Share

BAB 7

Penulis: A_W
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-04 17:36:10

“Loh, kamu mau kemana May?” Tanya Eyang putri.

“Aku mau mandi Eyang…”

“Kalo mau mandi ya kenapa harus pamit sih… Kirain kamu mau keluar juga.” Kata Eyang putri.

“Yasudah, aku mandi dulu ya Eyang”

“Yasudah sana.”

Kemudian, Maya berjalan ke kamar mandi dan tak lupa, memakai sebuah kain untuk menutupi tubuhnya sebelum ia mulai mandi. Setelah itu, barulah Maya mulai mandi.

“Nah, gitu dong, kan kamu lebih kelihatan sopan kalau kamu memakai kain begitu…”

“Eh! Siapa itu!?” Tanya Maya sembari melihat ke segala tempat.

Tiba-tiba, sosok yang tempo hari tengah duduk di jendela perlahan menampakkan wujudnya.

“Eh, kamu…?” Kata Maya sembari menunjuk kearah sosok yang tengah duduk di jendela yang terbuka di dalam kamar mandi.

“Iya, ini aku, hehe. Kan sudah ku bilang, aku tinggal disini. Jadi, kamu harus sopan kalau mau mandi disini tanpa di ganggu. Jangan seperti kakak kamu si Reno dan Ayu! Memang mereka tidak bisa melihatku seperti kamu May, tapi ya setidaknya, hargailah penunggu disini!” Kata sosok yang tengah duduk di kamar jendela.

“Eh, bentar-bentar… Kemarin malam, aku bermimpi tentang…”

“Kamu berada di sebuah goa yang gelap? Dan ada aku disamping mu? Ya, kamu benar! Itu bukan lah mimpi!” Kata sosok itu memotong perkataan Maya.

“Lah, kamu bilang, aku harus sopan kalau mau mandi. Tapi, kamu sendiri tidak sopan main potong-potong perkataan orang lain! Mana perkataannya benar lagi, huh!” Kata Maya dengan nada bicara sedikit jengkel kepada sosok itu.

“Eh, hahaha… Iya ya? Maaf-maaf, aku begitu bersemangat soalnya, hahaha”

“Jadi, yang aku lihat ketika aku tidur itu bukan mimpi?” Tanya Maya kepada sosok itu.

“Bukan, itu adalah penglihatannya. Kamu ini indigo loh! Masak kamu tidak sadar sih!?”

“Ya maaf sih, aku kan masih baru dalam hal gaib-gaib seperti ini. Aku juga kalau bertemu kamu masih suka kaget. Jadi wajar sih, kalau aku tidak tahu.”

“Emm… iya juga… Tapi, lambat laun, kamu pasti terbiasa dengan penglihatan kamu yang sekarang kamu miliki ini.”

“Iya sih… Oh iya, kita belum berkenalan nih. Ga sopan tau, kalau kita tidak tegur sapa menggunakan nama masing-masing, benar kan?”

“Salam… Namaku Oscar the ordinary young, yang artinya Oscar anak muda biasa, yang kalau disingkat menjadi Otoy…”

“Pffffttt… Huwahahaha… Otoy? Nama apaan itu hah! Kok Otoy sih, hahaha. Namanya sudah keren sih, Oscar, the ordinary young. Kalau disingkat menjadi Otoy? Hahaha… Aneh banget nama kamu.” Kata Maya sembari terbahak-bahak meledek Otoy.

“Eh, kok kamu tertawa? Ada yang salah?” Tanya Otoy.

“Hahaha… Nama kamu tuh… Tidak mau di ganti dengan nama yang lain gitu?”

“Eh! Jangan salah kamu ya, kami para setan memiliki julukan masing-masing tau! Nama asliku Oscar, the ordinary young hanya julukan saja. Tidak mudah tau, mendapatkan julukan seperti itu, huh!” Kata Otoy dengan raut wajah yang jengkel.

“Hahaha, oke-oke... Tapi kok, hahaha… Kenapa harus Otoy sih, hahaha”

“Yaudah sih ah, tinggal panggil saja kok susah sih… Ya memang terdengar lucu bagi manusia, Tapi bagiku, ini julukan yang sangat berharga. Kenapa? Karena dengar-dengar ya, para setan-setan yang memiliki ilmu tinggi memanggilku dengan sebutan Otoy. Kenapa? Ya mungkin karena aku cerdas? Ilmuku juga tidak kalah tinggi dengan mereka kok. Hanya saja, mungkin tubuhku saja yang terlihat kecil.”

