedikit tersenyum? Perlihatkan kegembiraan saat berpose," cerca Arya. Memang sedikit kasar, tetapi begitulah gaya bicara seorang Arya Maurilion. Namun meski begitu, ia pernah berprilaku lembut.

"Aku bahkan bisa tersenyum dan tertawa pada saat hatiku hancur. Hal mudah bagiku." Jawaban Deline begitu tajam sehingga membuat Arya terdiam. Mungkin hanya Arya dan Katerin yang memahami maksud ucapan Deline barusan.

Pemoretan berjalan dengan baik, kecuali suasana hati dua orang di dalam ruangan itu. Perasaan canggung berada dalam satu ruangan, tetapi, di sisi lain Arya juga senang. Bersama-sama Deline adalah moment yang indah, walau tak saling bicara.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status