“Yaudah sih, kok jadi bahas-bahas julukan. Aku hanya ingin mandi loh, kenapa kamu harus muncul coba?”

“Ya ini kan rumah ku, jadi ya terserah dong, mau muncul kapan saja? Iya kan?”

“Iya sih… Tapi yaa… Setidaknya, biarkan aku mandi dengan tenang gitu… Hanya 10 menit saja loh.”

“Yaudah iya-iya… Cepetan kamu mandinya ya, setelah itu langsung keluar. Aku pergi dulu, bay-bay…” Kata Otoy sembari melambaikan tangannya ke Maya dan perlahan menghilang.

“Hadehhh… Memang ya, sosk-sosok penghuni rumah ini tuh tidak ada yang bener bentuk nya. Namanya juga aneh lagi, hahaha” Kata Maya sembari mengambil air menggunakan gayung mandi.

Setelah itu, Maya melanjutkan mandinya tanpa ada gangguan sedikitpun. Dan setelah itu, Maya keluar dan langsung menuju ke kamarnya untuk memakai pakaiannya.

Kemudian, setelah memakai pakaiannya, Maya langsung turun kebawah dan berjalan keluar rumah untuk menghampiri pakde Yono.

“Pagi pakde…” Kata Maya sembari menyapa pakde Yono yang tengah membersihkan kebun.

“Eh, non Maya. Pagi juga non, emm… Anda mau jalan-jalan lagi?” Kata pakde Yono kepada Maya.

“Iya dong pakde, bosen nih kalau hanya berdiam diri di rumah. Sekalian, kita sambung cerita yang kemarin, hehe. Oh iya, siapa tau, orang-orang di kebun sedang memanen buah seperti kemarin, kita bisa membantu mereka, yakan pakde?”

“Emm… Mereka tidak setiap hari ada disana non. Hanya hari-hari tertentu saja sih, hehe”

“Yasudah pakde, tidak masalah. Yang penting kan, kita keluar, dari pada di rumah saja, bosen loh pakde.”

“Hahaha… Yasudah, ayo kita keluar… Eh, tapi anda sudah pamit kepada Eyang kan non? Nanti, saya yang dimarahi oleh Eyang kakung dan Eyang putri karena membawa anda tanpa izin.”

“Sudah pakde, pakde tidak perlu khawatir soal itu, hahaha”

“Yasudah, mari non” Kata pakde Yono sembari meletakkan gunting rumput di dalam pos penjagaan milik pakde Yono.

Setelah itu, Maya dan pakde Yono berjalan keluar rumah.

“Non, anda bisa melihat makhluk berbadan kurus yang berjalan merangkak yang berada di hutan itu?” Kata pakde Yono kepada Maya sembari menunjuk kearah area hutan di samping rumahnya Eyang kakung.

“Eh, iya pakde, aku lihat tuh. Itu makhluk apa ya pakde?” Tanya Maya kepada pakde Yono.

“Itu namanya Bunian non. Konon katanya, makhluk Bunian itu sudah menyembunyikan anak-anak yang sedang bermain petak umpet di tengah hari maupun di malam hari non. Jadi, secara logikanya, tubuh dari anak itu masih utuh di tempat dia bersembunyi. Tapi, roh nya di bawa ke dunia lain. Nah, walaupun tubuhnya masih di tempat yang sama sebelum roh nya di bawa, manusia biasa yang tidak memiliki kelebihan seperti kita ini, tidak akan bisa melihat tubuh dari anak tersebut non. Nah, ada juga yang mengatakan kalau Bunian itu hidup normal, sama seperti kita. Mereka juga berbicara layaknya manusia biasa, dan mereka juga memiliki rumah non. Tapi, yang membedakan kita dengan makhluk tersebut, mereka ukurannya sedikit lebih kecil dari kita, bahkan ada yang lebih kacil lagi. Nah, ada yang berjalan normal dan ada juga yang berjalan merangkak seperti itu. Tapi tenang non, mereka tidak akan mengganggu kalau mereka tidak merasa terganggu.”

“Oh begitu ya pakde… Sepertinya, aku masih harus belajar banyak dengan pakde nih. Soalnya, kalau belajar dengan Eyang sih, kebanyakan becandanya.”

“Ya memang begitu lah orang tua non. Mereka saja sudah tidak ingin lagi berurusan dengan hal-hal gaib, eh malah kerabatnya yang tertarik dengan hal-hal gaib seperti ini. Mana umurnya masih muda lagi, hahaha”

“Ya, aku juga tidak ingin memiliki penglihatan seperti ini pakde. Tapi yah, mau bagaimana lagi kan? Semuanya sudah terjadi, dan sepertinya, aku juga memiliki tugas untuk menyelamatkan anak dari sepupuku yang di culik oleh makhluk yang menjelma menjadi lemari itu kan pakde?”

“Hahaha… Tenang non, pakde akan mengajari apa yang pakde tau kepada anda non. Tapi ya, tidak banyak sih, hahaha. Yah, sedikit banyaknya, ada lah yang non pelajari.”

“Iya pakde, sepertinya, pelajaran yang paling mendasar, aku ingin mengenal nama-nama dan bentuk dari para makhluk gaib yang ada di muka bumi ini pakde. Supaya ketika suatu saat mereka muncul tiba-tiba di hadapanku, aku sudah terbiasa melihat mereka.”

“Hahaha… Kalau anda ingin menguji nyali anda, supaya anda menjadi terbiasa, kita harus keluar malam non. Karena, dengan melihat bentuk makhluk  yang tidak begitu menyeramkan, tidak akan merubah cara pandang anda terhadap mereka. Kalau ingin membiasakan diri, biasakan melihat makhluk mulai dari yang menyeramkan dulu non. Jadi, ketika anda melihat bentuk dari makhluk yang bentuknya sudah tidak tersusun rapih layaknya seperti makhluk-makhluk gaib lainnya, anda tidak terkejut lagi non.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Lemari Mencari Tumbal   BAB 48

    “Yah sudah, kita serang dia sama-sama saja!” teriak Pakde Yono. “Oke!”Akhirnya, perdebatan pun selesai dan mereka memutuskan untuk menyerang Rio bersama-sama. Namun, saat mereka berdua melihat ke arah tempat Rio berdiri tadi, tiba-tiba Rio sudah tidak ada disana. Pakde Yono dan Pakde Gunawan sempat melihat ke sekeliling, tapi tetap tidak terlihat karena gelap. Lalu, mereka berdua menghidupkan lampu senter yang mereka genggam di masing-masing tangan kanan mereka, lalu menyorotkan lampu senter itu ke segala arah dan terhenti tepat di posisi awal Rio berdiri tadi. “Eh, Yono, dia tidur tuh!” bisik Pakde Gunawan sambil menyorotkan lampu senternya kearah Rio yang terlihat tengah tertidur pulas di atas tanah, tepat di hadapannya. “Kita serang aja, bagaimana?” tanya Pakde Yono dengan raut wajah yang penuh semangat.Awalnya, Pakde Gunawan hanya diam dan berpikir, kalau dia menyerang Rio dalam keadaan tertidur seperti itu, itu adalah tindakan seorang pengecut. Namun, kalau dia me

  • Lemari Mencari Tumbal   BAB 47

    Crooot! “Uhuk-uhuk~” Gedebuk!Pria itu mencabut bayangan hitam yang membentuk sebilah keris dari perut sesosok wanita itu dan seketika, sesosok wanita itu terjatuh dan tergeletak ke tanah. Dia terbaring lemah dengan sebuah lubang melingkar di perutnya, serta mengeluarkan darah berwarna hitam dari lubang bekas tusukan itu. Wusshhhh …Pria itu menghilangkan bayangan hitam berbentuk keris panjang yang tengah di pegangnya tadi dan kemudian, dia pun berjalan kearah Sukma, Pakde Gunawan dan Pakde Yono. “Eh-eh, dia berjalan kesini, tuh!” bisik Pakde Yono sambil perlahan berjalan mundur dengan raut wajah yang mulai terlihat panik. “Sssttt! Tenang, Yono, tidak perlu panik,” kata Pakde Gunawan yang masih terlihat tenang.Sukma langsung mematikan lampu senternya, setelah melihat kalau si pria itu sedang berjalan kearahnya dan hanya bisa meramas baju yang dikenakan oleh Pakde Gunawan dan bersembunyi di balik tubuhnya. Dia sangat takut dan tak tahu harus berbuat apa pada saat

  • Lemari Mencari Tumbal   BAB 46

    “Tadi, Pakde dan Non Maya menyusuri hutan ini ketika kami pergi dan pulang ke rumah Eyangnya Non Maya. Kita sengaja ke sini, siapa tahu bisa menemukan petunjuk keberadaan dari Non Maya,” sahut Pakde Yono. “Hmm, seperti itu … lalu, bagaimana kalau ternyata, Maya tidak ada di hutan ini, Pakde?” tanya Sukma. “Yah, kita pulang saja kalau begitu. Kalau sudah tidak ada, untuk apa dicari lagi, ‘kan?” tanya balik Pakde Yono. “Yeee, tidak begitu, dong, Pakde … masa’ Pakde ingin pasrah semudah itu … jangan …,” “Loh, kalau sudah tidak ada, harus diusahakan agar kembali ada? Coba, kalau kamu memiliki kekasih, tapi kalian berdua telah mengakhiri hubungan kalian, dan kamu tidak memiliki rasa cinta lagi padanya. Namun, kekasihmu itu, memaksamu untuk kembali mencintainya. Bagaimana?” tanya Pakde Yono, memotong perkataan Sukma

  • Lemari Mencari Tumbal   BAB 45

    “Maya sudah tidak ada di dunia ini lagi,” “Apa!!!”Sontak, siapapun yang mendengar itu, pasti sangat terkejut. Bagi orang-orang yang memiliki pemikiran layaknya manusia biasa, pasti menganggap kalau perkataan dari Eyang kakung itu, mengatakan kalau Maya telah tiada. “Ma-Maya … Maya telah …,” “Ah, tidak. Bukan seperti itu maksud dari Tuan Ajie, Mbak … tidak ada di dunia ini lagi itu maksudnya, Maya sudah dibawa ke dunia lain, oleh sesosok makhluk tak kasat mata. Begitu lah sekiranya," jelas Pakde Gunawan, memotong perkataan Ibunya Sukma.Seketika, semua orang yang mendengar itu, langsung menghela nafas lega. Namun, tak sampai disitu, “Dibawa oleh makhluk tak kasat … loh, Maya diculik!?” tanya Eyang putri dengan raut wajah panik yang tergambar jelas di wajahnya. “Secara teknis, memang sepert

  • Lemari Mencari Tumbal   BAB 44

    “Hihihi … aku tidak tahu kalian ini siapa, dan mengapa kalian mengejar anak itu. Aku beritahukan kepada kalian semua, ya … ini wilayahku, dan anak itu adalah tamuku. Jadi, jangan coba-coba untuk mengganggunya, atau kalian akan berurusan denganku. Mengerti?” tanya Ibunya Rani, yang tiba-tiba muncul dari arah belakang Pria itu. “Hahaha … bukan ingin bermaksud merendahkan kamu, ya, tapi … makhluk-makhluk rendahan seperti kalian ini, tidak lebih dari seekor anjing yang berani menggonggong ketika berada di wilayahnya, dan menjadi seekor kucing ketika berada diluar wilayahnya,” kata Pria itu dengan lantang, berusaha membuat sosok Ibunya Rani marah padanya.Tidak tahu apa yang membuat Pria itu sangat yakin sampai dia berani berbicara seperti kepada sosok Ibunya Rani, padahal tempat itu adalah wilayahnya. Namun, bukannya marah, Ibunya Rani malah tertawa cekikikkan sambil bertepuk tangan dan menggelengkan kepalanya.

  • Lemari Mencari Tumbal   BAB 43

    Belum sempat Maya menyelesaikan pertanyaannya, Ibu nya Rani langsung menyuruh Maya untuk diam dan tak bersuara sedikitpun sambil menunjuk kearah bawah. Dengan terpaksa, Maya memberanikan diri untuk melihat kearah bawah. Ternyata, orang-orang yang tengah mengejar Maya, telah sampai di dekat pohon, tempat Maya, Ibu nya Rani, dan Rani bersembunyi. ‘Eh, it ….’Ibu nya Rani meminta Maya untuk tak bersuara sedikitpun. Lalu, dia berbicara dalam hati, untuk menghindari keributan. Namun, belum sempat Maya berbicara dalam hati, Ibu nya Rani langsung membungkam mulutnya, untuk mengejutkannya dan membuatnya diam sepenuhnya. “Hmm?”Terlambat sudah, membuat Maya untuk tidak bersuara. Terlihat dari raut wajah Pria yang memimpin pengikutnya, tiba-tiba tersentak dan merasakan setitik suara yang masuk ke telinganya. Sebagian pengikutnya sudah berlari cukup jauh dari lokasi pohon besar itu, dan seketika, Pria itu bert

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status